Pisang Goreng dan Teh Hijau Susu



            Perantauan masyarakat sudah dikenal sejak lama, tak terkecuali di Nusantara. Artinya, sekarang ini penduduk suatu tempat sudah banyak ditempati orang bukan penduduk asli, bahkan di daerah bukan perkotaan. Misal di Kepulauan Kei, penduduk asli tentu adalah orang Kei atau Evav mereka menyebutnya. Namun banyak juga orang Bugis mendiami daerah tersebut (Bugis merupakan perantau ulung, tersebar di banyak wilayah di Nusantara).
            Orang Bugis bekerja sebagai PNS di Pulau Kei Kecil, dia membantuku menjelajahi pulau itu bulan Juli 2016. Kisahnya ada di cerita Nuhu Evav. Ketika itu juga penjelajahan ke kawasan indah Pulau Bair yang mempertemukanku juga kepada orang Bugis, sehingga mendapat harga yang lebih terjangkau untuk menjelajah. “Bugis mana, ki?”
            “Saya Sinjai.”
            “Haa…?”
            Sebelum menjelajah, kami bersantai dulu di depan rumahnya. Kami disuguhi kopi dalam gelas. Ah, aku tidak mengopi, sangat. “Tidak papa, itu kopi susu.” Haha, apa bedanya? Ya kopi. Tapi akhirnya aku menyeruput juga untuk menghormati tuan rumah dan agar segera menjelajah. Dan.. Pulau Bair, surga! 

***

Kafe berinterior kekinian cukup membuat nyaman, sembari menikmati minuman santai aku bisa mengide untuk hal apa yang bisa dipotret. Green tea latte, pesanku, tentu. Sangat nikmat, sudah lama aku menyadari. Dulu kalau ditanya minuman kesukaan, maka jawabanku masih bingung, antara teh manis—karena enak tentunya, atau susu—yang enak juga haha. Susu stroberi mungkin, tapi lebih ke rasa vanila. Sampai aku diperkenalkan minuman campuran teh susu, aku juga masih bimbang menjawab minuman kesukaanku, karena pikirku teh susu bukan benar-benar minuman, karena oplosan haha. Tapi.. Teh susu, enak, karena mencampurkan dua hal yang enak.
***
            Suatu restoran menjadi pilihan kami untuk makan malam (atau siang, aku lupa). Aku pesan teh tarik gaya Malaysia—ya ini sebelas dua belas dengan teh susu lah ya, ada teh dan susunya. Enak! Aku saat itu berada pada masa-masa tak bereksplorasi, ya aku pesan yang telah kutahu rasanya bagaimana. Ee salah satu keluargaku yang ikut makan pesan yang namanya green tea latte, macam apa itu? Kupikir, seperti teh susu tapi tehnya berupa teh hijau. Wah!
***
            Pisang goreng itu bisa dibikin dengan pisang (tentunya), dan digoreng (iyalah). Ada tepung, telur, diaduk jadi adonan. Dicampur dengan pisang, lalu digoreng. Biasa ibuku membikinkan itu sejak kecil. Setelah makan malam yang wajib (baca: nasi), aku boleh menyantap penutup yang lebih menggiurkan, yang kubilang enak. Pisang goreng salah satunya.
            Sebenarnya macam-macam, tukang jualan dengan gerobak bisa jualan gorengan, ada pisang gorengnya. Enak! Berminyak, tidak lebih sehat dari bikinan rumah, namun bolehlah sesekali. Pisang goreng berbentuk kipas, pisang kipas, juga enak. Iyalah apa saja itu bentuk pisang goreng. Kalau pisang biasa? Enak sih.. Bukan karena aku suka karakter monyet dalam pewayangan, karena ketertarikan terhadap pewayangan itu belakangan dibanding perkenalan dengan pisang goreng, tapi enak saja sih pisang goreng. Untuk pisang biasa, biasa saja. Kalau ada pisang bisa digoreng, kenapa biasa saja? Haha.. Terbalik ya, kalau bisa dimakan tanpa repot digoreng mengapa digoreng? Sudahlah.. Pisang goreng enak.
            Hari libur itu bisa dimanfaatkan, setidaknya pagi. Sarapan bisa berbeda, kan. Aku biasa makan bubur dekat rumah, buburnya putih (iyalah—ya bubur nasi bukan bubur kacang hijau), pakai ayam saja dengan kerupuk, karena aku doyannya demikian. Enak! Tak macam-macam seperti ada bawang dan sebagainya. Sepertinya itu bubur terenak dibanding mana saja. Tapi.. Memang aku pernah makan bubur selain di situ? Haha..
            Begitulah, dan dulu ketika ditanya makanan kesukaan, aku juga bingung. Karena harus ada, untuk tugas sekolah haha, yaitu menjawab nama makanan kesukaan. Jadi aku suka bubur ayam tanpa cacat, maksudnya tidak ada unsur yang membuat kurang enak, maka kujawab bubur ayam.
            Pisang goreng, hm.. Kucoba versi pisang goreng yang lainnya, enak. Aku tak memakan bubur di tempat lain sih, takut tak enak. Namun bukan karena ini sih, akhirnya aku menetapkan makanan favorit menjadi pisang goreng, tapi ya sepertinya lebih pas saja.

***

            Jadi.. Makanan atau minuman favorit itu menurutku, ketika kita disajikan makanan atau minuman itu dalam berbagai penyajian yang berbeda, namun tetap merasa enak. Ya maka itu bisa dijadikan hidangan favorit. Bisa berubah? Bisa.. Hati saja bisa berubah favorit kan, ea. Namun ada alasan dan kajian mendalam mengapa hal itu bisa menjadi favorit kan, hidangan maupun apapun.


***


            Maka apa hubungan paragraf pertama? Haha.. Itu soal kopi susu, bukan pisang goreng dan teh hijau susu. Itu yang menunjukkan bahwa hidup penuh warna, dan ini bukan promosi merek Good Day. Jadi, makanan dan minuman favorit mungkin yang paling disukai, tapi bisa jadi bukan terus-terusan kan. Bukannya bosan, tapi ya warna lain, rasa lain, bisa juga membuat enak. Kisahnya duluan minuman, tapi judulnya pisang goreng dulu bukan sebaliknya, mengapa? Ya.. Biasanya orang makan dulu deh baru minum.

Komentar