Cerita Wayang: Lahirnya Pandawa dan Kurawa



Meninggalnya Prabu Wicitrawirya membuat Setyawati khawatir Hastinapura tidak mempunyai penerus lagi. Citragada yang haus kekuasaan dan Wicitrawirya yang lemah lembut, keduanya telah tiada. Kendali kerajaan sementara dipegang oleh Bhisma Dewabrata, namun Bhisma tidak bisa diharapkan, karena dia bersumpah tidak akan menikah seumur hidup. Ya! Tiba-tiba dia teringat akan putranya dengan Palasara, yaitu Begawan Abiyasa Kresna Dwipayana. Ia menjadi petapa, bersemayan di Pertapaan Saptaarga, meneruskan dinasti buyut hingga ayahnya.
Sang Begawan sangat sakti. Ia langsung muncul di depan Setyawati begitu Setyawati memanggilnya dalam batin. Setyawati menceritakan permohonannya berdasarkan apa yang sedang terjadi di Hastina. Maka diberitahulah Dewi Ambika dan Dewi Ambalika tentang kedatangan Begawan Abiyasa. Mereka akan didatangi kamarnya nanti malam untuk dibuahi.
Begawan Abiyasa lebih hebat dari ayahnya. Ia telah menjadi begawan pada usia yang lebih muda, dan saat ini telah berhasil mendapatkan anugerah Jamus Kalimasada. Setelah permintaan ibunya mungkin agak terbuka tujuan anugerah tersebut, bahwa pusaka itu akan berguna untuk calon raja.
Walau begitu, tubuh Begawan Abiyasa mengalami kecacatan. Bau amis menurun dari ibunya, walaupun telah diobati oleh ayahnya sehingga tak kentara. Serta matanya picak sebelah. Pada malam hari, Begawan Abiyasa datang ke kamar Dewi Ambika. Dewi Ambika ketakutan melihat muka Sang Begawan. Maka, sepanjang malam ia menutup matanya.
Keesokan harinya, ia mendatangi kamar Dewi Ambalika. Tidak berbeda dengan Dewi Ambika, ia juga ketakutan melihat muka Begawan Abiyasa. Mukanya menjadi pucat pasi. Dia terus memalingkan mukanya sepanjang malam.
Paginya, Abiyasa pamit kepada ibunya, kembali ke pertapaan, “Ibunda, saya pamit ke pertapaan. Kalau ibu butuh bantuan, panggil saya saja.”
Setelah beberapa minggu, terlihat kedua putri itu telah hamil. Sembilan bulan menunggu kelahiran penerus takhta Hastinapura tersebut. Setelah lahir, ternyata keduanya cacat. Putra Ambika matanya buta, akibat perbuatan ibunya yang terus menutup matanya pada malam itu. Putra Ambalika mukanya agak miring ke kanan, akibat perbuatan Ambalika yang terus memalingkan mukanya. Maka, Dewi Setyawati kembali memanggil putranya. “Abiyasa, putramu cacat semua, tolong kamu berikan keturunan lagi dari salah satu dari mereka,“
Mendengar rencana tersebut, Dewi Ambika dan Dewi Ambalika mengutus seorang dayang bernama Darti untuk menggantikan mereka ke kamar yang akan didatangi Begawan Abiyasa.
Malamnya, kamar sengaja digelapkan agar muka sang dayang terlihat samar. Begawan Abiyasa yang sakti mengetahui itu. Namun, ia seorang yang bijaksana, sehingga membiarkan saja.
Berminggu-minggu menunggu, Setyawati heran, karena diantara dua putri tersebut tidak ada yang hamil, malah seorang dayang yang hamil. Untuk membuka rasa penasarannya itu, Setyawati kembali memanggil putranya. “Abiyasa anakku, apa yang terjadi pada malam itu? Mengapa malah Darti yang hamil, bukan Ambika atau Ambalika?“
“Ketahuilah Ibunda, mereka, Ambika dan Ambalika menjadikan dayang Darti sebagai pengganti mereka, karena mereka segan bertemu denganku. Mohon Ibunda jangan marah. Anggap anak dayang Darti adalah cucumu juga, Ibunda, karena dia juga darah dagingku.“
“Sungguh luhur budimu, Abiyasa. Baiklah, Ibunda akan tetap manganggap putra Darti sebagai cucuku.“
“Sekarang saya mohon pamit ke pertapaan kembali. Ada satu lagi saya sampaikan, berilah nama yang buta dengan Destarastra, yang pucat pasi bernama Pandu Dewanata, lalu yang akan lahir namailah Yama Widura, Ibunda.“
“Baik, anakku. Hati-hati, anakku,“
Setelah 9 bulan, putra Darti lahir. Ternyata ia kakinya agak pincang. Mereka diasuh oleh Setyawati dan Bhisma. Setelah agak besar, ia dibawa ke Pertapaan Saptaarga, digembleng ilmu kesaktian oleh ayahnya, Begawan Abiyasa. Destarastra diwariskan Aji Kumbalageni. Pandu Dewanata diberi ilmu dalam hal memanah. Yama Widura diberi ilmu ketatanegaraan dan pemerintahan.
Pemerintahan sementara dipegang oleh Bhisma. Kelak, Pandu yang akan menjadi raja, bukan Destarastra sebagai putra sulung, karena ia buta.
Suatu hari, Bhisma memberi kabar kepada Pandu bahwa di negara Mandura sedang diadakan sayembara untuk memperebutkan Dewi Kunti Nalibrata. Sebagai calon raja, Pandu harus terlebih dahulu mempunyai permaisuri. Maka, Pandu bersama kedua saudaranya pergi ke Mandura.

