Cerita Wayang: Lahirnya Wisanggeni
Alkisah di Rimba Kandawa, hutan yang
terkenal dengan keangkerannya. Ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh dua orang
bernama Naga Taksaka dan Naga Wisesa. Mereka mempunyai cita-cita menguasai
seluruh dunia, bahkan Suralaya pun akan ditaklukan, mereka sudah merencanakan
akan menyerangnya. Niat mereka diketahui oleh Batara Guru. Kemudian Batara Guru
menurunkan Batara Brahma ke Marcapada untuk berdiplomasi sebelum terjadi
penyerangan.
Maka, pergilah Batara Brahma ke Rimba
Kandawa. Tak lama, ia telah berada di dekat Rimba Kandawa. Terlihat dari atas
pohon-pohon rindang seperti cahaya takkan sampai ke tanah. Itulah Rimba
Kandawa. Batara Brahma telah siap merapal Aji Brahmasastra, yang dalam beberapa
saat akan menghanguskan hutan tersebut. Lalu ia turun masuk ke Rimba Kandawa,
bertemu dengan kedua penguasa wilayah tersebut.
“Taksaka dan Wisesa, ambisi kalian
sangat tinggi, hingga Dewata pun tak kalian takuti. Sedangkan aku dalam sekejap
bisa membakar wilayah kekuasaanmu ini,” ancam Batara Brahma. “Aku bisa
menurunkan lagi tanganku dan kembali ke Suralaya jika kalian bermaksud
membatalkan niat.”
“Hahaha, Batara Brahma.. Kami tidak akan
membatalkan niat kami, kami tetap akan datang ke Suralaya. Dewata akan kami
kalahkan!” Naga Wisesa dan Naga Taksaka ternyata tidak gentar sama sekali
dengan ancaman Batara Brahma.
“Tak perlu kau ke Suralaya, di sini pun
sudah hadir warga kahyangan.”
“Baiklah Batara Brahma, mari beradu!” Naga
Taksaka dan Naga Wisesa yang merasa tertantang langsu menyerang Batara Brahma.
Namun mereka terjatuh beberapa langkah, dan bangun lagi. Batara Brahma telah
siap dengan segala yang akan terjadi. Pasti Naga Taksaka dan Naga Wisesa dapat
mengetahui niat Dewata. Pertarungan seru pun pecah. Ternyata, Naga Taksaka dan
Naga Wisesa cukup sulit dikalahkan. Batara Brahma kewalahan juga dikeroyok dua
orang raja ini.
“Kalian orang yang keras kepala, ya,”
seketika Batara Brahma melancarkan pukulan saktinya kepada dua raja tersebut
hingga terkapar. Namun mereka belum mati, dan Batara Brahma tidak melanjutkan
serangan dan kembali ke Kahyangan Suralaya.
***
Batara Guru sedang menunggu hasil tugas
Batara Brahma. Hatinya sedang tidak tenang. Namun agak cerah ketika sang dewa
api itu datang. “Bagaimana Brahma, berhasilkah?“
“Mereka tidak mau mengurungkan niat,
Rama. Kita harus mencegahnya sebelum mereka menyerbu Suralaya. Dan mereka
begitu sakti, Rama.”
“Baik, sekarang temuilah Sri Kresna di
Dwarawati, suruh dia menemani Arjuna untuk bertemu Taksaka dan Wisesa.”
“Baik Rama, saya akan menemui mereka.
Undur diri.“ Batara Brahma pergi ke Dwarawati, menemui Prabu Sri Batara Kresna,
titisan Batara Wisnu yang sejatinya adalah adiknya.
“Sri Kresna, aku mendapat perintah dari
Rama Guru untuk menemuimu, bilang ke Arjuna untuk bertemu Naga Taksaka dan Naga
Wisesa, dua raja di Rimba Kandawa.”
“Baik, Pukulun. Sampaikan salam kepada
Rama Guru.” Kemudian Sri Kresna langsung melesat di udara, menemui Arjuna. Para
Pandawa sedang menjalani masa awal pembuangan di hutan.
