Sejarah Labscout, Rakit dan Senior Perdana



Hampir setahun berlalu, kini Labscout telah berjalan lebih maju. Dimulai dari gebrakan pasca-peresmian gudep di mana Labscout langsung mengirimkan wakilnya di Gelar Kreativitas Penggalang, lalu rencana keikutsertaan di Jambore Dunia 2015. Namun, sebelumnya, Labscout telah mengarsir sejarah baru. Mirip dengan tahun lalu, yaitu dalam drama perkemahan selama 2 malam, yang akhirnya tercipta mujahid baru Labscout.

Hari pertama, keberangkatan yang mengalami kevakuman.

Ibadah salat Jumat telah selesai, hujan mengguyur Labsky, namun ada beberapa kelompok siswa yang sibuk mondar-mandir. Plaza agak berkurang luasnya, karena hampir 30% bagiannya dipakai untuk meletakkan tas dan barang-barang besar.
Dua orang anggota pramuka terlihat sibuk usai berakhirnya salat Jumat. Tentunya keduanya laki-laki. Mereka menuju ke ruang guru untuk melakukan rapat kilat penentuan panitia.
Ruang guru sedang ruwet. Banyak orang keluar masuk. Sekilas terlihat orang yang kukenal baik. “Goodluck, Kak!” Seorang adik kelas mengucapkan kata semangat.
“Yey, makasih,” jawabku. Hanya sekilas, namun bermakna.
Kembal fokus ke pelantikan. Dua senior Pramuka itu duduk serius di pojok ruang guru. Tak sampai 2 menit, panitia kilat pun jadi. Beruntung upacara pembukaan dan pelepasan pelantikan dikoordinasi oleh ekskul Paskibra. Anak Labscout hanya mengoordinasi anggotanya.
Hujan mengguyur, membuat ruang gerak makin sempit. Tongkat pramuka yang berjumlah puluhan itu harus dipinggirkan, supaya tidak basah. Pindah fokus ke plaza, seluruh peserta pelantikan laki-laki sedang melaksanakan makan siang dengan komando. Sedangkan putri, yang sudah terlebih dahulu, menuju tempat upacara pembukaan, aula Basket. Peserta putra tak lama kemudian menyusul.
Dalam 15 menit, barisan upacara telah rapi dan upacara hampir siap dilaksanakan. Namun, ada suatu kesalahan fatal, penghitungan seluruh jumlah peserta oleh Paskibra mengalami perbedaan drastis. Kak Ukim, ketua gudep, meminta adanya penghitungan ulang. Itu memakan lebih dari 30 menit. Jadwal pemberangkatan terlambat jauh.


Berdoa memohon kelancaran kegiatan.