***

Tersebutlah negara Mandaraka, rajanya bernama Prabu Mandrapati, dengan permaisuri Dewi Sri Untari. Prabu Mandrapati menyesal telah mengusir putranya, Narasoma, akibat kesalahpahaman. Kini, hari-hari mereka selalu diliputi kesedihan. Suatu ketika, masih dalam kesedihan Sang Prabu, Narasoma datang didampingi Pujawati putri Resi Bagaspati, yang telah menjadi istrinya. Wajah mereka mendadak cerah. “Anakku Narasoma, bagaimana kabarnya? Kini telah beristri. Maafkan ayahandamu yang telah mengusirmu ini, Ngger.”
“Baik-baik saja, Rama Prabu. Ini putra Resi Bagaspati, namanya Pujawati. Kini, Rama Resi telah tiada.”
“Syukurlah. Tapi sayang, Resi Bagaspati telah tiada. Aku mengaguminya, tetapi belum sempat bertemu.” Prabu Mandrapati lalu menawarkan kepada Narasoma untuk mengikuti sayembara di Mandura. Tetapi Narasoma menolak untuk beristri dua. Namun setelah dipaksa, akhirnya Narasoma pergi, sekedar untuk menaikkan derajat Mandaraka.
Mandura suatu negeri tersohor, sedang mengadakan sayembara memperebutkan satu-satunya putri Sang Prabu, Dewi Kunti Nalibrata. Barangsiapa yang dapat memanah burung di dalam sangkar yang sedang berputar, dialah yang dapat membawa pulang putri Mandura tersebut. Sudah banyak ksatria yang mencoba, tetapi tidak ada yang berhasil. Saat itu, Pandu bersama saudara-saudaranya telah sampai. Melihat tidak ada yang berhasil, Pandu akhirnya mencoba. Pandu telah sangat mahir dalam ilmu memanah. Dengan fokus, mata tertuju pada perut burung tersebut, disaksikan beribu-ribu pasang mata menanti dengan berdebar bagaimana nasib si burung kali ini. CEPP!!! Anak panah Pandu terlihat menembus sangkar. Setelah sangkar diberhentikan, ternyata anak panah Pandu menusuk perut burung tersebut. Pecahlah sorak-sorai penduduk Mandura, juga para raja dan ksatria yang telah gagal maupun putus asa. Prabu Kuntiboja, ayah Dewi Kunti Nalibrata, terlihat berdiri dan hendak berbicara.
“Tunggu dulu!“ Tiba-tiba, sorak-sorai itu dihentikan oleh teriakan seorang ksatria yang sepertinya tidak puas atas hasil sayembara. “Saya pun sanggup memanah seperti ksatria bule itu. Izinkan saya mencobanya.”
“Siapa kau ksatria? Kau terlambat datang. Lebih baik pulang, daripada terjadi keributan gara-gara kau,” Prabu Kuntiboja merasa terganggu.
“Saya Narasoma dari Mandaraka. Izinkan sayembara ini diulang kembali.“
“Tidak mungkin, Narasoma. Dewi Kunti telah ada yang punya. Dialah Pandu Dewanata dari Hastinapura.“
“Tidak apa-apa, Rama Prabu. Saya akan memberi kesempatan kepada Narasoma,“ Pandu ternyata berbaik hati kepada ksatria baru datang ini.
“Jika aku berhasil memanah burung tersebut. Maka kita harus bitotama. Jika aku menang Dewi Kunti menjadi milikku. Jika kau menang, adikku Dewi Madrim menjadi milikku. Setuju?” Pandu menyetujui perjanjian tersebut. Sangkar dan burung disiapkan kembali. Narasoma akan membuktikan mulut sombongnya. BLARR!!! Ternyata, ia berhasil, bahkan lebih hebat, dia mengenai leher burung tersebut. Maka, Pandu dan Narasoma harus bertanding memperebutkan Dewi Kunti.