“Yayi Arjuna, Kanda mendapat titah dari
Batara Brahma. Kita harus menghadapi dua raja naga di Rimba Kandawa.”
“Baik Kanda, saya harus melaksanakannya.
Saudara semua, saya mohon pamit undur diri.” Kemudian semua saudaranya dan
Drupadi melepasnya sambil mendoakan.
“Mari, kita langsung ke tempatnya,” ajak
Sri Kresna. Kemudian Sri Kresna langsung kembali melayang di udara dengan
kesaktiannya, sedangkan Arjuna juga menggunakan kesaktiannya, melesat di antara
rimbunnya hutan, kecepatannya tak kurang dari terbangnya sepupunya itu.
“Ini Yayi, tempat tinggal Naga Taksaka
dan Naga Wisesa. Kita tunggu saja di sini, nanti mereka pasti muncul.“ Batara
Brahma mengawasi dari atas, sambil menunggu hasil pertarungan. Saat itu,
datanglah Naga Taksaka dan Naga Wisesa ke hadapan Arjuna dan Kresna. Mereka
selalu waspada setiap ada ‘kunjungan’ dari orang asing. “Kalian siapa, dari
mana?“
“Kami ksatria yang dikirim untuk
membunuhmu.“
“Heh, tak ada yang bisa membunuhku! Yang
ada kuhabiskan dulu kalian!” Pertarungan tak dapat dihindarkan. Arjuna dan
Kresna harus meladeni serangan-serangan maut dari kedua raja tersebut. Kali ini
kedua raja tersebut harus mengakui kesaktiannya dibawah para ksatria tersebut.
Mereka kewalahan menghadapinya. Akhirnya, Arjuna akan mengakhiri pertarungan
tersebut. Dicabutnya panah saktinya, diarahkan kepada dua raja tersebut. Arjuna
melepaskan panah saktinya. Namun, mereka begitu sakti sehingga masih dapat
bangun. Dengan sigap, Sri Kresna melepaskan senjata Cakra, dan hancurlah kedua
tubuh raja tersebut.
“Selamat dan terima kasih, Arjuna. Kau
kami undang ke Kahyangan, akan ada balas jasa dari Sanghyang Jagatnata. Sri
Kresna, terima kasih juga, sampai berjumpa kembali.” Kemudian Batara Brahma
mengantar Arjuna ke Kahyangan Suralaya, tempat yang tingginya di atas awan itu.
Sedangkan Sri Kresna titisan Wisnu telah paham dan tak punya urusan dengan
hadiah, karena sudah menjadi tugasnya mengatur kedamaian di Marcapada.
Arjuna dibawa menghadap Sanghyang
Jagatnata, kemudian setelah diucapkan terima kasih, ia dibawa ke Kahyangan Argadahana.
“Wahai putriku Dresanala, inilah ksatria yang akan kujodohkan kepadamu. Arjuna,
panengah Pandawa.”
“Sungguh bahagianya, Rama, aku sangat
bahagia.” Karena keduanya telah setuju, mereka dinikahkan saat itu juga. Kedua
sejoli ini dinikahkan oleh Batara Brahma. Akhirnya Arjuna dipersilakan
bersemayan di Kahyangan Argadahana bersama istrinya itu. Tak terasa waktu
berjalan, dan Dresanala telah tampak berbadan dua hasil hubungannya dengan
Arjuna.
***
Terdapat sebuah tempat bernama Kahyangan
Seta Gandamayi, tempat bermukim Batara Kala dan Batari Durga. Dewasa ini, putra
Batari Durga yang telah menjadi raja di Nusarukmi, Prabu Dewasrani, juga
berangan-angan memperistri Dresanala. Ia mengadukan hal tersebut kepada ibunya,
Batari Durga. Lalu Batari Durga mengadu kepada Batara Guru.
“Kangmas Guru, mengapa si Dresanala itu
diberikan kepada Arjuna? Padahal putra kita sendiri, Dewasrani, juga
menghendaki Dresanala.“
“Kurasa Arjuna telah pantas mendapatkan
Dresanala. Ia berhasil memenuhi tugas dari Dewata, dan aku telah berjanji
sebelumnya.”