Setelah penghitungan ulang, dilanjutkan dengan pembagian tronton, yang  juga memakan banyak waktu. Kami akhirnya berangkat pada 15.30. Tronton 2 boleh berbahagia untuk anak Labscout karena lebih dari 70% penghuni tronton itu merupakan anak Labscout. Namun, tronton 12 yang terpencil hanya dihuni 2 anggota Labscout, saya dan M. Ahsan Nurrahman. Beruntung mendapat rekan yang moderat. Penghuni lainnya nyaris tidak bisa diajak bicara. Hanya ada kawan kelas 9 lainnya, Inka Anindya R., senior SkyPask.
Perjalanan sekitar 3 jam cukup mengefek pada jadwal acara sebelumnya. Saat di jalan tol, tak terlalu menderita, karena masih bisa merasakan semilir angin sore. Namun, bagi yang memakia jam tangan, terutama senior, bisa dipastikan akan sering melihatnya, karena ada kekhawatiran. “Inka, pukul berapa?” Kata-kata itu agak sering keluar dari mulutku.
Perjalanan juga menempuh kemacetan. Sebenarnya ada plus minus mengenai penggunaan tronton yang tak terlalu besar. Bisa blusukan, namun jadi memperbanyak armada. Setelah menanti lama, akhirnya sampai juga. “Abiyyi, nanti lo bantu turunkan barang ya,” tolong Inka.
“Sip. Sip. Oy, nanti yang laki tahan dulu, turunkan barang.”
Kami baru sampai di d’Jungle hampir waktu isya. Perlu dikehatui, perjalanan dari tronton ke perkemahan pun agak memakan waktu. Bawaan yang berat juga membantu kelelahan. Beruntung Labscout tak diizinkan membawa tentengan.
Pembagian saung pun lumayan memakan waktu. Peserta mungkin tak lagi terlalu memikirkan kerohanian, maka direlakanlah terjadi penjamakan salat. Pembagian pun agak tak nyaman.
Sementara terjadi keruwetan di tenda utama, Kak Gofur mengomandoi para senior Labscout, yang berjumlah 12 orang. “Cek barang di tronton, barag taruh di sini saja dulu.” Wah, ada lapak, mungkin khusus untuk senior. Lumayan nyaman lapaknya ini, haha.
Kami semua ikut, kecuali 3 wanita dan Rakhen. Aku ingat ada satu tongkat milik junior yang katanya tertinggal di tronton juga. Makanya ini sekalian. Selama di perjalanan, para pemeriksa barang itu lumayan berdiskusi. “Wah, ini lumayan gelap. Nanti untuk jurit malam bisa lewat sini ya.”
“Makanya, kita harus survei dulu, tapi ndak mungkin malam begini.” Sekembali dari pengambilan barang tertinggal, yang ternyata cukup berat, senior kembali berkumpul di lapak atau posko.
“Eh, Ica dan satu lagi masih di barisan, panggil tuh. Kita mau diskusi.” Ica pun dipanggil, dan senior berkumpul di posko, lalu berdiskusi.
“Oya, kalian selalu pakai itu kacu, sebagai tanda dinas,” perintah Kak Gofur. Senior agak bersantai. Namun, beberapa senior masih belum mendapatkan saung. Sementara, barang ditaruh di posko. Lambat laun, orang demi orang mengetahui jatah tidurnya. Agak tidak mengenakkan bagi Kak Daffa Ananda Rialdo karena dalam saung itu hanya beliau yang berstatus sebagai anggota Labscout.
“Ah, gue tidur di lapak sini ajalah, sama Kak Gofur.”
“Iya, ndak papa, supaya gampang berkomunikasi juga, to.”
Singkat saja, salat Isya, dilanjutkan makan malam pun dilaksanakan, agak telat juga. Kegiatan dilanjutkan dengan mandiri, masing-asing ekskul. “Kak, kayaknya kita ndak bisa berbuat banyak malam ini, ya,” Tanya salah seorang senior.
“Iya,” jawab Kak Gofur.
“Kita ngapain, Kak, habis ini?”
“Itu aja, materi, disampaikan.”
“Oh, saya, Kak? Iya sih, Kak, buat SKU juga kan.”
“Iya.”
“Ya udah, nanti kami kumpulkan di sini aja ya?”
“Iya.”
Dalam kegiatan mandiri, Labscout hanya menggelar pemberian materi oleh Kak Abiyyi Yahya Hakim dan Kak Carissa Nuryasmin Putri tentang pengetahuan umum kepramukaan. Penyampaian berlangsung tertib, junior lumayan aktif.
Lalu, Labscout angkatan 2 pergi ke “Pulau Kapuk”, Labscout#1 atau Ekapurwa Tilaka (nama tidak resmi para Labscout#1) melanjutkan untuk pelantikan Penggalang Rakit. “Kalian pakai seragam Pramuka lengkap, dengan dalamannya kaus hitam.”
“Oh, kaus hitamnya dipake sekarang, Kak?”
“Iya, jadi selanjutnya nggak akan pake kaus hitam lagi.” Ekapurwa Tilaka kembali ke saungnya masing-masing untuk berganti pakaian seragam Pramuka.
“Selamat bersenang-senang di Pulau Kapuk,” sahut salah seorang senior kepada juniornya yang hendak tidur.
Sebelum pembarisan, Kak Fattiah bertanya, “Ada yang bawa kamera?”
“Oh, ya, Kak, saya ada!!” Wah, lumayan, kejadian ini bisa diabadikan.
Lalu, Kak Gofur membariskan Ekapurwa Tilaka dengan 3 banjar. Tahap pertama, akan ada tes mengenai kompas. Satu per satu akan dites pembidikan kompas.
Selanjutnya, ada pengetesan untuk tali-temali. Ekapurwa dibagi ke dalam 2 kelompok. Setiap kelompok harus bisa membuat satu pioneering berbentuk jemuran. Tahap ini pun berjalan lancar. Kak Gofur mengomandoi kami untuk membentuk satu banjar, dan berjalan dalam kegelapan. Beberapa langkah kemudian, senior harus jalan satu per satu ketika diberi komando, lalu berkumpul di satu tempat. Yang sudah sampai disuruh membuka baju Pramuka, dan hanya menggunakan kaus hitam.
Mata kami diharuskan tertutup. Setiap orang memegang pundak kawan di depannya, kecuali Fadhlan yang kebagian menjadi orang terdepan. Langkah demi langkah kami jalani dengan gelisah. Kecemasan makin menjelma nyata ketika kaki kami merasakan kebasahan. Tampaknya kami dibawa ke suatu sungai.
“Semuanya jongkok!!” Wah, ono-ono wae. Berarti dipastikan telah basah.

"Perebusan" di "Kawah Candradimuka".
Seorang Penggalang Rakit harus lebih berjiwa pramuka daripada juniornya, makanya Kak Gofur agak berlaku keras terhadap pendidikan para calon Penggalang Rakit di “Kawah Candradimuka” ini. Sampai pukul 3, barulah selesai prosesi ini, membuat Labscout#1 tidak bisa tidur, kecuali beberapa orang yang sempat mencuri waktu 1 jam untuk ikut ke “Pulau Kapuk”. Menghadapi kebasahan baju ini, para Ekapurwa Tilaka telah memfasilitasi diri mereka atas terbentuknya jemuran. Digantunglah baju-baju mereka itu. Itulah Pramuka sejati.
Posko senior Labscout atau Ekapurwa Tilaka terlihat terang, dan memang akan selalu terang. Terlihat Kak Gofur masih terjaga. Ada seorang lagi yang bercengkerama dengan pelatih Labscout ini, dengan seorang sahabatnya.
“Kak, ternyata jahit TKU di lengan baju susah juga ya, nggak kayak di selempang, soalnya ini nggak linear, sih,” bilang seorang senior.
“Daff, ini miring, nggak?” Telah diketahui yang diajak bicara itu Kak Daffa.
“Haha, miring itu.” Ah, susah ya. Kupilih untuk membongkar lagi jahitan itu. Sepertinya akan ada rasa menyerah dalam hal ini.
“Tadinya aku mau coba bantu kalian menjahit TKU, tapi ternyata punyaku aja susah banget, ah, kapok.” Sementara dua orang kawan itu bercengkerama melawan kantuk, Kak Gofur memilih berselimut untuk beristirahat sebentar. Sesekali ada senior lain yang berdatangan untuk bercengkerama.



Aktivitas sesungguhnya di hari kedua.

