Perjalanan Damai



Berjalan menyusuri indahnya negeri
Merajut perdamaian di bumi Khatulistiwa
Langkahkan diri ini menyatukan jiwa
Menuju hari esok untuk dunia yang damai selamanya

Lumayan, pelantunan amatir sebuah lagu baru direkam di Scout Radio. Katanya akan diunggah ke akun mereka. Sebelumnya sudah ada seremoni pelepasan di Kwarda Jabar oleh Kak Dede Yusuf langsung, kali ini adalah launching sekaligus wawancara di Scout Radio Indonesia, bersama beberapa calon peserta. Sementara cukup dulu persiapan menuju perjalanan damai ini, sudah launching dan cukup berkenalan dengan beberapa calon peserta, dan kembali bertemu Kak Jaenal Mutakin alias Kang Zeze Guru.

***

Scout Journey for Peace kali ini merupakan gelombang kedua. Sebelumnya pernah dilaksanakan pada 2015, yang mendapat apresiasi dari Messenger of Peace dunia, hingga ingin dibuat lagi kegiatannya. Sejak launching bulan Juli lalu, akhirnya satu per satu journey itu dijalankan. Destinasinya seputar Jawa, dibuat sedemikian rupa berbeda tiap kelompok.
Ini Batch II, yang pertama pada 2015 lalu. Kala itu ada 10 destinasi sepanjang tahun. Sedangkan pada angkatan ini diperkenalkan edisi spesial, destinasi Lampung dan Bali. Tetap dua provinsi paling dekat dengan Jawa, namun sudah melewati batas pulau, sehingga SJFP kali ini ada yang baru, diramaikan dengan perjalanan laut juga. Edisi Lampung jalan duluan, yaitu rombonganku. Kemudian edisi Bali menjadi penutup rangkaian, dijalankan pada bulan Desember.
Lampung tadinya juga akan dijadikan edisi penutup, tetapi akhirnya Lampung berangkat duluan. Justru menjadi waktu yang paling pas, di bulan September, masih bulan perdamaian dunia. Pada tanggal 21 September tahun ini Kwarnas tak mengadakan kegiatan—tahun lalu diadakan kegiatan seremonial di Cibubur karena bertepatan dengan tanggal merah. Rombongan kami, edisi Lampung, berangkat pada 29 September. 
“Akhir pekan ini kita berangkat, ya,” sabda Kak Zeze. Calon peserta yang berasal dari berbagai wilayah itu pun langsung bersiap-siap, dan cukup mendadak harus membuat jadwal menuju Jakarta. Sabtu pagi pukul 6 kami harus berkumpul di Stasiun Tanah Abang.
Katanya akan ada enam orang di stasiun. Saya sendiri tiba paling lambat di stasiun, karena baru sampai di Jakarta tak sampai beberapa jam sebelum jam kumpul. Ketika sampai di stasiun, tak kulihat sejauh mata memandang ada yang berseragam Pramuka. Eh, ternyata mereka agak memojok terpencil. Akhirnya kami berkumpul, baru ber-5. Satu orang lagi bertemu di stasiun selanjutnya.
Ini journey. Perjalanan dimulai, moda pertama adalah KRL Jabodetabek, tujuan ke Rangkasbitung. Hari masih pagi, belum banyak penumpang. Kami sebagai duta perdamaian pun belum beraksi. Ya, bicara soal aktivitas yang ada di SJFP ini adalah peace dialogue. Salah satunya kepada penumpang kereta, kami akan mendorong diskusi tentang perdamaian, juga memperkenalkan Pramuka dan Messenger of Peace ini. Dengan beberapa peralatan seperti kertas kampanye, kami juga akan mengajak ikut serta masyarakat dalam mendukung perdamaian.
Sesi ini berjalan di kereta lokal menuju Merak. Setelah dari KRL, kami seperti kelompok musafir backpacker yang bertanya ke sana kemari kepada petugas soal kereta ke Merak. Akhirnya kami dapat info, dan beberapa jam kemudian lanjut ke Merak. Nah, mulai di sinilah kami menjalankan peace dialogue. Dari orang paruh baya sampai anak kecil pun dapat menjadi teman diskusi dan cerita kami. Perjalanan 3 jam itu pun tak terasa hingga kami hampir sampai di Merak.
“Ayo, siap-siap, udah mau sampai, sekarang.” Akhirnya kami berpamitan dengan teman diskusi dan bicara, turun kereta sambil membantu penumpang lain yang kelihatannya butuh bantuan, dan meneruskan berjalan ke Pelabuhan Merak. Iya, dari stasiun jalurnya terintegrasi langsung ke pelabuhan.
Hari sudah menjelang sore ketika kami memulai perjalanan laut. Tiga jam duduk di kereta mungkin bisa terbayar dengan istirahat di kapal, sambil sesekali menikmati pemandangan luar. Sangat sayang pengalaman jarang ini tak dimanfaatkan. Kami bergantian keluar-masuk, istirahat-menikmati pemandangan. Matahari yang semakin menurun makin memperindah langit. Seragam Pramuka masih dikenakan, tak jarang pula mendapat perhatian dari beberapa penumpang.