“Arjuna itu hanya manusia biasa! Kangmas
jika mau menjodohkan yang benar saja. Masalahnya ini ada calon juga dari
kalangan dewata yang hendak disandingkan, dan bandingannya pun telah jelas.”
Batara Guru sedikit merenung, dia mulai memikirkan perihal pernikahan Arjuna
dan Dresanala, sadar nanti bagaimana jika dikaruniai anak, akan menjadi
keturunan manusia biasa dan bidadari.
“Ya sudah, bagaimana maumu saja, aku tak
bertanggung jawab lagi.“
“Kau harus menceraikan Arjuna dan
Dresanala. Cepat beritahu Brahma, suruh Arjuna kembali ke Marcapada.” Batara Guru
dengan terpaksa akhirnya menuruti keinginan Batari Durga tersebut.
“Kanda Narada, tolong panggilkan Brahma.“
Batara Narada memanggil Batara Brahma untuk menghadap Batara Guru.
“Brahma, kita telah melakukan kesalahan,
menikahkan Arjuna dengan Dresanala. Sedangkan Dewasrani putra Batari Durga juga
menginginkan Dresanala. Sekarang sudah hampir setahun Arjuna di Argadahana,
suruh saja pulang.”
“Bagaimana dengan anak mereka? Dresanala
pun telah mengandung.”
“Itu kita urus nanti.” Batara Narada
mendengar percakapan ini, ia tidak setuju dan memilih memanggil cara belakang.
Arjuna sedang bercengkerama dengan
Dresanala di istananya, tiba-tiba dikunjungi Batara Brahma. “Selamat datang
Pukulun Rama Batara.“
“Arjuna, aku kemari ingin menyampaikan
titah dari Sanghyang Jagatnata. Bukannya saya mengusirmu, tetapi ini demi
kebaikan keluargamu. Hampir setahun kau meninggalkan saudara-saudaramu. Kini saatnya
kau pulang. Dresanala, kau tinggal di sini saja, demi keselamatanmu.” Arjuna
hatinya sedih mendengar harus berpisah dengan istrinya, mana pula Dresanala
sedang hamil. Sebentar lagi akan melahirkan. Akhirnya dengan besar hati Arjuna
kembali ke Marcapada, menemui saudaranya di hutan.
Ketika itu pula Batari Durga datang
menemui Batara Brahma. “Bagaimana, Arjuna?”
“Dia sudah turun ke Marcapada.“
“Bagus, sekarang Dresanala akan kubawa.“
Batari Durga langsung menemui Dresanala dan hendak membawanya ke Nusarukmi.
Namun Dresanala sangat kaget dan menolak, apalagi setelah mengetahui akan
diperistri oleh putra Batari Durga, Dewasrani.
“Oh iya, kamu sedang hamil ya, lebih
baik kukeluarkan dulu bayimu, lalu kubunuh!” Batari Durga dengan kesaktiannya
mengeluarkan bayi yang berada dalam rahim Batari Dresanala. Dresanala seketika
pingsan, dan bayinya langsung diboyong ke depan Kawah Candradimuka, Batari
Durga melesat.
Telah berada di depan Candradimuka,
Batari Durga melihat bayi itu sambil menggendongnya tinggi. “Hai jabang bayi!
Sekarang kau akan kuceburkan agar melebur ke dalam panasnya Kawah Candradimuka,
agar tak menjadi huru-hara di kemudian hari.” Kemudian Batari Durga kembali ke
Argadahana.
Batara Narada dari balik awan melihat
peristiwa tersebut. Ia mendekat ke Kawah Candradimuka, penasaran dengan apa
yang terjadi dengan bayi tersebut. Tiba-tiba kawah bergejolak, muncul abu
vulkanik yang menghalangi pandangan Batara Narada. Ia segera menghindar karena
gejolaknya semakin dahsyat. Hal ini melebihi gejolaknya ketika terjadi huru-hara
di Marcapada.