Menjelang waktu shubuh, sekitar pukul 4, Labscout#2 dibangunkan. Anggota ekskul lainnya juga dibangunkan oleh seniornya. Semua bersiap untuk salat Shubuh. Singkat, selesai salat  Shubuh, dengan komando masih di tangan Paskibra, semua melakukan olahraga pagi.
Untuk mengisi acara, Kak I Ketut S.A. Suputra akan mengajarkan semafor kepada Labscout#2. Labscout lainnya menunggu perintah Kak Gofur. Lalu, beberapa kesempatan kemudian, ada komando bahwa Labscout dan KIR akan melakukan pendakian bebarengan, dan Paskibra belakangan.
Sarapan dilakukan secara mandiri. Labcout#2 tetap akan mendapat komando saat makan, namun lebih moderat daripada tadi malam. Setelah itu, ada pembarisan di lapangan. Ekapurwa juga membawahi KIR, sehingga KIR juga dalam komando Ekapurwa. Regu pertama, regu Singa, jalan menuju curug dengan Kak Abiyyi sebagai pemandu. Regu selanjutnya mengikuti secara berurutan.
Penjelajahan kali ini bisa jadi termasuk banyak kasus pacat. Terdengar banyak jeritan manusia yang kaget melihat pacat di baju atau kulitnya. Pacat-pacat ini terutama beredar di daerah agak basah. Namun, peserta tetap bersemangat mengikuti penjelajahan ini, salah satunya adalah sebagai syarat mendapatkan TKK Penjelajah.
Sekitar 1 jam perjalanan, akhirnya peserta sampai di curug. Sambil menunggu semua gelombang sampai, yang telah sampai lebih dulu bisa bercanda ria, membasahi baju, dll.. Awalnya banyak yang tidak ingin bajunya basah. Namun, seakan hal itu tak akan bisa terjadi, karena pasti akan dibasahi kawannya.

Keriaan di curug.
Setelah semua sampai, kami berfoto ria, dengan beberapa tema. Dinginnya air membuat serunya keadaan semakin berseri. Akhirnya, semua dipastikan basah sekujur tubuh. Terpaksa, peserta harus turun bukit dengan kebasahan yang sangat. Saat Labscout dan KIR turun, kami berpapasan dengan SkyPask.
Dalam perjalanan menurun, simpangan kecepatan antarorang sangat tidak menentu. Perjalanan sangat terbagi dalam beberapa kloter. Arah turun pun berbeda-beda, karena memang ada beberapa jalur untuk sampai ke perkemahan. Dalam gelombangku, sepertinya hanya saya sendiri yang berstatus sebagai senior. Ah, agak grogi, saya harus berperan sebagai pemandu tunggal. Apa lagi ada tuntutan pelayanan pencabutan pacat dari baju salah satu junior. Mau tak mau, sebagai tetua satu-satunya, ane harus melayani. Namun, untungnya saya sudah pernah melewati jalur ini 2 tahun lalu saat OL.
Saat kloterku telah sampai di perkemahan, terlihat Kak Daffa telah sampai, dan banyak yang masih basah. Beberapa Labscout#2 yang rajin telah rapi kembali, seperti Quinta Allaya, Syafira Aisah, dll., kebanyakan merupakan putri. Sebelum Paskibra tiba di perkemahan, kami, Labscout masih mempunyai waktu untuk bercanda ria. Inilah Pramuka, bukan Paskibra, antara senior dan junior bisa akrab dan bercanda.
Salah satu saung putri dibuat posko candaan. Kak Gofur membuat lagi sebuah jemuran dari rangkaian tongkat. Kak Abiyyi dan Kak Haikal membantu. Sementara itu, Kak Daffa sedang lumayan stres disebabkan ikat pinggangnya yang sedang hilang. Haikal lalu berceloteh sempurna candaan yang mengutuk. Mungkin Haikal telah terbukti kutukannya manjur kepada Daffa, atas insiden yang dialami mereka saat Gelar Kreativitas Penggalang 2014 lalu (tanya sendiri kepada ybs.).

Pramuka yang serbaguna, berkreasi untuk menjemur.

Kak Abiyyi dan Kak Haikal merupakan dua senior yang terakhir kali mendapat giliran mandi. “Haik, wis yok, mandi!”
“Ayo, Kak! Tunggu ane ya!” Aku dan Haikal menuju ke kamar mandi. Tak butuh waktu lama, dua orang senior ini telah berputih rapi.
Persiapan untuk salat Zhuhur dan makan siang, Labscout#2 dibariskan. Paskibra baru saja sampai. Kegiatan selanjutnya yaitu salat dan makan. Sebagian pramuka terlihat mengantuk, apalagi para senior, yang semalam hanya maksimal tidur 2 jam. Oleh karena itu, senior yang mempunyai jam tidur cukup akan mengatur para Labscout#2. Mereka dilatih PBB lalu ada pelatihan menggunakan tongkat. Selain itu, ada beberapa senior yang memilih bermimpi bersama Baden Powell saat siang hari.
Masih dalam perkemahan, namun bagian lain, ada dua orang sedang bercengkerama, tak lain adalah Kak Abiyyi Yahya Hakim dan Kak Daffa Ananda Rialdo. Terlihat Kak Daffa lebih mengantuk. Maka dari itu, saya mencoba untuk menghilangkan rasa kantuk kawanku ini. Bagiku, tidur dalam kegiatan seru seperti perkemahan ini akan membangkitkan penyesalan saat terbangun, karena pasti kita melewatkan hal seru. “Daff, nanti jurit malam bagaimana?”
“Iya, nanti kita harus survei.”
Yok, Daff, kapan lagi, kita harus survei sekarang!!”
“Yaudah, yok, gue juga sedang nggak ngapa-ngapain, nih!” Haha, daripada ketiduran, pasti ada aktivitas yang sangat lebih bermanfaat. Kami agak mendaki untuk survei. Sambil menunjuk-nunjuk panorama, kami merancang penetapan pos-pos yang akan dilalui. Namun, kami terhenti di tengah jalan dengan agak kecewa namun lega. Kak Fattiah dan beberapa kawan ternyata juga sedang survei. Akhirnya, setelah diskusi dan survei selama hampir 30 menit, kami penasaran dengan kegiatan Labscout#2.

