Cerita Wayang: Dewi Subadra Larung
Langit
menunjukkan kecerahannya di Negara Hastinapura pada saat itu. Keadaan rakyat
sedang aman, tidak ada masalah apa-apa. Namun, tampaknya tak begitu dengan
keadaan di keraton, tempat para pejabat dan sesepuh bersemayam. Prabu Duryudhana,
saudara Kurawa tertua sekaligus Raja Hastina, sedang duduk termenung di
singgasananya. Ia tak terlalu gembira, seperti ada yang dipikirkannya.
Suatu ketika, Resi Dorna memberanikan diri menegur Sang Prabu. “Angger Prabu
Duryudhana, murid Eyang, mengapa beberapa hari ini kok muka Raden murung
begitu? Apakah Raden terkena musibah atau bagaimana?”
“Begini, Eyang Resi. Rama Prabu Salya bilang adik iparku Burisrawa pergi dari
istana Mandaraka tanpa izin beberapa hari yang lalu, dan sampai sekarang belum
kembali,” jawab Sang Prabu. Tiba-tiba, penghuni keraton lainnya ikut
menghampiri Sang Prabu untuk menghibur. Yang datang ada Arya Sangkuni, Adipati
Karna, dan beberapa adik Kurawa, seperti Dursasana, Durmuka, dan sebagainya.
“Nah, yang
lain sudah datang. Coba sekarang Raden Duryudhana mengadu kepada yang lainnya,”
kata Resi Dorna.
“Peristiwa
ini dimulai dari tindakan Burisrawa yang melamar Dewi Wara Subadra yang sudah
menjadi istri Yayi Arjuna, dan tentu Subadra menolaknya. Sejak itu dia tampak
selalu murung, dan terakhir dia dilaporkan meninggalkan istana tanpa kabar,”
jelas Duryudhana.
“Mungkin dia
mencoba pergi ke Dwarawati atau ke Amarta.” Adipati Karna ikut menimpali.
“Iya, ke
Dwarawati aku sudah mengirim utusan, namun tidak ada Burisrawa. Coba saja ke
Madukara, mungkin Subadra sedang berada di Madukara,” usul Duryudhana.
“Baiklah,
Kanda. Biar saya saja disertai beberapa pengawal yang berangkat ke Madukara.”
“Terima
kasih Kanda Adipati atas kesediaanmu.”
“Sekarang
juga saya akan berangkat, Kanda Prabu.” Adipati Karna langsung pamit hendak
keluar istana memanggil beberapa pengawal. Setelah semuanya dipersiapkan,
Adipati Karna berangkat dengan menaiki kuda, dikawal oleh sepasukan prajurit.
Sementara
itu, ternyata Burisrawa sedang berjalan tak tentu arahnya. Ia masih patah hati
karena lamarannya ditolak Subadra. Kini, ia sedang berada di suatu rimba yang
terkenal angker, karena rimba tersebut merupakan wilayah Negara Seta Gandamayi,
negaranya Batari Durga. Di sana Burisrawa terus menangis sambil berjalan
kesana-kemari. Sampai akhirnya ia lelah dan duduk di suatu pohon yang besar dan
sangat tinggi. “Oh, Subadra, pujaan hatiku, mengapa engkau menolak cintaku,
Subadra? Apakah kau tak tahu, aku ini sangat cinta kepadamu.” Begitulah gumam
Burisrawa.
“Biarlah aku
dimakan binatang buas dan mati di rimba ini, daripada aku harus hidup tanpa
didampingi oleh Subadra.” Saat itu, Burisrawa melihat seekor singa sedang
mendekat kepadanya. Namun, singa itu lantan kabur. “Mengapa dia kabur? Hei,
singa, makanlah aku! Dagingku banyak dan sedap untuk dimakan! Hai!”
Burisrawa
kembali berjalan-jalan tak tentu tujuan. Tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah
goa yang cukup untuk dimasuki seorang raksasa seperti dirinya. Lalu ia bergegas
menuju ke sana. Ia bertekad untuk bertapa, dengan harapan Dewata menolongnya.
Begitu sampai di goa, ia langsung duduk bersila, tangannya bersedekap,
memejamkan mata, dan khusu bertapa, menutup semua pancaindra.
Tiba-tiba,
terdengar suara kilat disertai petir menyambar bumi, suatu tanda akan terjadi
hujan. Ternyata benar, tak lama kemudian, hujan deras turun. Sangat mengerikan
keadaannya seperti itu. Burisrawa yang sedang bertapa juga tak luput dari
gangguan yang menyeramkan. Dalam bayangannya terlihat banyak siluman dan
genderewo disertai jeritan dan teriakan yang mengerikan. Namun, Burisrawa tetap
sabar.
