Cerita Wayang: Lahirnya Rahwana



Semesta pewayangan bukan tidak mengalami huru-hara sebelum datangnya Rahwana Dasamuka Sang Angkara Murka terdahsyat sepanjang sejarah. Namun era Rahwana merupakan zaman terdahsyat. Dan sebelum semua itu, inilah cerita bagaimana semua itu dimulai, dari sebelum kelahirannya hingga tahulah kita terhadap sifat Sang Angkara Murka itu.
Tersebutlah ada suatu negara bernama Paleburgangsa yang subur makmur gemah ripah loh jinawi. Ketika menjadi raja adalah Prabu Somali. Ia berwujud raksasa, tetapi berbudi luhur tidak seperti raksasa lain yang biasanya menjadi bibit angkara murka. Sejak ayahnya, Prabu Suksara, meninggal, ia naik takhta meneruskan langkah ayahnya. Ia memiliki 4 anak, yaitu Detya Polasia, Jambu Mangil, Detya Prahasta, dan Dewi Sukesih. Dewi Sukesih wujudnya berupa manusia. Kecantikannya tak kalah bidadari di kahyangan. Usianya sudah cukup matang, begitu banyak raja-raja yang meminangnya, namun selalu ia tolak. Sebab ia hanya mau bersuamikan orang yang mengagem Aji Sastra Jendra Yuningrat, suatu ilmu dahsyat yang bisa dipahami oleh manusia.

Komik Lahirya Rahwana karya R.A. Kosasih.

Suatu ketika, giliran Prabu Wreksasena dari Magadha ingin meminang Dewi Sukesih. Ia datang ke Paleburgangsa dengan membawa hadiah untuk menyenangkan pihak keluarga kerajaan. Namun, seperti raja yang lain, ia ditolak. Prabu Wreksasena tidak percaya dan ingin mendengar dari mulut Sukesih sendiri. Lalu Detya Polasia, Jambu Mangil, dan Detya Prahasta pergi ke perkemahan Magadha dan mengusir Prabu Wreksasena dengan cara kasar. Marah diperlakukan demikian, Prabu Wreksasena balik menyerang ketiga putra Somali tersebut. Akhirnya, terjadilah pertempuran hebat. Tetapi, tak lama datanglah Prabu Somali untuk melerai. Ia memarahi putranya karena telah mengusir Prabu Wreksasena dengan cara kasar. Ia menceritakan keinginan putrinya yang hanya mau mempunyai suami yang mengagem Aji Sastra Jendra Yuningrat. Terhenyuk sebentar, lalu Prabu Wreksasena bertanya, “Apakah Paman Prabu tahu siapa orang yang mengagem ajian tersebut?“
“Setahuku di Marcapada ini hanya Begawan Wisarawa yang memilikinya, dia berdiam di Gunung Gokarna.“ Maka, Prabu Wreksasena langsung pergi ke Gunung Gokarna.
Sebenarnya Begawan Wisarawa adalah sahabat Prabu Somali, dan mengetahui putrinya hanya ingin menikahi laki-laki yang menguasai ilmu tersebut, Prabu Somali hanya berharap kepada Begawan Wisarawa kepada siapa ia bersedia menurunkan ilmu tersebut, karena ilmu itu bukan sembarang ilmu, dan dia sendiri pun setengah hidupnya mempelajari ilmu tersebut.