Mujahid muda maju ke hadapan
Sibakkan penghalang satukan tujuan
Kibarkan panji Labscout dalam satu barisan
Bersama berjuang kita junjung keadilan

Oh, Labscout#2 sedang diajarkan nyanyian. Ah, ndak bilang-bilang, nih. Seru tuh. Kami mendekat ke Labscout#2 untuk memantau. Ternyata pegajaran lagu Mujahid Muda telah selesai. “Oke, sekarang lagu ketiga, Mars Pramuka. Ayo, yang bisa cuma Kak Abiyyi, ayo Kak,” perintah Kak Gofur.
Haeh, apa ini, baru datang langsung disuruh mengajar. Memang agak sulit, sih, karena lagunya panjang, namun inilah kesenangan pramuka, sekalian latihan jadi guru juga (jika berhasil jadi relawan guru di Wakatobi). Memang lagu ini tergolong panjang, dan mereka kurang aktif, jadi proses pengajaran untuk penghafalannya agak sulit.
Pengajaran lagu.
Selama kurang lebih 15 menit saya mengajarkan Mars Pramuka, selanjutnya mereka dibawa ke suatu lapangan besar untuk diajarkan yel untuk penampilan penutup. Armand Khalif Susetyo dan Hana Shabira terpilih menjadi pemimpin yel. Pelatihan pun dimulai. Labscout#2 mesti diajarkan satu lagu lagi untuk yel: Pramuka Sejati.
“Oy, sebelum pelantikan Kak Ica kan kasih link tentang lagu  Pramuka Sejati. Coba yang buka link-nya angkat tangan,” sahut mangku adat. Beberapa detik tak ada tangan pun yang terangkat. Kesedihan menjalar.
“Ah, yo wis. Ayo, Kak Ica, ajari!” Tak lama setelah itu, Sang Mahaguru Ukim Komarudin datang blusukan, memantau kegiatan per ekskul. Ternyata, ba’da Ashar nanti ada materi dari Pak Ukim.
Salat Ashar, lalu ada materi yang sebenarnya kurang lebih mirip dengan materinya tahun lalu, namun ada beberapa perubahan yang berguna seiring perkembangan waktu dan zaman. Namun, kutukan penyesalan itu terjadi, saya pribadi mengantuk, dan hampir 50% waktu saat materi Pak Ukim dilalui dengan tidur. Saat terbangun, sudah selesai. Kutukan penyesalan pertama telah berjalan, walau ybs. ndak terlalu menyesal.
Labscout kembali ke tanah lapang untuk latihan. Kali ini Kak Gofur memegang kendali. Labscout#2 diajari membuat tenda yang akan diaplikasikannya malam nanti. Ternyata ada perbedaan rencana Kak Gofur dan tim survei jurit malam (Kak Fattiah, Abiyyi, Daffa, dll.), namun sebentar lagi akan ada pelurusan. Ketika Kak Zaidan Akbar mengajar tentang kompas, kami ber-13 merancang kegiatan. “Kak, kita harus merancang kegiatan, Kak. Kita harus menentukan pos jurit malam nanti, lalu pergantian Dewan Penggalang, dan penentuan peserta terbaik.”
“Iya, tapi yang paling dekat adalah acara api unggun nanti malam, kita telah disuruh mengurusnya.” Wah, makin banyak aja urusan. Lalu, kami berdiskusi mengenai acara api unggun nanti, dan akan ada pembacaan Dasadarma, dan penyalaan api. Ica dan Uput akan menjadi pemandu acara. Setelah itu, berlanjut ke diskusi mengenai acara jurit malam. Hasil survei tim survei tadi tidak mencakup kegiatan memasak. Kak Gofur menjelaskan lebih lanjut mengenai penginapan malam ini, karena Labscout tidak akan bermalam menikmati Pulau Kapuk lagi di saung, namun akan merasakan ganasnya hutan.
Kami hampir 30 menit merancang kegiatan, lalu terlihat Kak Zaidan telah selesai mengajar Labscout#2. Selanjutnya, Kak Gofur melatih Labscout#2 bertenda, untuk bekal menghadapi nanti malam. “Kak, kami boleh ke saung sebentar, nggak?” Oh, Fadhlan mungkin memiliki keperluan.
“Boleh, kalian ke saung dulu ya, nanti langsung balik ke sini.” Akhirnya kami, Ekapurwa Tilaka, bersantai sebentar ke perkemahan. Balik ke lapangan, ketika itu, ada insiden yang mengenai salah satu Labscout#2.
“Kak Rafi dan Kak Haikal, dalam 10 menit, buat tandu!! Itu ada yang nggak bisa jalan, tuh.” Memang yang disuruh itu Kak Haikal dan Kak Rafi, namun, pasti Labscout#1 yang lain membantu, ndak mungkin mereka mengerjakan berdua saja. Ah, mana aku baru menggulung satu ikatan tambang, sekarang harus dibuka lagi. Pembuatan tandu pun dimulai. Mungkin tak sampai 10 menit, namun korban sudah terlanjur dibopong oleh salah satu ortu murid. Hampir sia-sia usaha kami.
“Kamu selesaikan ini, lalu gotong dia (Kak Kemal), dan ke perkemahan, kalian minta tolong seakan-akan dia sakit.” Ah, ada saja usaha Kak Gofur. Ini bakal jadi lebih seru daripada menggotong orang yang benar-benar sakit. Al-hamdulillah, di antara kami ada anak teater, jadi sandiwara akan cukup lancar.
“Daff, nanti kau di depan ye, teriak buka jalan,” komando seorang anak teater kepada Kak Daffa. Kemal tidak terlalu berat untuk digotong, namun kami berjalan menurun, jadi harus tetap berhati-hati. Sejauh ini kami belum menemui khalayak ramai, jadi belum bersandiwara. Memasuki perkemahan, Daffa dkk. mulai berteriak membuka jalan.
“Oy, buka jalan, buka jalan. Awas, awas.”
“Permisi, permisi, buka jalan. Oy, ayo cepat!!” Orang-orang yang sedang bersiap salat Maghrib dan banyak yang sudah pakai mukena di tenda utama menjadi gaduh, karena benar takut. Omongan seperti, “Siapa? Siapa? Wah, Kemal,” lalu “Ayo, ayo, cepat,” benar-benar terdengar, seakan ini benar terjadi. Lalu penggotongan Kemal berakhir di lapak Labscout, di sebelah tenda utama, namun tidak terlihat oleh jemaah salat. Karena sudah tidak terlihat, kami menggunakan senjata suara lebih tinggi, “Oy, cepat cari obat!!” Kak Kuncoro, pembina kami, diberi tahu, “Kak, Kemal kram, Kak!!”