Sepertinya kami akan sampai pada saat Maghrib. Ketika melihat matahari hampir tepat terbenam, daratan sudah terlihat dan pemandangan tak kalah indah. Kami manfaatkan untuk berfoto sekalian siap-siap dengan barang.
Bagai rombongan terlantar, kami duduk-duduk di pinggir jalan. Tadinya di pintu keluar Pelabuhan Bakauheni, tetapi suasana banyak pengampu transportasi yang menawarkan tumpangan dengan ramainya, akhirnya kami menyingkir. Pramuka, bawa senang saja tiap keadaan perjalanan. Toh beberapa saat kemudian angkutan pun datang. Hari sudah gelap, kami menyusuri jalanan Lampung. Pertama kalinya bagiku.
Ternyata tempat tinggal kami tak jauh, hanya beberapa menit saja sudah sampai. Itu adalah kediaman salah satu DKD Lampung, yang pada momen itu tak dapat kami temui karena sedang berada di luar kabupaten. Kami disambut oleh Kak Husni saja, yang juga DKD Lampung. Penduduk di wilayah ini kebanyakan suku Lampung—cukup bisa dibuat penelitian karena sekitar 60% penduduk Lampung adalah suku Jawa. Jadi, sekalian kami bisa belajar budaya Lampung, dan tak sia-sia ini perjalanan ke Lampung dan yang ditemui adalah orang Lampung. Tipikal orang Lampung itu namanya cukup bernada Barat, seperti Kakak DKD penghuni rumah bernama Kak Cornelia. Namun hampir seluruh suku Lampung merupakan muslim.
Interaksi antartetangga cukup erat. Tetangga pemilik rumah ikut menyambut kami. Banyak anak-anak, bermain dengan kami. Oya, kami punya yang namanya peace board game. Sambil mengajak anak-anak sampai waktunya tidur pun seru sepertinya. Lagipula, belum semua dari kami yang bisa memainkan permainannya. Akhirnya tak terasa malam semakin larut. Satu per satu mata mulai tumbang, dan akhirnya terlelap. “Dilanjut esok hari, ya.”

***

 
Long journey

Pagi hari menyambut! Ayo bangun, Duta Perdamaian. Berpamitan dengan warga rumah, walaupun hanya semalam namun rasanya sedih juga. Ternyata pagi sekali kami harus sudah berpisah. Tapi memang ini kegiatan singkat, jadi apapun rasanya seperti angin berlalu. Namun yang singkat itu pun bisa bermakna, seperti angin yang sejuk maka membuat yang tersilir nyaman.
Kami lanjut ke Pantai Minang Rua, lalu ke Menara Siger, ikon Lampung. Bertemu dengan para Pramuka Penggalang dan Penegak yang kebetulan sedang berkegiatan di sana, kami memperkenalkan Messenger of Peace dan kegiatan SJFP ini.
Tak terlalu lama kami memotivasi di kegiatan mereka, memberi beberapa hadiah untuk memberikan kesan, yang kami juga mendapat kesan pada akhirnya. Kami tak punya banyak waktu, harus mengejar kapal kembali ke Pulau Jawa. Diantar Kak Husni ke pelabuhan, dan sampai jumpa lagi Bumi Ruwa Jurai, Lampung!
Singkat waktu, kami telah sampai kembali di Merak, dan lanjut berkereta. Aroma ibu kota kembali terasa, kegiatan ini hampir berakhir. Rasanya baru kemarin kami memulai (memang baru kemarin). Ya, memang terbukti singkat, namun sekali lagi, bukan tanpa kesan. Bahkan kita bisa memberikan kesan sekaligus mendapatkan kesan. Kemudian masing-masing akan memberikan kesan lainnya di tempat yang lain.
Peserta dari berbagai wilayah disatukan jadi rombongan untuk menjalani journey singkat, baru saling mengenal dan harus berpisah lagi. Ada enam rombongan pun tak saling mengenal yang berbeda rombongan, namun sama-sama sadar menjalani kegiatan SJFP, sebagai duta perdamaian, dan yang terpenting sebagai Pramuka. Hanya dua hari di akhir pekan namun setidaknya bisa mewarnai akhir pekan dengan kesan. SJFP, Scout Journey for Peace Batch II 2018, langkah lanjut MoP Indonesia. Dari Bekasi-Cirebon, ditutup dengan Bali, sampai bertemu lagi di edisi selanjutnya.

Jelang berpisah di stasiun.


Perjalanan damai
Membawa harapan akan indahnya dunia
Karena kita bersatu
Perjalanan damai
Satukan dunia
Bhinneka Tunggal Ika, Indonesia!

Akhirnya, pada tahun Rovers Centenary ini, setiap Rover punya cara tersendiri untuk memperingati dan memeriahkannya. Setahun telah berjalan, dan panjangnya Rovers Centenary atau abad Penegak-Pandega hampir berakhir. Tak terkecuali ini, sebagai kaum muda yang berkarya dan sebagai duta perdamaian, Penegak-Pandega Indonesia dapat menjalankan baktinya sebagai Pramuka, bagian dari satya, ikut serta membangun masyarakat. Tentunya tak sebatas di kegiatan journey ini, dan tak berakhir di tahun centenary ini. We are Scout, the messenger of peace. Hand in hand, let's make a better world.

Komentar