***


Ringkasnya, sampailah Prabu Wreksasena bersama pasukannya di Gunung Gokarna. Dengan mengeluarkan Aji Bayusaketi, Prabu Wreksasena mengitari Gunung Gokarna. Akhirnya, ditemukanlah pertapaan tersebut. Ia sudah mengenal Begawan Wisarawa, pada saat masih menjadi raja di Lokapala. Pada saat itu, dia masih kanak-kanak.
Ia memanggil-manggil Begawan Wisarawa. Tak lama, muncullah dari dalam seseorang yang berjubah. Dialah Begawan Wisarawa. Wajahnya tenang, masih tampak muda, walaupun usianya hampir menginjak satu abad. Karena ia mengagem Aji Janasakti. Lalu Prabu Wreksasena langsung mengutarakan maksudnya kepada Begawan Wisarawa. “Ini bukan ilmu yang murahan, Wreksasena. Memahaminya perlu tekad khusus dan tak main-main. Apalagi hanya untuk seorang gadis.”
Prabu Wreksasena agak memaksa, dan akhirnya terjadi percekcokan. Ia ingin menguji Aji Sastra Hendra Yuningrat. Ia melesatkan anak panahnya ke arah Begawan Wisarawa. Namun, panahnya sama sekali tidak mempan di depan Sang Begawan. Maklum, pengalaman Prabu Wreksasena masih jauh di bawah Sang Begawan. Lalu Prabu Wreksasena kembali ingin mengujinya. Ia mengeluarkan trisula miliknya dan diseranglah Begawan Wisarawa. Pada suatu kesempatan berhasil menghujam tubuh Sang Begawan, yang kali ini tampak bisa melumpuhkannya. Beberapa saat, Sang Begawan terlihat tak berkutik. Wreksasena sempat merasa bersalah. Namun tak lama kemudian Sang Begawan bangun lagi, dan lukanya tak bersisa.
Begawan Wisarawa
Prabu Wreksasena kagum dan waspada dengan kehebatan Aji Sastra Jendra Yuningrat. Namun ia salah, yang membuat Sang Begawan sembuh kembali adalah Aji Rawarontek, yang membuat ia akan sembuh dan hidup lagi jika masih menyentuh bumi. Ini yang membuat Begawan Wisarawa masih hidup di usianya yang panjang ini. Kali ini Prabu Wreksasena mengeluarkan Aji Sewubraja, ajian sangat berat, batu-batu di sekitar dapat dirobohkan. Tubuh Begawan Wisarawa tertimbun batu-batu besar. Suasana hening sejenak. Tak ada tanda-tanda kehidupan Begawan Wisarawa. DHUAR!! Tiba-tiba Begawan Wisarawa muncul merusak timbunan batu-batu tersebut. “Wreksasena, kau ini tidak bisa berdamai ya,“ Wreksasena ambruk sekali pukul oleh Wisarawa. “Tobat, Eyang Begawan. Saya minta maaf. Kini saya rela dia menikah dengan orang lain.“ Lantas Prabu Wreksasena langsung pergi.
 