Pertarungan dimulai dengan adu panah. Keduanya memang terkenal jago panah. Tak ada panah yang mengenai tubuh lawannya masing-masing. Lalu pertandingan dilanjutkan dengan tangan kosong. Pukulan-pukulan sakti Pandu banyak merepotkan Narasoma. Tiba-tiba, dengan kekuatan yang luar biasa, Pandu mengangkat tubuh Narasoma, lalu dilemparkan kembali mengenai sebuah bangunan.
Narasoma sudah tidak sanggup melawan Pandu. Dia mengeluarkan ajian Candrabirawa, sebuah ajian berupa seorang raksasa yang keluar dari tubuh pemiliknya. Dulunya, ajian ini adalah milik mertuanya, Resi Bagaspati. Resi Bagaspati kemudian mewariskan ajian ini kepada menantunya, yang mengakibatkan dirinya meninggal. Sebelumnya, oleh Bagaspati, ajian ini tidak pernah digunakan olehnya. Kali ini Narasoma menggunakannya. Saat itu Pandu hendak menerkam kembali. Pada saat yang sama Narasoma sedang memanggil Candrabirawa. Seketika tubuh Pandu terhempas kebelakang. Dilihatnya seorang raksasa di belakang Narasoma, besarnya dua kali tubuhnya.
Pandu yang masih terheran segera bangun lagi. Serangannya makin kuat dan berbahaya. Namun, si raksasa sangat tangguh. Tiba-tiba, dari mulut si raksasa keluar semburan api. Tubuh Pandu lenyap ditelan api. Namun, api itu tak berartiapa-apa bagi Pandu. Ia segera mengirim lagi serangan balasan. Diangkatnya tubuh si raksasa, lalu dilemparkannya mengenai sebuah tugu, lantas tugutersebut hancur. Namun, tubuh si raksasa tidak mengalami luka sama sekali.  Karena putus asa, mencabut kerisnya. Secepat kilat, ia menghujam kerisnya ke arah perut si raksasa. Perut si raksasa mengocorkan darah. Hal yang aneh terjadi, setiap tetes darah si raksasa menjelma lagi menjadi kembaran si raksasa.
Kini, sekitar sepuluh orang raksasa melawan Pandu.  Pandu sedikit kewalahan. Ia kembali menyambar salah satu raksasa dan menusukkan kerisnya. Seperti yang tadi telah terjadi, tetesan darah si raksasa berubah menjadi raksasa yang sama. Kian lama, kini telah berates-ratus raksasa yang melawan Pandu. Pandu terlihat sudah sangat kewalahan.
Sementara itu, Yama Widura, adik Pandu, yang melihat kejadian tersebut merasa cemas. Begitupula kakaknya, Drestarastra. Drestarastra lalu mendapat ide, kemudian menyuruh Widura menyingkir beberapa langkah. Widura yang tahu akan kesaktian kakaknya segera menyingkir. Pandu melihat gelagat kakaknya yang akan membantu, juga menyingkir dari arena. Para raksasa mengejar Pandu. Pada saat itulah Drestarastra maju dan merapalkan Aji Kumbalageni, ditamparkan kepada para raksasa tersebut, dan hilanglah seketika. Pandu tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia berlari secepat kilat, menggebrak Narasoma yang hendak kabur. “Pandu Dewanata yang mahasakti, aku terima kalah. Adikku Dewi Madrim boleh menjadi milikmu.“