Ternyata
anak buah Batari Durga. Lalu Burisrawa dibawa ke istana Seta Gandamayi, dan
ditemui oleh Batari Durga. Burisrawa menceritakan apa yang dialaminya, dan
malah diberi kekuatan oleh Batari Durga, dibantu agar dapat melaksanakan
keinginannya. Lalu Burisrawa berangkat menuju Kadipaten Madukara, untuk menemui
Dewi Subadra, kali ini menggunakan kesaktiannya.
Tak lama
Burisrawa telah berada di dalam keputren, dan mencari tempat Subadra berada.
Tak lama pula Burisrawa telah berada di depan kamar Subadra dan menemukannya.
Subadra sangat terkejut dan ketakutan melihat ada sosok yang tiba-tiba muncul.
Ia langsung mengusir Burisrawa, namun itu tak mengubah apa-apa. Subadra
langsung menghindar dan menghindar saja. Burisrawa malah mengancam dengan
memakai keris, untuk menggores Subadra agar cacat dan Arjuna tak mau lagi
dengannya. Namun yang terjadi adalah Subadra menabrakkan dirinya ke arah keris
itu dengan nekat. Subadra tewas, bersimbah darah. Burisrawa menjadi panik
sendiri, lalu memilih keluar keputren dan dari Madukara. Srikandi murid Arjuna
sempat mendengar jeritan dari kamar Subadra dan langsung menengok apa yang
terjadi. Ia kaget, dan mencari pelakunya, namun tak menemukan apa-apa.
Hari esoknya
kebetulan Arjuna telah kembali ke Madukara, dan memang karena ia sedang
diliputi rasa waswas meninggalkan Madukara terlalu lama. Selain ada istrinya, Subadra,
ia juga mesti sering-sering menengok anaknya yang baru lahir dari rahim Subadra,
mereka namakan Abimanyu atau Angkawijaya. Namun ia sampai ketika semuanya telah
terjadi. Melihat Srikandi kebingungan dan diliputi rasa marah dan sedih, Arjuna
langsung menghampiri dan seisi keputren sudah bersedih. Ternyata di sana Sri
Kresna dan Baladewa sudah hadir.
Arjuna
sangat bersedih. Bagaimana tidak, Subadra adalah istri pertama dan yang paling
dicintainya. Arjuna meminta bantuan Sri Kresna untuk menghidupkan kembali
Subadra dengan Wijayakusuma. Walaupun Sri Kresna sempat menolak, namun akhirnya
ia bersedia. Namun Wijayakusuma tak berfungsi pada Subadra, di samping Sri
Kresna memang tidak membaca mantranya. Lalu Sri Kresna memberi tahu apa yang
dia alami, bahwa semalam ia didatangi ruh Dewi Subadra, yang mengatakan ia
minta dilarung di sungai, jasadnya.
Kemudian
hari berikutnya upacara larung jasad Dewi Subadra berlangsung. Semua
menyaksikan, dengan perahu yang membawa jasad Dewi Subadra mulai dialirkan ke
sungai. Pandawa telah berkumpul. Sri Kresna memanggil Gatotkaca, ia berbisik
untuk mengawasi perahu Dewi Subadra sepanjang sungai, karena ia memiliki
rencana tersendiri. Gatotkaca menyanggupi dan ia mulai mengikuti perahu itu
sepanjang perjalanan, mengawasinya dari langit.
***
Alkisah di
Kerajaan Jangkarbumi, tinggal seorang pemuda gagah. Ia masih muda, namun pernah
menjadi jago Dewata untuk mengalahkan raja Jangkarbumi, hingga kini ia yang
menguasai wilayah tersebut. Wilayah Jangkarbumi berada di bawah tanah. Pemuda
tersebut pun memiliki kemampuan untuk menembus dasar bumi dan kembali ke
permukaan lagi dalam waktu cepat. Ialah Antareja, putra Dewi Nagagini dengan
Pandawa nomor dua, Bima. Bima bertemu Nagagini beberapa saat sebelum membabat
hutan Wanamarta, dan sempat dinikahkan oleh Sanghyang Antaboga lalu tinggal
sebentar di tempatnya. Namun Bima harus kembali kepada saudaranya karena memiliki
tugas yang harus diemban.
Sekitar sembilan
bulan kemudian, Dewi Nagagini melahirkan seorang anak. Sanghyang Antaboga
menamakannya Antareja. Ia dibesarkan oleh ibunya bersama kakeknya, dan diberi
kesaktian yang mumpuni dari kakeknya. Ia tak seperti anak lainnya, tubuhnya
begitu cepat dewasa. Dan ia sudah bisa menjadi jago Dewata dalam mengalahkan
raja Jangkarbumi. Setelah berhasil, Jangkarbumi menjadi miliknya, dan
tinggallah ia di sana.