***


Kita beralih ke negara Lokapala, yang tadi sudah sempat disebut. Sepeninggal Begawan Wisarawa, Prabu Lokapala adalah Danaraja, putranya. Ia masih membujang. Ternyata ia juga tertarik kepada Dewi Sukesih. Namun, ia belum tahu tentang permintaan Sang Dewi, yaitu Aji Sastra Hendra Yuningrat. Kini ia akan melamar putri Paleburgangsa tersebut. Sebelumnya, ia berunding dulu dengan kedua patihnya. “Paman Patih, bagaimana pendapat kalian berdua jika aku meminang Dewi Sukesih?“
“Ayahnya seorang raksasa, begitu pula saudara-saudaranya, tetapi putri itu sangat cantik.“
“Namun ayahnya walau berujud raksasa tetapi ia seorang yang arif bijaksana.“
“Lagipula Paman Somali adalah teman karib Rama Begawan ketika masih remaja. Kini bawalah emas berlian sebanyak-banyaknya. Tentu Paman Somali akan senang dengan kedatangan Paman Patih.“
“Apakah Gusti Begawan telah diberi tahu? Kalau belum, sebaiknya diberi tahu terlebih dahulu oleh Gusti.“
“Itu soal mudah, nanti aku sendiri yang akan pergi ke pertapaan. Lagipula Rama Begawan pasti menyetujuinya.“
“Bahkan malah telah mengharapkan sejak lama, Gusti.“
“Bisa jadi, karena dahulu aku sering dipertemukan dengan Dewi Sukesih.“
“Baiklah, saya harus segera mempersiapkan emas berlian.“
“Mohon pamit mundur, Gusti. Semoga cita-cita Gusti terlaksana.” Malamnya, Danaraja menulis surat untuk diantar kepada Prabu Somali. Keesokan harinya, kedua patih itu berangkat ke Paleburgangsa.
Beberapa hari kemudian, mereka sampai di Paleburgangsa. “Gusti Prabu Somali. Saya mengantarkan surat dari Gusti Prabu Danaraja.” Prabu Somali sangat girang. Memang ini lamaran yang ditunggu-tunggunya. Mengingat ayahanda Prabu Danaraja adalah teman karibnya dahulu. Selain itu, Begawan Wisarawa juga merupakan satu-satunya orang di Marcapada yang mengagem Aji Sastra Hendra Yuningrat. Ia langsung menemui putrinya di keputren.
“Anakku Sukesih, kali ini kau tidak boleh menolaknya, harus menerimanya.“
“Ada apa, Rama Prabu?“
“Prabu Danaraja melamarmu. Aku tahu benar, ayahnya adalah pengagem aji tersebut. Terimalah, anakku.“
“Tetapi yang kuinginkan suamikulah yang memilikinya, bukan ayahnya.“
“Ya mudah saja, putriku. Tentu ayahnya akan menurunkan ajian itu kepadanya, lalu dia menurunkannya kepadamu “
“Baiklah, Ayah. Kuterima saja, asal benar ajian itu sampai kepadaku.”
Prabu Somali lalu memberi tahu kedua patih tersebut bahwa beliau menerimanya. Berita itu tak lama sampai di telinga Prabu Danaraja. Lalu, Danaraja memberi tahu ayahnya, sekaligus untuk meminta restu.
Danaraja sowan ke Gunung Gokarna, meminta restu dan menjelaskan keinginan Dewi Sukesih tersebut. “Aku sudah tahu, Danaraja. Gadis itu mempunyai keinginan yang keras, padahal ilmu itu jauh lebih tinggi di atas yang ia kira.”
“Maka tolonglah demi anakmu, Rama. Kau tahu putri itu tidak ada jalan lain karena yang memilikinya hanya dirimu.”
Akhirnya Wisarawa menuruti permintaan anaknya, ia sendiri yang akan mewariskan kepada Sukesih, lalu nanti mengabari kepada Danaraja. Ia bertamu ke Paleburgangsa, untuk mengajarkan Aji Sastra Hendra Yuningrat kepada Dewi Sukesih. Bertemu sahabat lama, Prabu Somali, ia begitu senang. Keduanya telah begitu uzur sekarang, dan sama-sama memiliki anak yang masih melajang saja. Ia melihat Sukesih, tak terkira, sudah lama tak bertemu, Sukesih telah tumbuh dewasa dan begitu cantik. Tak salah banyak para raja dan pangeran menginginkannya. “Mari, Sukesih, kuajarkan ilmu itu, kuharap kau cukup mampu menampungnya, karena ilmu ini sangat tinggi.”
Begawan Wisarawa dan Dewi Sukesih masuk ke kamar, untuk melakukan pengajaran ilmu tinggi itu. Dengan khidmat mereka tertib menjalaninya. Namun, Dewata ternyata tidak suka dengan sikap Wisarawa tersebut, dianggap menodai kesucian ilmu tersebut. Batara Guru lalu mengutus Batara Kamajaya dan istrinya, Batari Kamaratih, untuk menyatukan Wisarawa dan Sukesih menjadi suami-istri, agar penyampaian ilmu tersebut terbatalkan.


Kamajaya dan Kamaratih merasuk, tanpa sepengetahuan mereka di dalam kamar yang sunyi tersebut. Tak lama berselang, Sukesih mulai merasakan ada yang aneh dalam tubuhnya. Ia menjadi tak semangat lagi menerima ilmu tersebut. Hatinya mulai tertarik oleh kecapakan wajah Begawan Wisarawa. Dirinya mulai melakukan tindakan yang berani. Sukesih mendekati Wisarawa, “Kanda, aku akan menyerahkan diri kepada orang yang benar-benar aku cintai.”