“Terimakasih, Narasoma. Sekarang baliklah ke negaramu.” Narasoma pulang ke negaranya, Mandaraka, untuk menjemput adiknya Dewi Madrim.
Sesampainya di Mandaraka, ternyata Dewi Madrim telah menunggu kakaknya dengan sabar. “Kanda Narasoma, bagaimana sayembaranya. Menangkah, Kanda?“
“Kebetulan Yayi Madrim telah menunggu di sini, sehingga Kanda tidak perlu mencari lagi.“
“Memang ada apa, Kanda?“
“Telah Yayi ketahui bahwa aku mengikuti sayembara di Mandura. Tetapi yang mendapat jodoh adalah Yayi Madrim sendiri.“
“Lho, kok aku? Enak saja Kanda main-main menjodohkan aku, memangnya aku ini kambing?“
“Lho, dahulu Yayi minta calon suamimu adalah pilihan Kanda. Ya sudah, tak apa-apalah, calonmu itu tampan dan sakti, lho, Yayi,”
“Memang bagaimana ceritanya sampai aku yang mendapat jodoh?”
“Aku mengakui kekalahan terhadap Pandu Dewanata dari Hastinapura.” Lalu tak lama Dewi Madrim diantar ke Hastinapura dan dipertemukan dengan Pandu. Ternyata Kunti dan Madrim merupakan sahabat lama, sehingga keduanya senang ketika bertemu dan tahu akan tinggal bersama. Akhirnya Narasoma balik ke Mandaraka dan hidup bersama Pujawati.
Pandu berada dalam perjalanan menuju Hastina. Namun di tengah jalan, ada seorang ponggawa lagi yang menghentikan lajunya. Ialah Sangkuni. Ia juga ingin mengikuti sayembara itu namun terlambat oleh Pandu. Merasa heran, Pandu hanya menantang Sangkuni beradu perang, dan tak lama pun Sangkuni kalah dan tersungkur. Kemudian Sangkuni disuruh kembali ke negaranya dan membawa kakaknya ke Hastina, dengan perjanjian yang sama.
Dewi Gandhari menyusul ke Hastina, bersama Arya Sangkuni. Pandu berencana memberi salah satu perempuan yang ia dapat kepada kakaknya, Destarastra. Juga sebagai terima kasih karena telah menemaninya ke Mandura bersama Widura. Setelah terjadi pemilihan oleh Destarastra yang buta, Gandhari secara mengejutkan terpilih. Ia telah memakai minyak ikan yang amis, namun tercium oleh Destarastra yang mengagem Aji Kumbalageni, jadi terasa harum. Kemudian, Gandhari pun menjadi istri Destarastra. Untuk kesetiaannya kepada calon suaminya, ia bersumpah tidak akan melihat sinar matahari lagi, jadi hanya akan membuka penutup mata pada malam hari.
Pandu telah bahagia mendapat dua istri sekaligus, dan dia tinggal di Hastina. Bhisma akhirnya menyarankan agar takha cepat diberikan kepada Pandu karena dia telah memiliki permaisuri. Maka dibuatlah penobatan Pandu, yang akhirnya berjalan dengan lancar. Kini Hastina memiliki raja baru yang pandai dan gagah.
Suatu ketika Pandu dengan istri-istrinya sedang berjalan-jalan ke hutan, bermaksud untuk berburu. Dia menemukan dua kijang dan berhasil memanah salah satunya. Namun ketika dipanah, mendadak sang kijang berubah menjadi seorang Begawan. Ternyata kijang tersebut adalah Begawan dengan istrinya yang mengubah ujud menjadi kijang agar lebih bebas dalam berhubungan badan, dan ketika sedang melakukan, Sang Begawan terpanah oleh Pandu. Akhirnya Sang Begawan mengucapkan kutukan terhadap Pandu yaitu ketika Pandu bersetubuh dengan istrinya maka seketika juga dia akan menemui ajalnya. Petir menggelegar tanda Dewata menjadi saksi kutukan tersebut. Pandu kembali kepada istrinya dan mengajak pulang ke istana.