Tiba-tiba muncul sesosok anak kecil,
tampak begitu panas, wajahnya tampan seperti Arjuna. Perawakannya begitu keren
hingga Batara Narada dibuat kegum. Kemudian anak itu seperti memancarkan suatu energi
yang dahsyat, membuat Batara Narada semakin waspada.
Ketika sudah agak tenang, barulah ia
berani mendekati kawah lagi. “Aku siapa, Mbak?” Anak itu berbicara.
“Kamu tercipta dari api, maka namamu
ialah ‘Wisanggeni’, yang artinya racun api.“
“Wisanggeni, Mbah?“
“Iya, Wisanggeni, Ngger Bagus. Kau
dibuang oleh para Dewa ke dalam kawah ini. Sekarang, pergilah ke
Jonggringsaloka, tempat bersemayam para Dewa, buat kekacauan di sana. Kalau
mereka melawan, maka kau boleh memukulinya.”
“Iya, Mbah.” Wisanggeni memohon pamit
kepada Batara Narada. Ia melesat menuju Jonggringsaloka. Batara Narada
mengikuti Wisanggeni dari belakang, mengawasinya.
Saat itu, Batari Durga telah dalam
perjalanan membawa Dresanala ke Nusarukmi. Sementara itu, Wisanggeni telah
sampai. Lalu, di depan gerbang Selamatangkap, ia bertemu Sanghyang Cingkarabala
dan Sanghyang Balaupata. Kedua penjaga ini dengan mudah ditaklukan Wisanggeni.
Lalu, ia masuk istana Suralaya. Semua yang dilihatnya dihancurkannya, seperti
tiang, patung, dan semua yang ada di Suralaya. Mendengar ribut-ribut, para Dewa
banyak yang keluar. Mereka tercengang melihat seorang remaja yang sungguh
menakjubkan kekuatannya itu. “Yoy, bocah cilik, siapa kau, berani membuat
kekacauan di Suralaya?” Batara Bayu mendahului menegur.
“Aku Wisanggeni, datang kemari memang
ingin membuat kekacauan. Jika kalian para Dewata berani melawanku, ayo, maju
semua! “
“Eee, sombongnya!“
“Berani menantang kau Wisanggeni?!“ para
Dewa banyak yang kagum atas keberanian Wisanggeni, dibalik rasa jengkel mereka.
Akhirnya, dalam sekejap mereka telah mengepung Wisanggeni dalam segala penjuru.
Sekaligus semuanya maju mengerubuti Wisanggeni. Namun, Wisanggeni dapat
mengelak. Ia loncat ke atas, lalu turun lagi member serangan balasan. Para Dewa
banyak yang kewalahan menahan serangan Wisanggeni.
Saat itu, Batara Brahma datang, “Siapa
kau, anak kecil?“
“Aku Wisanggeni, putra Arjuna dan
Dresanala.“
Batara Brahma terkejut namun cukup
tenang, karena muka anak kecil ini mirip dengan Arjuna, tubuhnya pun kemerahan
seperti panas dengan api, turunan dirinya dan hasil gejolak Candradimuka. Namun
ia ingin menguji kesaktiannya, juga karena berada di antara Dewata lainnya.
Kemudian Batara Brahma maju. Terjadilah pertempuran antara kakek dengan cucu
ini. Dewata dibuat kagum, pertarungan mereka bagai pertunjukan api. Serangan
api Batara Brahma ternyata habis dihilangkan Wisanggeni. Tiba-tiba muncul
Batara Guru.
“Minggir, Brahma. Biar aku ladeni.”
Batara Guru dengan tenang mendekati Wisanggeni, namun dibalas dengan serangan
lagi. Akhirnya pertarungan pun tak terelakkan antara penguasa kahyangan dengan
anak baru lahir itu. Berlangsung cukup lama, Batara Guru kelelahan juga, karena
anak ini memang begitu sakti. Ia berniat menggunakan Aji Kemajan. Namun ia
sangat terheran karena Wisanggeni tidak mempan, bahkan semakin kuat. Ketika itu
datanglah Batara Narada.