“Oh, iya, ndak papa.”
“Coba sini lihat, Kak.” Kak Kun memeriksa kedaan Kemal.
Piye, Kem? Sehat, ‘kan? Oh, ya, masih hidup, kok.” Kak Kun seperti telah memihak dalam jiwa. Oke, drama ini tidak berlangsung lama, karena perlahan orang juga tahu apa yang terjadi. Selain itu, fokus khalayak terpecah juga, karena semua hendak melaksanakan salat Maghrib.
Setelah itu, kami semua salat Maghrib. Pascaibadah, seharusnya ada kegiatan makan malam. Namun, Labscout#1 sebagai koordinator acar api unggun belum mempersiapkan diri sama sekali. Maka dari itu, Pratama Fadhlan meminta izin kepada Ketua Paskibra, Farraz, untuk disintegrasi dalam hal makan malam. Setelah cukup latihan, ternyata makan malam telah usai, maka kami makan ber-12, namun tetap rapi.
Setelah itu, di samping para junior sedang berkumpul, senior yang memiliki waktu lowong bermusyawarah mengenai acara api unggun. Ini merupakan pertemuan petinggi SkyPask-Labscout. Setelah itu salat Isya berjemaah. Lalu ada acara api unggun yang dikelola oleh Labscout. Namun, lagi-lagi ada prosesi rasa kantuk. Kutukan penyesalan kedua juga agak lancar.
Kegiatan ini bukan sekedar perkemahan, namun esok hari para pramuka akan dilantik menjadi Penggalang Ramu. Maka dari itu, syarat mutlaknya adalah terpenuhinya SKU Ramu. Ironisnya, sebagian besar pramuka masih belum menyelesaikan setengah syarat itu. Pascaacara api unggun, Ekapurwa Tilaka mencari tempat untuk pusat penyelesaian SKU. Didapat saung KIR, yang masih belum dipakai pemiliknya. Namun, terlihat ada senior, Rasyid Galela. “Bisakah kami pakai saung ini?”
“Tapi nanti akan dipake buat forum sekitar 15 menit lagi.” Wah, aku harus memutar otak dan bernego dengan Kak Gofur. Kak Gofur membuka lapak untuk sebentar di saung sebelah. “Nanti sampaikan kepada Labscout#2 ya, tentang persiapan penjelajahan malam,” kata Kak Gofur. Pelatih kami ini menyempaikan hal-hal untuk persiapan penjelajahan malam. Saya disuruh mengumpulkan buku SKU para Labscout#2, yang artinya aku harus memastikan semuanya menyelesaikan buku SKU. Aku mencium adanya potensi pelelahan fisik.
“Saya beri toleransi, jika SKU kalian sudah terpenuhi sebanyak 25, tidak apa-apa untuk dikumpulkan. Nanti kalo sudah selesai serahkan kepada Kak Abiyyi. Untuk penjelajahan malam, persiapkan dengan matang,” kira-kira itulah kata-kata Kak Gofur kepada Labscout#2 di keheningan saung KIR.
“Siap, Kak!”
Benar saja, mereka banyak yang belum menyelesaikan SKU-nya. Boro-boro selesai sampe 30, mereka bahkan belum sampe 20!! Ah, bakal capek nanti. Satu per satu memang mulai menyerahkan buku SKU-nya kepadaku tanda bahwa SKU-nya telah terpenuhi. Ada pula yang rajin, sudah terisi 28, namun masih ingin melanjutkan. “Eh, kau memang sudah berapa, kah?”
“Siap, 28, Kak!”
“Yeh, sudah banyak itu, kenapa masih minta lagi, to?”
“Kan biar afdhal, Kak.” Aha, benar juga, sih. Dia anak rajin.
“Iya, sih, tapi saya mesti meladeni yang lain juga, to.”
“Ya udah, Kak. Udah ya, saya serahkan. Boleh, kan?”
“Iyalah, oke.” Namun, di samping ini, waktu juga terus berjalan. Masih banyak pelayanan, sedangkan saya pribadi juga harus mempersiapkan jurit malam.
Ada satu junior yang bikin pusing, karena mungkin dia yang paling sedikit SKU-nya telah terselesaikan. Kak Daffa terkena pengaruhnya. Kak Abiyyi dan Kak Daffa termasuk senior yang paling sedikit memiliki waktu istirahat. Kak Fadhlan mondar-mandir untuk mempersiapkan pembangunan Labscout#2 dari mimpi mereka. “Pukul 23.45 kita bangunkan mereka, lalu 00.00 langsung berangkat,” rencana sekaligus perintah Fadhlan kepadaku.
“Siap, Dhlan. Nanti aku minta bantuan Rafi dan Daffdu. Rakhen, siap ye, 23.45 bangunkan Labscout#2. Raf, cek, Labscout#1 bangunkan dulu,” kataku sibuk.
“Haikal masih tidur, Kak.”
“Ah, ngawur kau, Haik. Tidur kelamaan kau.” Aku agak khawatir soal keterlambatan mulainya jurit malam. Kak Gofur juga masih terbaring tidur.
Beberapa menit aku menunggu waktu yang telah ditentukan, sambil memastikan Rafi tetap siaga, sedangkan Daffa juga masih siap tempur. Agak jauh, dekat bekas lokasi api unggun, ada Rakhen Naufal. Akhirnya, 2 menit menjelang penggempuran, aku harus siaga. Memastikan para senior bangun. “Raf, bangunkan senior!! Oy, Daff, Fadhlan mane, kah?”
“Tadi ada, bukan?” Ah, Fadhlan, oh, Fadhlan, ke mana kau, bikin pusing wae.
“Yoy, cari Fadhlan, Daff!! Raf, coba, Haikal wis bangun belum itu?!” Kucoba mencari jejak Fadhlan ke tempat yang memungkinkan dilewatinya, namun nyaris ndak ada. Kusuruh juga si Rakhen.
“Kak, itu bukan? Itu siapa?” Astaghfirullah!! Modhyar juga nih, akhirnya Fadhlan tak kuasa menolak keindahan Pulau Kapuk. Aku juga tak berani membangunkannya terang-terangan, lagipula ada senior Paskibra juga tuh.
“Dhlan, oy, .... Dhlan! Wis Dhlan? Siap dibangunkan, ndak itu, Labscout#2?”