“Apa maksudmu, Sukesih?” Sukesih garapan Kamaratih ini terus menggoda dan mendekati Wisarawa. Sukesih mulai menyentuhnya, dan sebagian pakaiannya tersingkap hingga memperlihatkan pahanya. Wisarawa juga mulai merasakan hal yang aneh dalam dirinya. Sudah lama ia tak berhubungan dengan wanita. Ibu Danaraja telah meninggal, dan ia telah berpuluh tahun menetap sendirian di pertapaannya. Baru kali ini lagi ia dihadapi seorang wanita cantik jelita dari dekat.
Akhirnya, Wisarawa pun luluh. Ia juga tak bisa menahan nafsunya di hadapan moleknya wanita yang terus menggodanya ini. Mereka lalu berciuman, dan perlahan-lahan menanggalkan pakaian yang melekat pada diri mereka. Kulit yang mulus mulai saling dielusnya. Dan akhirnya dalam kamar yang sunyi, di atas ranjang yang empuk, keduanya melampiaskan nafsu yang tak dapat ditahannya. Berahi memuncak, hingga Wisarawa memasuki Sukesih.
Hingga beberapa hari setelah itu mereka menikmati hari bersama di ruangan sunyi tersebut. Suatu kali, Prabu Somali hendak melihat perkembangan keadaan pengajaran mereka. Namun, terenyuklah beliau melihat pemandangan yang tak diduganya. “Ayah, semua ini salahku. Biarlah aku yang menanggungnya.”
“Somali, maafkan, aku tak bisa menahan gejolak hatiku.”
“Lantas bagaimana ini, Wisarawa? Anakmu Danaraja akan marah melihat kondisi seperti ini.”
“Biar kuhadapi sendiri, Somali. Sukesih akan kujaga juga.”
 


