Cerita Wayang: Raja Purwa Carita



Batara Wisnu turun ke Marcapada, ia sedang menjalani hukuman dari Sanghyang Jagatnata, ayahnya. Di samping itu, ia akan membantu menyebarkan kedamaian di muka bumi. Ia memperistrikan Dewi Sriyuwati, lalu ia tinggal bertapa. Setelah cukup lama bertapa, ia dikenal dengan nama Resi Setmata, dan mempunyai cukup banyak murid.

***

Sanghyang Jagatnata penguasa jagat raya, ia telah memilik keturunan yang juga menjadi dewa. Mereka semua bersemayan di Kahyangan Suralaya. Dunia tempat manusia biasa tinggal disebut Marcapada. Pada awal kisah pewayangan, Sanghyang Jagatnata bersama anak-anaknya seringkali langsung turun ke Marcapada untuk membereskan hal yang terjadi. Pelaku kedamaian maupun bibit angkara murka sudah mulai tumbuh.
Kembali kepada kisah Batara Wisnu. Ada salah satu muridnya yang sangat tekun, namanya Mpu Gopa. Ia juga petapa yang telah memiliki ilmu tinggi. Suatu kali Mpu Gopa didatangi Prabu Watugunung, raja termahsyur dari Gilingwesi. Kekuasaannya paling luas di Marcapada, dan sangat disegani kerajaan lainnya. Mpu Gopa dimintai pendapat tentang mimpinya, lalu Sang Mpu menerjemahkan bahwa akan terjadi malapetaka dalam Kerajaan Gilingwesi, dikarenakan Sang Raja telah berbuat dosa besar.
Prabu Watugunung tak menyadari dosanya, maka dari itu ia heran dan malah marah. Mpu Gopa dibunuhnya, walau sesaat kemudian ia menyesal, karena ia jadi tidak bisa meminta pendapat Sang Mpu lagi untuk mengantisipasi malapetakanya. Perlu diketahui, sebagai maharaja yang termahsyur, Prabu Watugunung memiliki banyak taklukan, dan memperistri banyak putri. Terakhir ia datang kepada Prabu Drata untuk meminang Dewi Drati adiknya. Di perjalanan pulang, Prangbakat, adik Watugunung tersesat di hutan. Ia malah bertemu sesosok perempuan cantik jelita, dan ia hendak membawanya kepada kakaknya. Namanya Dewi Shinta, sebenarnya ia adalah ibunda Watugunung sendiri yang bernama Dewi Basudari. Namun Watugunung maupun Dewi Shinta tak mengenali satu sama lain karena Dewi Shinta tidak bertambah tua dan Watugunung telah dewasa serta tak memakai lagi nama kecilnya, Wudug. Maka terjadilah dosa besar di mana anak menikahi ibunya sendiri. Mereka telah dikaruniai anak bernama Radea.
Kembali ke kesadaran Prabu Watugunung akan malapetaka yang akan menimpa negaranya. Sekembalinya ke Gilingwesi, benar terjadi tanda-tanda malapetaka itu. Rakyatnya jadi tidak sejahtera akibat kekeringan berkepanjangan, dan berbagai masalah terjadi. Suatu kali, Dewi Shinta menyadari bahwa Sang Raja adalah anaknya sendiri, dilihat dari bekas luka di pundaknya. Lalu ia meninggalkan Watugunung dengan berdalih mendapat wangsit dari Dewata.
Atas kesengsaraannya itu Watugunung malah berniat menyerang Suralaya, merasa tidak adil dengan kehidupannya. Balatentara Dewata melawan, namun ternyata Prabu Watugunung tidak bisa dikalahkan. Kemudian Sanghyang Jagatnata menyuruh Batara Narada memanggil Resi Setmata, karena hanya ialah yang dianggap bisa membendung Prabu Watugunung. Lalu Resi Setmata melesat ke Suralaya dan menghabisi balatentara Gilingwesi dengan senjata Cakram. Kemudian Prabu Watugunung berduel satu lawan satu dengan Resi Setmata. Watugunung dapat bertiwikrama menjadi raksasa, sehingga ukuran tubuhnya mengungguli Resi Setmata. Namun tak lama kemudian, Resi Setmata yang merupakan Batara Wisnu tersebut juga bertiwikrama, lebih besar daripada Watugunung. Dengan duel tersebut, akhirnya Prabu Watugunung menyerah. Sebelum ia mati, ia minta 3 permohonan kepada Resi Setmata, yang akhirnya dikabulkan. Kemudian, Prabu Watugunung menaiki kereta Batara Surya dan melompat ke laut hingga moksa.
Prabu Watugunung telah tiada, saudara-saudaranya yang tak sedikit pun banyak yang gugur. Dewi Basudari pun kembali naik ke Swargaloka, bersatu dengan ayah Watugunung, Prabu Palendra. Kini Kerajaan Gilingwesi diserahkan kepada Batara Brahma yang juga diperintahkan turun ke Marcapada. Ia bergelar Prabu Brahmaraja. Kemudian Resi Setmata juga diangkat menjadi raja di Medang Kamulan, bergelar Prabu Wisnupati. Dewi Sriyuwati diizinkan tinggal di Medang Kamulan, juga anak mereka yang telah beranjak remaja, Srigati. Dua dewa telah turun tangan menjalani kehidupan di Marcapada kini, hingga menunggu keturunannya melanjutkan apa yang mereka tanamkan untuk kedamaian dan kesejahteraan. Kemudian kisah pewayangan akan terus berlanjut.

Komentar