“Oh, iya, astaghfirullah.” Aheuy, dia juga kaget. Oke, ane telah mendapat perintah resmi dan langsung dari Sang Pratama, berarti Sang Mangku Adat siap beraksi!!
“Raf, udah, Raf, bangunkan ye!!” Aku bawa tongkat pendek, lalu langsung kupukulkan ke ketongan yang menggantung di depan tiap saung. Ah, tapi sangat tidak manjur. Mereka pulas juga ye. Maka dari itu, akhirnya harus digebrak, lalu ditiup kode Morse pake peluit, walaupun mereka kemungkinan besar tidak paham pesannya, namun yang pasti mereka mengerti telah dibangunkan. Tiap saung dengan susah payah Rafi gebrak. Daffa tak kalah pamor, beliau ikut membangunkan orang per orang, yang sebenarnya lumayan susah. Namun, elektabilitas Kak Daffa ini kurang tinggi di masyarakat, jadi kurang mampu untuk membangunkan. “Biy, susah banget bangunkan Labscout#2! Terutama di saung 18, tuh masih banyak.”
“Haeh, sopo wae, kah?”
“Ada Radya, Dzaki, dan beberapa lagi.” Ah, kayaknya memang harus Kang Ibnu Sahid, nih. Tapi di mana dia lagi? Ah, kulihat ada orang terbaring di posko senior yang gelap.
“Dhlan, bagaimana, Dhlan? Kau wis siap?” Fadhlan terlihat kaget lagi karena kembali tertidur.
“Dhlan, itu Labscout#2 banyak yang susah dibangunkan!!” Fadhlan coba membangunkan mereka, dan beberapa berhasil. Oke, jurit malam siaga dilaksanakan!!
Labscout#2 telah berbaris, Kak Gofur mengambil pimpinan, sedangkan penjaga pos diperintahkan untuk langsung berjalan. Terlihat beberapa senior SkyPask masih berkeliaran. “Good uck ya, Labscout!” Inka Anindya kembali menghibur.
Aku menjaga pos bayangan 2 bersama Vania. Namun, tidak semua dari kami mengetahui letak pos-pos tersebut, melainkan hanya tim survei yang tahu. Maka, Daffa dan tim survei lainnya ada yang mengantarkan sampai pos 3.
Kak Abiyyi dan Kak Vania sebagai penjaga pos bayangan 2 menunggu datangnya anak-anak (Labscout#2). Hm, ada sebuah ketidaketisan dalam malam hari. Untuk mencegah kebosanan, ada percakapan, “Ah, wigku hilang,” Kak Abiyyi memulai percengkeramaan.
“Udahlah, kan nggak boleh nakut-nakutin kata Kak Gofur.” Wah, aku telah mencium suasana kevakuman dalam jurit malam ini, akibat ada tanda perubahan sikap Kak Vania.
Penahanan di pos bayangan 1.
Beberapa saat kemudian, kelompok pertama pun muncul. “Baden Powell!!”
“22 Februari!!” Mereka ada 5 orang, ada laki dan perempuan.
“Nanti lurus, lalu belok kiri.” Ah, Vania sangat berterus terang. Aku makin merasakan kevakuman.
“Cari sebuah gubuk,” demi mementahkan kevakuman seorang Abiyyi akan tetap berusaha bertegas yang legal di mata Vania yang sedang serius ini. Kelompok pertama pun jalan.
“Ah, Van, frontal amat, jangan langsung kasih tahu begitu, le.”
“Kan nggak boleh nakutin.”
“Ah, ndak seru, le.” Kak Abiyyi masih depresi. Namun, beberapa saat kemudian ada kelompok berikutnya. Kami harus bersiap.
“Van, ayo dong, apa kek, ya udah, jangan terlalu nakutin.” Labscout#2 makin dekat. Mereka lalu mengucapkan sandi, namun kami tak menjawab. Beberapa saat kemudian, Vania melompat dari balik bus. Haha, lumayan, mereka lumayan kaget.
“22 Febuari!!” Namun, seperti selanjutnya, Vania mengatakan keterusterangannya. Sang Mangku Adat masih depresi. Sampai beberapa kelompok selanjutnya masih agak monoton, walaupun ada beberapa yang agak diberi pengetesan.
Salah satu kelompok datang lagi. Mereka telah terlihat di kejauhan. “Van, nanti perintahkan untuk cari Kak Abiyyi ya!”
Mereka mengucapkan sandi kepada Kak Vania. Aku melihat dari balik bus untuk memastikan saat yang tepat. Mereka makin mendekat. “Baden Powell!!” Ah, mengapa mereka tahu juga aku di sini, padahal sudah lumayan menjorok ke dalam supaya tidak terlihat.
“22 Februari! Apa perintah orang sebelumnya?”
“Siap! Cari Kak Abiyyi!” Oh, di kelompok ini ada M. Salman Alfatih, terdengar dari suaranya.
“Lalu?”
“Siap, kami telah menemukannya.”
“Yakin, saya Kak Abiyyi?”
“Siap, yakin, Kak!”
“Lalu? Apa tujuanmu ke sini?”
“Siap, untuk mencari pos 2, Kak!”
“Cari sebuah gubuk terang di antara kegelapan!!”
“Siap, terima kasih, Kak!!” Mereka langsung menyusuri hutan lagi.
Kelompok demi kelompok mendatangi pos demi pos, sampai akhirnya kelompok terakhir telah mengunjungi pos kami. Beberapa saat kemudian Kak Fattiah bersama beberapa kawan datang. Kuingat pesannya, “Kalo saya udah mendatangi pos kalian, berarti semua kelompok udah lewat.” Lalu kutanya kepada Kak Fattiah.
“Masih ada satu kelompok lagi di belakang, saya duluan ya.” Oh, ternyata masih ada. Tak lama kemudian kelompok itu muncul.
Kak Rakhen Naufal dan Kak Priyanti Nurul sebagai penjaga pos 1 telah bergerak juga. Setelah melayani kelompok terakhir, seluruh Ekapurwa Tilaka bergerak menuju ke pos 3, tempat Kak Haikal dan Kak Fadhlan, bisa dibilang pos mental. Selanjutnya, kami mendatangi pos 2, tempatnya Kak Daffa Ananda dan Kak Uput. Oh, ternyata masih ada 2 kelompok di sana. Ah, aku agak menyesal, seharusnya kelompok terakhir kutahan Beberapa lama dahulu, supaya tak ada penumpukan kapasitas. “Tuh, Van, ini sampe 2 kelompok. Harusnya kita tadi tahan dulu, ah.”