“Yayi Guru, tobatlah. Dirimu tidak bisa
mengalahkan anak ini. Ia berada dalam perlindungan Sanghyang Wenang. Perbuatan
kalian para Dewata telah melenceng dari keadilan dan bertindak semena-mena.”
“Maafkanlah saya, Kanda Narada. Saya
mengaku salah.“
“Sekarang, Wisanggeni sekarang carilah
ayahmu untuk meminta bantuannya merebut ibumu kembali dari Dewasrani.” Batara
Guru tak bisa berbuat apa-apa, kini ia paham ia salah, karena yang lebih tinggi
darinya telah turun tangan. Wisanggeni kembali melesat ke angkasa. Kali ini ia
diperintahkan Batara Narada untuk meminta bantuan ayahnya untuk merebut kembali
Dresanala. Ia lantas turun ke Marcapada. Mencari-cari orang yang bernama Arjuna
atau Janaka.
Ketika itu para putra Pandawa sedang
berkumpul di Indraprasta. Tiba-tiba dari udara turun sesosok anak kecil, mereka
keluar. “Siapakah dikau anak kecil?”
“Aku mencari yang bernama Arjuna,
ayahku.”
“Eee siapa kau mengaku anak Arjuna?”
“Kau kenal dengan Arjuna?”
“Dia tidak di sini.”
“Tunjukkan kepadaku tempatnya, kalau
tidak silakan rasakan pukulanku.” Putra Pandawa cukup terganggu dengan
tantangan anak kecil ini, akhirnya mereka satu per satu menyerang. Abimanyu
sebagai putra Arjuna ternyata dengan mudah bisa dikalahkan oleh Wisanggeni,
dirinya tersungkur. Kemudian Gatotkaca mencoba kesaktian anak kecil ini, namun
ternyata dirinya juga kewalahan. Akhirnya Antareja membantu. Dua orang putra
Bima ini bekerja sama, namun Wisanggeni cukup cerdas, ia tetap bisa mengimbangi
mereka berdua.
Antasena mengamati saja dari jauh. Ia
tertarik dengan anak kecil ini, gayanya seperti dirinya yang tak peduli sopan
santun. Lalu setelah semua saudaranya kewalahan, ia maju dengan tenang. “Hey
kau yang mengaku putra Arjuna, kalau benar maka aku sepupumu. Mari kuantar
kepada Arjuna.”
Akhirnya Wisanggeni menurut oleh
Antasena. Para putra Pandawa turut mengikuti dari belakang. Singkat cerita
mereka telah sampai di titik hutan tempat para Pandawa bersemayam. Ketika itu
Arjuna telah kembali bersama saudaranya dan Drupadi. Kemudian Wisanggeni
bersama Antasena dan saudaranya yang lain tiba-tiba hadir di depan mereka,
turun dari angkasa. Pandawa dikejutkan dengan datangnya gerombolan anak muda
ini.
“Yoy bocah, ada apa ramai-ramai kemari?”
“Rama, aku mengantar anak kecil ini ingin
diakui anak oleh Arjuna,” antar Antasena menjawab ayahnya Bima. Kemudian Arjuna
menghampiri anak kecil itu.
“Yang kau cari kini ada di depanmu
sendiri. Akulah Arjuna, siapakah engkau?”
“Hatur sembah kepadamu, Rama. Aku putri
Dresanala, anakmu.”
“Oh, anakku. Cepat sekali besar kau,
bagaimana kabarmu dan ibumu? “
“Aku
habis keluar dari Candradimuka, Rama. Dibuang oleh Batari Durga. Kalau Ibunda
dibawa ke Nusarukmi akan dinikahkan dengan Prabu Dewasrani.” Dalam keterkejutannya
itu, Arjuna bergegas menuju Nusarukmi, berpamitan kembali kepada saudaranya.
Para putra Pandawa pun disuruh kembali, tak usah mengikuti Arjuna. Sedangkan
Wisanggeni melesat mengikuti ayahnya.
***
Ketika itu, Prabu Dewasrani sedang
merayu Dresanala untuk menikahinya. Dresanala tetap menolak dengan tegas.