Pandu memutuskan untuk mengasingkan diri sejenak ke hutan bersama kedua istrinya. Kemudian roda pemerintahan ia serahkan kepada Destarastra, kakaknya, untuk sementara. Walaupun dengan berat hati, Destarastra menerima itu dan melepas kepergian sang adik.
Yama Widura mendampingi Destarastra dalam menjalankan pemerintahan karena memang Widura yang pandai dalam hal itu, namun ia tidak mau menduduki takhta. Bhisma juga masih di sekitaran untuk mengawal segala sesuatu.
Dewi Gandhari, ia masih ditemani Sangkuni adiknya. Seakan juga telah menjadi keluarga Hastina, Sangkuni dengan setia selalu menemani kakaknya itu. Namun sepertinya kekecewaan yang lalu tak pernah benar-benar hilang. Jadi manusia Gandhara itu seperti duri dalam daging Hastina. Sangkuni sehari-harinya banyak berbincang dengan Gandhari tentang apa yang tidak akan diberitahu kepada keluarga Hastina. Pandu sudah tidak berkuasa, mereka sedikit tenang.
Suatu ketika Gandhari duduk bersemedi di ruangnya. Malam itu ia memohon kepada Dewata agar dikaruniai anak yang banyak. Ia mempunyai keinginan untuk terlindungi di masa yang datang, dengan proteksi dari anak-anaknya sendiri.
Hingga tiba Gandhari telah mengandung 9 bulan. Hari-hari akan melahirkan telah ia rasakan. Destarastra ikut berdebar menanti anaknya lahir. Namun malam itu datang ketika tidak ada yang bersiap. Gandhari sedang tak bisa tidur dan berjalan-jalan ke taman. Tiba-tiba ia merasakan sakit perut dan kandungannya keluar dengan cukup cepat. Namun apa daya ia melihat yang keluar hanyalah seonggok daging! Ia kecewa dan malah menendang daging tersebut. Makin ngeri lagi karena daging itu jadi terbagi-bagi. Detik itu ia mendengar suatu wangsit, untuk menutupi daging-daging tersebut dengan daun. Maka ia baru memanggil para dayang untuk mencarikan daun dan ditutupilah daging-daging itu. Kemudian mereka semua tidur dan menunggu pagi.
Paginya, dimulai dari seorang dayang yang kaget lalu diikuti sebagian besar warga istana yang sudah terbangun. Terdengar ramai sekali suara bayi di taman. Ternyata daging-daging tersebut sudah berubah menjadi bayi-bayi! Sekali lagi, dayang-dayang diperbantukan untuk mengangkut bayi-bayi tersebut. Dan setelah dihitung, jumlahnya pas 100. Ada satu yang khas, ia paling gagah dibanding yang lainnya. Gandhari menamainya Duryudhana. Kemudian ada satu lagi yang menjadi perhatian, ia paling besar dan gemuk, lalu diberni nama Dursasana. Juga ditemukan ternyata hanya satu yang perempuan, kemudian dinamai Dursilawati. Sisanya masih ada 97 bayi yang perlu diberi nama.
Hati Gandhari kini tenang. Ia merasa takjub doanya sejak berbulan-bulan lalu dikabulkan.