Namun sudah
beberapa tahun ia menetap namun belum pernah bertemu sosok ayahnya. Pada suatu
kesempatan ia mengunjungi ibunya dan bertanya perihal ayahnya. Ibunya
berdiskusi dengan Sanghyang Antaboga apakah sudah tepat untuk memberi tahu ayah
dari Antareja. Sanghyang Antaboga mengizinkan Antareja untuk mencari ayahnya,
yang bernama Bima atau Werkudara yang sekarang berdiam di Kadipaten Jodipati di
Amarta. Sebelum berangkat, Antareja dibekali lagi beberapa pusaka dan kesaktian
olek kakeknya.
Antareja
berjalan dan menerobos dasar bumi untuk menuju Amarta, namun ia belum tahu
letaknya. Suatu ketika ia melewati sebuah sungai, ia melihat ada sosok wanita
yang tertidur seperti terhanyut. Tak lain sosok itu adalah Dewi Subadra. Namun
setelah mendekat, ia menyadari bahwa wanita itu telah wafat. Lalu tiba-tiba ia
seperti mempunyai firasat bahwa ia harus menghidupkan wanita itu. Maka dengan
menggunakan salah satu pusaka dari kakeknya, Subadra hidup kembali.
Gatotkaca
yang menjalankan tugas pengintaiannya dari tadi dengan cermat memperhatikan
kejadian tersebut, dan menunggu saat yang tepat untuk bertindak. Begitu Subadra
terlihat bangun lagi, Gatotkaca langsung turun ke sungai dan menubruk tubuh
Antareja hingga terlempar. “Siapa kau pemuda? Tanpa sebab menyerangku.”
“Justru
siapa kau pemuda berani mendekati bibiku?!” Kemudian Gatotkaca melanjutkan
penyerangan. Antareja meladeninya. Kemudian segala keterampilan bertarung di
antara mereka digunakannya, namun belum ada yang terdesak. Gatotkaca sangat
heran, baru kali ini ada orang yang memiliki tubuh sekebal ini dan dapat
bertahan dari pukulan mautnya. Antareja juga kagum dengan kehebatan Gatotkaca
dalam mengimbangi dirinya. Akhirnya pada suatu kesempatan, Antareja dapat
memukul jatuh Gatotkaca, dan ketika hendak menyerang lagi, Subadra yang telah
bangun melerai mereka.
“Hei,
mengapa kalian saling bertarung? Gatotkaca, aku di mana?”
“Ternyata
Bibi masih hidup, syukurlah.”
“Aku yang
menghidupkannya lagi, Ksatria.”
“Siapakah
engkau Ksatria sakti mandraguna, yang telah menyembuhkanku?”
“Perkenalkan
Dewi, aku Antareja dari Jangkarbumi, sedang mencari ayahku Bima dari Amarta.”
“Hei, siapa
kau mengaku putra Bima? Aku putra Bima!”
“Aku putra
Dewi Nagagini dan cucu Sanghyang Antaboga.” Gatotkaca terkejut mendengar ia
punya saudara. Ia cukup percaya karena telah merasakan kekuatannya yang bisa
mengimbangi dirinya. Namun ia ingin meyakinkan bahwa mereka sepaham, membantu
bibinya Dewi Subadra untuk mencari pembunuhnya. Subadra mengatakan bahwa yang
membunuhnya adalah Burisrawa dari Mandaraka. Kemudian keduanya pergi mencari
Burisrawa. Subadra ikut serta.
Antareja
memakai kesaktiannya dan tak lama mereka menemukan Burisrawa, yang asih
bersedih di bawah pohon, atas penyesalannya membunuh Dewi Subadra. Kemudian
Antareja langsung menyambar tubuh Burisrawa, begitu pula Gatotkaca. Akhirnya
mereka berdua menghajar Burisrawa yang belum siap dan masih terheran dengan
serangan tiba-tiba tersebut. Akhirnya Burisrawa menyerah, Subadra pun
menyarankan kedua pemuda itu untuk menangkap saja Burisrawa dan dibawa ke
Amarta.
Pada saat
itu Prabu Sri Kresna telah sampai di lokasi bersama Arjuna dan Bima. Setelah
mengetahui ceritanya, Sri Kresna menyarankan kembali ke Amarta, Arjuna bahagia
karena istri tercintanya dapat hidup kembali, dan Antareja memperkenalkan
dirinya kepada ayahya dan pamannya. Bima teringat kepada Dewi Nagagini yang
sudah cukup lama tak ia kunjungi, dan kaget anaknya sudah bertumbuh cepat.
Kemudian semuanya kembali ke Amarta.
Kalo kisah kepahlawanannya dewi subadra ada nggak?? Penting.. Buat tugas
BalasHapus