Tiba-tiba datanglah Arjuna, mendorong Dewasrani sehingga terjatuh beberapa langkah.
“Kangmas Arjuna, tolong aku, Kangmas.” Dewasrani yang baru kembali bangun dari
jatuhnya segera bersiap untuk menangkis serangan maut Arjuna. Arjuna menatap
tajam Dewasrani, disertai amarah yang hampir memuncak. “Prabu Dewasrani, istri
orang kau rebut. Kalau bisa, bunuh dulu suaminya.”
“Ayo, aku sanggup membunuhmu. Majulah
kau Arjuna!”
“Diajeng Dresanala, mohon menyingkir
sebentar.” Dresanala pun meninggalkan tempat itu, berharap suaminya dapat
mengalahkan Dewasrani. Arjuna segera mengirimkan pukulan mendakak. Dewasrani
telah siap terhadap serangan apapun dari Arjuna. Ia segara menangkis dan
melancarkan serangan balasan. Pertarungan ini terlihat seru. Keduanya sama
sakti.
Suatu ketika, pukulan geledek Arjuna
mendarat di kepala Dewasrani. Jatuhlah Dewasrani, tersungkur menyentuh tanah.
Arjuna hendak mengirim kembali serangan, ingin mengakhiri pertempuran tersebut.
Dihunusnya Keris Pulanggeni, akan ditusukkan kepada Dewasrani yang sedang
lengah. Namun, tiba-tiba datang Batari Durga. “Arjuna! Dewasrani, menyingkirlah
kau! “
“Batari Durga, kau penyebab semua
huru-hara ini, memberikan Dresanala kepada Dewasrani.“
“Hahaha, Arjuna, memang kau tidak pantas
menjadi suami Dresanala. Manusia biasa bukan kodratnya menikahi bidadari.”
Tanpa bicara lagi, Arjuna langsung menyarangkan pukulannya kepada Batari Durga.
Namun, dengan mudah Batari Durga mengelak. Bahkan, ia langsung membalasnya sehingga
Arjuna jatuh tersungkur. Arjuna terus melawan walaupun cukup kewalahan. Ia
bukan ksatria yang mudah menyerah, walaupun harus melawan raksesi tersakti
sejagat.
Tiba-tiba datang anak bocah. Dialah
Wisanggeni, hadir membantu ayahnya. “Ayahanda, biar kubantu.”
“Haha anak kecil, kau yang kubuang di
Candradimuka. Masih hidup kau?“
“Panasnya Candradimuka dan kobaran api
membangitkan kekuatanku, dewi angkara murka! Kau harus hati-hati terhadapku.”
“Eee, anak kemarin sore berani
menantangku. Benar-benar kemarin sore baru lahir. Ayahmu saja tak dapat
menandingiku, bagaimana kamu?” Merasa dirinya diremehkan, ia segera menyerang
Batari Durga. Pertarungan terlihat tidak seimbang, Batari Durga seorang
raksesi, sedangkan Wisanggeni masih remaja. Besar tubuh Batari Durga dua kali
tubuh Wisanggeni muda. Namun Wisanggeni bisa mengatasi itu. Dia cucu Batara
Brahma, dan anak Arjuna yang juga darah Batara Indra. Suatu tamparan maut
Wisanggeni berhasil membuat Batari Durga terhuyung-huyung dan kapok. Ia
menerbangkan diri dan mengadu kepada Batara Guru. Namun Batara Guru menyuruhnya
kembali pulang, dan jangan ganggu putra Arjuna tersebut. Maka Batari Durga
kembali ke Seta Gandamayi, bertemu suaminya Batara Kala.
***
Bambang Wisanggeni
Sanghyang Wenang berbicara dalam tubuh
Wisanggeni, mengajaknya ke tempatnya. Akhirnya ia dibawa ke Kahyangan
Alang-Alang Kumitir. Dia dididik hingga masanya remaja, dan akan dikembalikan
kepada keluarganya di Marcapada ketika tiba waktunya.
mantab
BalasHapuswisanggeni ini kurang banyak mendapat porsi perhatian dari masyarakat ya