Banggai, Sebuah Panorama
Untuk
menempuhnya harus singgah di Kota Makassar terlebih dahulu, termasuk dalam
destinasi eksplorasi Garuda Indonesia: Luwuk, Kabupaten Banggai. Wilayah di
timur Sulawesi ini belum banyak terjamah wisatawan, dan memang rute-rute Garuda
Explore bertujuan menjangkau daerah yang baru bagi wisatawan awam. Mungkin
jarang yang akan memulai wisata ke pelosok negeri jika itu belum tersiar
keunikannya, namun tak akan ada yang memulai jika tak dimulai.
Dini
hari, pesawat Garuda Indonesia berangkat dari Bandara Internasional
Soekarno-Hatta, menuju Makassar, ibu kota Sulawesi Selatan. Perjalanan hanya
dinikmati di Pulau Kapuk karena pasti mengantuk. Pesawat pun otomatis
menyediakan bantal di kursi, yang makin menyilakan penumpang untuk tinro.
Bangun-bangun,
kami langsung harus meninggalkan pesawat, tak sempat menikmati apa-apa
(disajikan makanan nganre wenni).
Inilah Bandara Internasional Sultan Hassanuddin yang megah. Siap-siap untuk
memotret apa yang bisa dipotret. Ternyata objek pertama adalah tulisan
“Samalaki Ka Battuanta”, selamat datang bahasa
Makassar (atau Bugis? Kurang tahu). Akhirnya ditemukan juga kosakata basa Mangkassara bagi pelajar bahasa
daerah ini.
Selanjutnya
perjalanan ke hotel, tak bisa berbuat banyak, namun sudah masuk waktu shubuh. Cerita berlanjut ke penjelajahan esok
hari, yang paginya salat Idul-Adhha dulu. Ya, perjalanan ini sedang waktunya
Idul-Adhha.
Kunjungan
singkat pasti hanya mengeksplorasi tempat-tempat penting. Di Makassar, salah
satunya adalah masigi terapung:
Masjid Amirul-Mukminin, di Pantai Losari. Berkunjung ke wilayah itu dapat
beberapa objek sekaligus, oleh karena letaknya yang berdekatan: Benteng Fort
Rotterdam, kawasan cindera mata Jalan Somba Opu.
***
Hari
kedua, barulah penjelajahan Luwuk, Banggai dimulai. Naik pesawat ATR 72-600
Garuda Indonesia Explore dari Bandara Hassanuddin pagi hari. Tak terlalu sallo
perjalanan, akhirnya dari pesawat diperlihatkan panorama alam Luwuk, dengan
pegunungannya. Ternyata bandara di sana sangat dekat dengan pegunungan. Areng
bandara di Luwuk: Syukuran Aminuddin Amir, pengaruh Islam-nya kuat juga ya,
walaupun kulihat dari data BPS 2010, muslim di Kabupaten Banggai hanya 69%.
Karena
menjumpai hari Jumat, maka tena yang dilakukan setelah berbenah di hotel
selain menghadiri salat Jumat di masigi
yang tak jauh dari hotel. Sekalipun tak jauh, struktur bumi Luwuk yang
bergunung membuat kelelahan naik-turun.
Sebenarnya
tena objek wisata yang konkret di dekat situ sendiri, tetapi harus
melaju sekitar 20 km minimum dari tempat asal. Kami memilih objek Salodik, 27
km dari pusat kota Luwuk. Perjalanan menuju Salodik cukup dihiasi dengan
pemandangan budaya yang masih khas. Bola-bola
masih banyak yang bercorak kedaerahan, dan melihat hijaunya alam
pergunungan.
Singkat
cerita, sampailah di Salodik. Melihat dari luar, memang sudah ada rencana yang
baik untuk konservasi tempat ini. Lihat dalamnya, dan memang berpotensi. Tak
jauh beda deng wisata pelosok
Indonesia lainnya, Salodik butuh keseriusan penanganan dan promosi.
Eksplorasi
selanjutnya hanya keliling pusat kota Luwuk, dan menikmati matahari terbenam
dari bukit. Esoknya, masih ada waktu menjelajahi Makassar.
Komentar
Posting Komentar