***

Latar kini di hutan. Kehidupan bagi Pandu sedikit berbeda, namun ia menikmatinya Bersama istri-istrinya. Suatu sore, Madrim sedang mandi dan terlihat oleh Pandu, sehingga tidak dapat menahan hasratnya. Madrim pun tak menolah dan di tengah mereka melakukan Pandu menemui ajalnya.
Kejadian tersebut sebenarnya hanya tinggal menunggu waktu. Begawan Abiyasa di Saptaarga telah waspada akan hal tersebut. Ia kemudian menyarankan kepada Ibu Suri Setyawati untuk memohon kepada Dewata untuk istri Pandu diberi keturunan. Kemudian Batara Guru mengutus para Dewa untuk membuahi Rahim istri Pandu.
Pada tahun pertama, Batara Dharma turun untuk memberikan benih kepada Kunti. Kemudian setelah sembilan bulan, Kunti melahirkan. Bayinya cakap dan terlihat tenang. Kedua kali, Batara Bayu juga memberikan benihnya kepada Dewi Kunti.  Setelah waktunya melahirkan, Kunti melahirkan sebuah bola, yang tak bisa dibuka, sangat kuat. Di kemudian hari bola itu bisa dibuka oleh seekor gajah, bernama Gajah Sena.
Ketiga kali, Batara Indra menurunkan kepada Kunti. Yang ketiga ini bayinya sangat cakap. Kemudian untuk Madrim, yang menjadi penyebab meninggalnya Pandu, Dewata memberikan dewa kembar yang akan memberikan benih dua putra bagi Madrim. Batara Aswan dan Aswin turun untuk membuahi Dewi Madrim, dan ketika lahirnya juga kembar.
Putra Prabu Pandu Dewanata ini menjalani kehidupan di hutan, di kemudian hari kelima putra ini disebut Pandawa. Yang tertua dinamakan Yudhistira, ia tumbuh menjadi anak yang taat dan berperilaku baik. Sebagai yang tertua, dapat mengayomi adiknya agar hidup rukun. Yang kedua tumbuh menjadi seorang yang tinggi besar, setelah keluar dari bungkus dan bertarung dengan Gajah Sena. Tubuhnya sangat keras dan tenaganya sangat kuat, di jarinya ia memiliki kuku Pancanaka yang berasal dari gading Gajah Sena.
Putra ketiga Pandu bernama Arjuna. Sejak kecil sudah terlihat cakap dan memiliki kharisma tersendiri. Ia suka berlari ke sana ke mari dan lincah, serta memiliki keinginan yang kuat. Kemudian dua putra Dewi Madrim diberi nama Nakula dan Sadewa. Setelah bertahun-tahun, kelima putra tersebut tumbuh dewasa dan dinamakan Pandawa. Mereka kembali ke Hastina, dan bertemu Kurawa, saudara sepupu mereka yang lebih tua setahun dari Pandawa tertua, Yudhistira. Pandawa dan Kurawa dirawat dan dibesarkan dalam bimbingan Bhisma, dan diajari ilmu tentang kehidupan.

***

Pandawa dan Kurawa sedang bermain bola di lapangan. Suatu kesempatan bola yang mereka pakai jatuh ke sumur. Mereka terdiam dan tak sedikit yang bicara bernada menyalahkan, terutama dari para Kurawa. Mereka tak ada yang bisa mengambilnya. Kemudian di bawah pohon terlihat sesosok tubuh pria sedang duduk, dan menyindir para putra istana yang tak dapat mengambil bola. Kemudian pria itu melemparkan daun yang ujungnya tajam dan masuk ke dalam sumur, begitu seterusnya hingga daun itu saling menancap dan bola dapat diambil dari sumur. Pandawa dan Kurawa terkagum.
“Kalian para putra Hastina tidak bisa mengambil bola itu?”
“Paman sepertinya bisa mengajari kami.”
“Bawa saya kepada eyang kalian, Resi Bhisma.”
Sambil membawa bola yang telah kembali, putra Hastina mengawal sesosok pria bertubuh bungkuk itu menghadap Resi Bhisma. Ternyata Resi Bhisma mengenalnya, ialah Bambang Kumbayana. Orang telah mengenalnya sebagai Resi Dorna. Ilmunya telah tinggi, hampir setara Resi Bhisma, kekurangan tubuhnya kini tak membuat dirinya berkurang kemampuannya. Akhirnya Resi Dorna diangkat menjadi guru putra Hastina. Pandawa dan Kurawa yang masih beranjak remaja disatukan oleh guru agung untuk digembleng ilmu yang tinggi. Namun massa depan mereka tergantung oleh mereka sendiri, yaitu tingkat kemampuan mereka menerima ilmu.

Komentar

  1. http://taipannnewsss.blogspot.com/2018/01/4-cara-perbaiki-kesan-pertama-yang-gagal.html
    http://taipannnewsss.blogspot.com/2018/01/jangan-kuncir-rambut-saat-berkeringat.html
    http://taipannnewsss.blogspot.com/2018/01/semua-hal-yang-perlu-anda-ketahui.html

    QQTAIPAN .ORG | QQTAIPAN .NET | TAIPANQQ .VEGAS
    -KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
    Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
    Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
    1 user ID sudah bisa bermain 7 Permainan.
    • BandarQ
    • AduQ
    • Capsa
    • Domino99
    • Poker
    • Bandarpoker.
    • Sakong
    Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
    Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
    customer service kami yang profesional dan ramah.
    NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
    Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
    Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
    • WA: +62 813 8217 0873
    • BB : D60E4A61
    • BB : 2B3D83BE
    Come & Join Us!

    BalasHapus

Posting Komentar