***


Prabu Danaraja menunggu dengan sabar di Lokapala, walau sudah semakin lama ia tak mendengar kabar dari ayahnya maupun calon mertuanya. Suatu kesempatan ia hendak menengok ke Paleburgangsa. Tiba-tiba ia mengetahui bahwa Dewi Sukesih telah menikah dengan ayahnya dan dibawa ke pertapaan. Begitu marahnya ia, dan ia langsung pergi ke Gokarna.
Sedih bercampur marah meliputi perasaan Danaraja, namun Wisarawa adalah ayahnya. Namun iapun telah merebut calon istrinya. Maka ia menanyakan apa yang terjadi kepada ayahnya. Setelah dijelaskan, ia sudah paham. Namun ia minta dibekali suatu ajian, ia meminta Aji Rawarontek. Permintaan itu dipenuhi oleh Wisarawa, karena rasa sayangnya terhadap anaknya dan menebus rasa bersalah. Lalu Wisarawa menyalurkan ajian itu berpindah ke Danaraja. Secepat gerakan berikutnya, Danaraja tiba-tiba mengeluarkan keris dan menikam tubuh Wisarawa, dan tak lama lalu tewas. Kini ia ingin menemui Sukesih.
Sukesih sedih bercampur dendam, dan menusukkan dirinya kepada pisau yang dipegang Danaraja. Sukesih yang sedang mengandung pun tewas seketika. Namun, hal aneh terjadi, perutnya meledak sangat keras, bunyinya terdengar hingga lumayan jauh.
Darah berceceran, menggemparkan suasana di hutan raya tersebut. Binatang melolong dengan seramnya, makin menambah suasana angker rimba itu. Darah itu terbagi-bagi.
Bagian pertama menciptakan darah berwarna merah, beberapa lama kemudian, muncul tanda-tanda kehidupan. Bayinya besar, terlihat seperti raksasa, dengan taring di giginya.
Pecahan darah yang lain berwarna putih. Lalu, terbentuk lagi seorang bayi, lebih besar daripada yang pertama, namun tampak bersahabat. Kupingnya sangat besar.
Darah ketiga membentuk warna hitam. Jadilah itu seorang bayi perempuan, raksasa juga. Mukanya menyeramkan, ada tanda angkara murka.
Terakhir, darahnya menjadi hijau, lalu membentuk seorang manusia biasa. Mukanya cakap, ada tanda kedamaian. Keempat bayi tersebut lalu tumbuh dalam didikan hewan-hewan liar di hutan tersebut. Mereka pun menjadi seliar binatang. Pakaian pun seadanya.
Sampai mereka sudah cukup dewasa untuk berpikir, mereka bertapa di tempat yang berbeda. Si bungsu, yang rupawan, bertapa layaknya orang biasa, di sebuah gua, mengharapkan kedamaian dunia. Yang perempuan, tangannya dibentangkan. Ia bertapa sambil berdiri di tengah lebatnya hutan.
Hal aneh dilakukan oleh yang bertubuh paling besar. Ia tidak bertapa, namun hanya mencari batu besar yang dikiranya nyaman, lalu bersandar, dan tidur dengan nyenyaknya. Tapa paling keras dilakukan oleh si sulung, ia naik ke puncak Gunung Gokarna, lalu bertapa sambil berdiri, dengan mengangkat satu kakinya, sehingga hanya bertumpu pada kaki yang lain.
Bertahun-tahun telah dilewati keempat putra Sukesih tersebut, tubuhnya makin dewasa. Hal tersebut menjadi perhatian utama dewata, terutama si sulung. Gunung Gokarna mengeluarkan asap aneh, di samping si sulung ini yang tekun bertapa. Asapnya menjadi biang penyaakit umat manusia.
Sanghyang Jagatnata memutuskan untuk turun ke dunia, ditemani Batara Narada. Pertama, mereka mengunjungi si bungsu. “Hai, putra Sukesih, tapamu telah menggemparkan Jonggringsaloka. Bangunlah, sudah cukup tapamu. Apa yang menjadi keinginanmu, anak muda?”
Manusia itu pun bangun dari tapanya, lalu memberikan salam hormat kepada kedua dewa tersebut. “Oh, Pukulun. Saya hanya manusia biasa, sama seperti lainnya. Saya menginginkan adanya kedamaian di muka bumi ini, seluruh umat dapat rukun dan tenteram, tercipta rasa tolong menolong antarsesama dan kepada sesame hidup. Yang berkuasa berharap dapat peduli kepada rakyatnya, agar terjadi pemerataan dan keseimbangan pembangunan, tanpa pilih kasih.
“Keinginanmu mulia, Anak Muda. Dalam dirimu terdapat rasa bijaksana. Kuberi nama Gunawan Wibisana, semoga Anda semakin bijaksana dan dapat membantu umat manusia. Untuk melanggengkan tujuanmu, ini kuberi Aji Gambar Lopian. Gunakanlah sesuai dengan tujuan yang baik.”
“Terima kasih, Pukulun.” Selanjutnya kedua dewa itu menuju anak Sukesih yang lain. Sampailah pada yang perempuan. Sanghyang Jagatnata menyuruhnya mengentikan tapanya. Kemudian ia menyatakan keinginannya, yaitu ingin menjadi perempuan paling tersohor di dunia, dan dapat menguasai dunia hanya dengan telapak tangannya. Kemudian Sanghyang Jagatnata memberikan namanya Sarpakanaka, dan memberi kesaktian serta kuku Pancanaka yang memiliki kesaktian sendiri juga.
Putra Wisarawa yang berasal dari bercak darah putih hanya tidur. “Mengapa aku dibangunkan? Kan aku sedang tidur.” Kemudian ia tak menyampaikan keinginannya.
“Aku hanya ingin tidur, tak ingin memberi pengaruh kepada dunia. Aku tak mau memberi kerugian maupun mempengaruhi keuntungan dalam kehidupan yang luas ini, mungkin akan lebih baik.”
“Telingamu besar, kuberi nama Kumbakarna.” Lalu ia melanjutkan tidurnya, dan Sanghyang Jagatnata menuju puncak Gokarna.
“Bangunlah dari tapamu, wahai anak muda. Perbuatanmu telah menimbulkan perhatian hingga kahyangan.” Kemudian ia bangun dan menyatakan keinginannya yaitu ingin menjadi manusia sakti yang tak terkalahkan, juga ingin memiliki umur panjang, serta menjadi manusia paling berkuasa.
“Kau kuberi nama Rahwana. Kukabulkan harapanmu karena kegigihan tapamu. Namun harus kau ingat, umur panjangmu tak akan mulus dengan kesenangan, jika kau ingin menjadi penguasa maka selalu akan ada yang menjadi tantanganmu, dan itu tergantung bagaimana sikapmu. Selanjutnya kepalamu bisa berubah menjadi 10, maka kuberi nama Dasamuka.”
Rahwana Dasamuka, telah senang di puncak Gunung Gokarna. Ia kini makin membara dengan ambisinya. Sanghyang Jagatnata dan Batara Narada kembali ke Suralaya. Keempat anak Wisarawa akhirnya bertemu, dan mereka memutuskan untuk berjalan ke Paleburgangsa. Mereka nanti diberi pakaian yang lebih layak sebagai keturunan Sukesih yang juga menjadi penerus kerajaan. Di kemudian hari, Rahwana berhasil membalaskan dendamnya kepada Prabu Danaraja, dengan sebelumnya merebut Aji Rawarontek dengan menipunya.
  




Rahwana Dasamuka telah beraksi! Dunia gelegar, era angkara murka akan tiba.
.
 







Komentar