Perjalanan berlanjut ke pos bayangan 3, oleh Kak Rafi Adiputra dan Kak Zaidan Akbar. Tak lama kemudian, sampailah kami di pos 3. Kak Kun dan Kak Gofur telah berada di sana. Semua kelompok dikumpulkan. Mereka bersiap membuat tenda dan memasak. Namun kutukan penyesalan ketiga dan ini merupakan yang paling parah dalam perkemahan ini, kembali berjalan. Namun, mungkin itulah takdir. Katanya hampir seluruh Ekapurwa Tilaka merasakan rasa kantuk, termasuk ingsun. Sebenarnya ingsun tidak terlalu mengantuk, namun ada naluri lain yang membuat saya tidur.

Keteleran para Ekapurwa pascapenjagaan pos.
Hal terakhir yang saya ingat, “Ayo, sisanya ke bawah, nggak cukup,” kata Pak Iman Nurjaman, pembina Paskibra yang ikut mendokumentasi kegiatan. Orang-orang bersiap tidur, lalu karena ada ketidakcukupan kapasitas tenda, tiga senior, Kak Abiyyi,  Kak Daffa, dan Kak Rakhen disuruh Pak Iman untuk bermalam di perkemahan.
“Besok shubuh balik lagi,” itu satu perkataan lagi yang saya ingat. Sampai di perkemahan, ada lagi perkataan, “Ada yang mau ke toilet?” Lagi-lagi dari Pak Iman. Daffa dan Rakhen mengatakan mau ke toilet dulu, tapi saya tidak. Seharusnya saya menunggu Daffa di depan toilet. Namun, lagi-lagi ada naluri untuk mengarahkan langkah kaki saya ke saung.
“Daff, kutunggu di saung ye,” kataku. Lalu kumasuk ke saung. Terlihat beberapa barang Labscout#2 masih berceceran. Aku ndhlosor ke tempat tidur agak empuk itu, lalu tak ingat apa-apa lagi.



Hari ketiga, lahirnya Penggalang Ramu Labscout#2!

Pagi-pagi, aku dibangunkan Fadhlan, “Abiyyi, ayo, siap-siap.” Astaghfirullah, kok sudah pagi? Kulihat sekeliling, sudah rapi. Wah, ndak salat Shubuh. Fadhlan pun sudah berpakaian Pramuka rapi. Untung saya tak harus berganti banyak untuk seragam pramuka. Namun, sebelum itu, ada sebuah perenungan. Ada hal tak menyenangkan terjadi tadi malam. Ini bisa jadi merupakan kutukan penyesalan terbesar sepanjang sejarah perkemahan seorang Abiyyi. Teringat urusan lagi, dengan cepat seorang Abiyyi telah berpakaian Pramuka rapi, dan mendatangi lapangan.
Labscout#2 yang telah berpramuka rapi.
Aku lihat Labscout#2 sudah berpramuka rapi juga. Mereka berbaris rapi. Beberapa waktu kemudian, Labscout#2 disematkan TKU Ramu, dengan apel singkat. Inilah sejarah kedua Labscout, yaitu Penggalang Ramu Labscout#2!!
Aktivitas penting telah dilaksanakan, setelah itu barulah makan pagi. Pengonsumsian ini agak santai, tapi masih teratur. Ekapurwa Tilaka masih mempunyai urusan: petugas apel penutupan. Maka, Ekapurwa berlatih apel. Kak Rafi Adiputra akan bertindak sebagai pratama, sedangkan Kak Haikal sebagai komandan kompi paling kanan.
Sekitar pukul 11, seluruh peserta pelantikan dikumpulkan, untuk persiapan pulang. Untuk Labscout#2, barang-barang mereka memang sudah siap dari tadi pagi. Tinggal Beberapa barang kecil milik kakak-kakak Ekapurwa yang masih berada di saung. Senior-senior itu memeriksa barang-barang yang mungkin tertinggal, dan memang ternyata banyak. Beberapa tas dan tentengan yang belum diketahui kepemilikannya dikumpulkan di posko pusat Labscout, yaitu di depan saung putri di depan. Beberapa saat kemudian, semua peserta diarahkan ke gerbang depan untuk menunggu.
Waktu menunggunya cukup lama. Labscout membuat posko sementara, sekitar gerbang dalam perkemahan. Ini merupakan kesempatan untuk bercanda ria. Namun, beberapa ada juga yang masih merasakan kantuk. Memang seru bercengkerama dengan solidnya di lapak lesehan, dengan kesantaian.
Tak jauh, masih di lapak lesehan, ada pembicaraan yang cukup serius, atau bisa jadi pembicaraan yang dibuat menjadi tegang oleh pembicaranya. Telihat ada Kak Rakhen Naufal mengamati. “Eh, gue semalam merasakan ada yang aneh, deh. Kayak ada yang mistis, gitu.”
“Oya, kau semalam tidur di mana, kah?
“Di saung 17.”
“Lha, lantes kau salat Shubuh, kah?
“Nggak.”
“Oe, kau bangun pukul berapa, kah?
“Nggak, tahu, pokoknya dah sepi, deh.”
“Lha ndak bangunken aku, kah? Aku lebih telat lagi. Oya, Rakhen tidur di mana?”
“Saung nomor 18, Kak,” jawab Rakhen.
“Hal terakhir yang gue ingat itu pas mau tidur, habis itu nggak ingat apa-apa lagi.”
“Oya, aku juga merasakan hal aneh, Daff,” tegas kawannya itu. Mereka bercerita makin seriusnya.
“Kita kemarin bertiga, to, tidur di saung, yang lainnya di tenda?”
“Iya, disuruh Pak Iman dan Pak Kun.”
Setelah itu, berangkatlah mereka menuju Labsky. Perjalanan ditempuh selama kira-kira 2 jam, namun ada penjalanan kutukan penyesalan keempat, selama perjalanan seorang Abiyyi tertidur. Lalu, singkat waktu, kami telah sampai di Labsky. Ekapurwa Tilaka mempersiapkan upacara penutupan. Dengan hanya berkekuatan 12 personel, semua senior Pramuka itu menjadi petugas upacara. Kak Rafi menjabat sebagai pratama, atau pemimpin upacara. Agak meleset dari rencana, MC-nya adalah Kak Kuncoro Widagdho, pembina Pramuka. Dengan piawai beliau menyampaikan bagian demi bagian upacara ini.
Bapak Muliadi Tarigan menyampaikan amanat singkat mengenai pelantikan ini. Tidak sampai 10 menit, mungkin. “Habis ini doa ya,” ingat Kak Kun kepadaku.
“Lah, ndak ada Mars Labschool, to, Pak?”
Ndak, langsung.” Oh, ya, baru kuingat ini penutupan, tak perlu penyanyian Mars Labschool.
 Doa,” Kak Kuncoro menyebutkan prosesi pembacaan doa ini dengan singkat. Doa dipimpin oleh Kak Abiyyi Y.H.. Setelah itu, tiba saatnya prosesi pelantikan. Orang tua memberikan tanda pelantikan kepada putra-putri masing-masing. Disertai foto-foto, prosesi ini berlangsung tak lebih dari 15 menit.

Penyematan TKU Ramu kepada Quinta Allaya, salah satu Labscout#2.
Satu lagi yang menjadi acara yang sangat dinanti, penampilan masing-masing ekskul. Penampilan pertama yaitu dari ekskul KIR. Kesempatan itu dipakai Labscout untuk mempersiapkan penampilan. Dengan mengutak-atik beberapa barisan, lalu Ekapurwa Tilaka yang juga ikut dalam penampilan meninggalkan tugasnya. Beberapa detik kemudian, inilah saat berbedar, ada perkataan dari Kak Kun, “Selanjutnya, Pramuka, senior-junior, yang tergabung dalam Labscout!!!”
Siap grak!! Yes, sir!!
Siap grak!! Yes, sir!!
Armand Khalif S. dan Hana Shabira sebagai pemimpin yel dengan semangat menyuarakan perintahnya. Penampilan ini hampir mirip dengan penampilan tahun lalu, dengan sedikit modifikasi kemodernan. Lagu Mujahid Muda tetap ada, dan mungkin ini akan menjadi tradisi. Sekarang muncul lagu baru, Pramuka Sejati. Atas ajaran Kak Ica, lagu pendek ini bisa diajarkan kepada junior.

Rajin, terampil, dan gembira
Senantiasa praja muda karana
Sopan dan tak kenal rasa sombong
Bersahaja, setia, suka menolong
Yayayaya, itulah Pramuka
Pramuka sejati, sejati kata dan perilakunya

Lalu, unsur lainnya banyak yang sama dengan warsa lalu.
Selanjutnya ada penampilan dari Paskibra, suatu ekskul berlandaskan kerapian dan kedisiplinan. Penampilannya memang rapi, itulah hakikat Paskibra.
Penampilan per ekskul selesai, lalu ada saat yang berdebar: pengumuman peserta terbaik. Aku agak penasaran karena ternyata senior tidak terlalu dilibatkan dalam penentuan peserta terbaik. “Peserta terbaik putri,……… Quinta Allaya!!!” Sepertinya untuk putri tidak ada konflik. Memang Quinta sangat terlihat menonjol. Kira-kira siapa putranya ya? Jawaban ada di Kak Kun.
“Untuk putra, …………………… Dzaki Aribawa!!!!” Wah, apa ini, hampir tak kuduga (karena seumur hidup jarang sekali saya mengalami pesimistis 100%, jadi adanya “hampir”). Tiba-tiba, aku teringat sesuatu ………. Astaghfirullahal-azhim. Aku stres dengan munculnya nama Dzaki, karena ada Fadhlan. Wah, ada kedinastian. Adakah kolusi dalam hal ini? Tapi kuyakin, Fadhlan tidak terlibat. Namun, ini tetap menimbulkan kontroversi. Dalam sesi pemotretan, Fadhlan mencuri kesempatan untuk berfoto bersama junironya itu.

***

Satu tahun dua bulan, atau tidak sampe sejauh itu, Labscout, telah memberikan suatu arsiran penting. Seorang Abiyyi Yahya Hakim masuk Labscout, sekitar September 2013, tak bermodalkan banyak pengetahuan kepramukaan, hanya mempunyai pengalaman sebagai partisipan Jambore Cabang 2011. Istilah TKK saja tidak tahu. Namun, keluar dari Labscout, rasanya sedih, tak cukup lama untuk berdiam. Ada suatu hal yang menciptakan rasa loyal kepada Labscout. Ah, ndak sampe Penggalang Terap, boro-boro Pramuka Garuda.

Komentar