Persahabatan bagai Kepompong!
Ketika itu ada anak SD yang masih kecil dibandingkan
dengan sekarang (tentunya). Kehidupan begitu sederhana, walau tidak sesederhana
masa TK. Hari-hari bisa tidak menyenangkan jika mendapat nilai yang kurang
memuaskan atau lupa mengerjakan PR (yang berakibat pada tidak ada nilai juga).
Ada variabel lain yang bisa memenuhi pikiran, yaitu khayalan yang
bermacam-macam. Tak tahulah, apa sih yang menjadi khayalan anak SD pada masa
itu? Ya.. Tapi aku tahu, karena memang mengalami sendiri kok.
Dunia TK-ku itu hanya mengenal datang ke taman (kan taman
kanak-kanak) lalu dijemput lalu menghabiskan sebagian hari di rumah. Mungkin
sebagian ada yang serius, yaitu belajar bahasa Inggris. Dan satu lagi,
surah-surah yang menjadi bekal hidup sudah kuhafal. Namun itu semua belum
sekompleks adanya berhitung dan mempelajari hewan dan tumbuhan yang membuat
kami mendapat nilai ketika menjawab sesuatu.
***
Melihat ada anak lain bermain bola kecil di lapangan,
kupikir itu terbuka bagi semua orang, maka ketika bola mendekat, kutendang
saja. Aku tahunya bermain bola ya bolanya ditendang. Sesaat setelah itu baru
kusadar aku tak tahu yang kulakukan. Habis ngapain
lagi menunggu pembelajaran berikutnya? (itu sedang jam istirahat)
“Eee anak baru itu ya?” Ah tidaklah, aku hanya anak 63,
bukan 50. Kamu saja baru melihatku, ya memang kita baru dipertemukan. Tapi aku menjadi
kelas 1 sejak awal, bukan anak baru.
Tapi lambat laun aku mulai berteman juga. Ada yang
namanya Agus. Dia mulai akrab, ternyata rumah kami berdekatan. Kemudian ada
juga Faridz, yang ini cukup pintar, ia termasuk sainganku di kelas. Dan Faridz
punya teman dekat bernama Farhan, rumah mereka berdekatan.
Agus jadi sering ke rumahku. Tindakannya yang khas, ia
mengetuk pintu rumahku, “Abi, Abi,” lalu aku membukakan pintu dan kami bermain
di dalam. Lokasi masjid cukup dekat dari rumahku, sehingga biasanya kami salat
berjemaah ketika Zhuhur atau Ashar. Lalu kalau makan ya dia ikut makan, minum
juga. Kalau sudah cukup sore maka sadar besok sekolah.
Selain main di rumah, Agus mulai ikut jalan-jalan. Kadang
kami ke Taman Sari, taman kota di Banda Aceh, atau Blang Padang. Hari Minggu
enak diisi dari pagi hari dan biasanya ada makanan pagi hari yang nikmat.
Pantai, ada namanya Lhoknga, perjalanan cukup jauh namun menjadi agenda suatu
hari Minggu. Enaknya pantai adalah segar setelah basah main air, dan setelah
itu makan mi! Oya, ada awal-awal aku belum mencetuskan prinsip makan mi.
Mi rebus di pinggir pantai, setelah bermain air yang
membuat lapar. Ditambah kelapa muda sebagai penyegar, suasana ini tak kutemukan
di Jakarta, pantainya berbeda. Agus makannya cepat, lain denganku. Tapi kalau
makanan enak pasti kuhabiskan, bukan berarti lama tapi tak habis.
Farhan hebat kalau lari, termasuk yang kutakuti. Pernah
suatu kali ada tes lomba lari pelajaran olahraga, aku hanya kalah oleh Farhan.
Faridz sebenarnya juga cepat, tapi dia lebih menonjol kalau bermain bola.
Tersohor lah itu, mengidolakan Cristian Ronaldo. Kalau aku Kaka, hehe.. Ada
teman Faridz juga sesama jago bola, namanya Ryan.
Faridz dan Farhan kemudian menjadi teman dekat kami juga,
dengan Faridz lebih dulu dekat. Kami berempat cukup lama sering bersama. Terutama
pada agenda rutin tiap Sabtu dan/atau Minggu, kami paling sering bersama. Pokoknya
kalau sudah selesai sekolah Sabtu, suasana telah berbeda, yaitu akhir pekan dan
bermain!
Rapor telah keluar, rapor pertamaku sebagai siswa SDN 50.
Al-hamdu lilah aku berhasil mempertahankan prestasiku, dan
kulihat Faridz ternyata pesaing nilai, cukup tinggi juga nilainya. Namun ada
hal yang sedikit berbeda. Beberapa temanku ada yang tidak naik kelas, dan ada
yang dari kami. Kami pikir kami akan menjalani seklah sedikit berbeda karena
tidak lagi semuanya sekelas. Namun ternyata tidak juga, kami tetap bermain
bersama setelah itu.
***
“Ciaatt!!!” Sambil melambangkan metal di tangan, aku dan
Agus berpapasan, dia keluar kelas dan aku masuk. Mungkin hanya itu bersit pertemuanku
dengan Agus kini. Farhan juga, tapi dia lebih jarang lagi. Mungkin papasannya
dengan Faridz, kan du rumah dekat, haha.
Kelas 2B tetap ramai. Siswa yang 30-an, guru yang
sekarang cukup galak, kalau guru Agama ya mengajar Agama, guru Bahasa Inggris
mengajar bahasa Inggris. Tapi interaksi pertemanan semakin akrab. Ada Faruqi
serang yang lincah juga, bahkan baru kusadari lebih dahsyat dariada Farhan. Dia
akrab juga dengan aku dan Faridz.
Sabtu tiba juga, sekolah hanya sampai sebelum Zhuhur. Jatahnya
kawan-kawan untuk datang bermain. Sore atau malam waktunya ulang, kadang sempat
bertemu bapakku dulu yang sudah pulang kerja. Tapi yang lebih penting adalah
besok, Minggu! Agenda jalan-jalan!
Semangatlah aku bangun pagi, salat Shubuh berjemaah.
Bahkan mimpiku tentang mendengar azan Ashar. Terbangun, eh ternyata itu adalah
azan Shubuh dalam kehidupan nyata.
“Ambe’ (ambil) si Agus.” Sudah biasanya, langsung setelah
salat Shubuh, Agus kusamperi ke rumahnya, lalu menunggu dia siap dan datang
balik ke rumahku samai kami berangkat. Kemudian Faridz dan Farhan tak lama
datang menyusul.
Sudah seharian kami jalan-jalan, olahraga di Lhoong Raya,
makan bersama. Hari yang menyenangkan, dan diakhiri dengan mengantar
kawan-kawan ke rumahnya kembali. Istirahat, besok sekolah lagi.
***
Yang ikut berkumpul makin banyak. Faruqi bisa juga diajak
bermain ke pantai, atau olahraga. Lalu ada juga Ghalif, dia cukup akrab kalau di
kelas. Akhirnya sempat juga ikut jalan-jalan, tak sekadar urusan mengerjakan PR.
Ryan, teman dekat Faridz, dia yang rumahnya paling jauh. Tapi tak menghalangi
juga untuk menjelajah ke pantai. Walaupun dia yang paling jarang setelah
kuhitung.
Kami juga tak terbatas ada kelas B, karena ada teman yang
sudah kukenal dari SDN 63, Iras. Sebenarnya nama lengkapnya tak ada
Iras-Iras-nya, tapi begitulah panggilannya. Suka kami bercandakan jadi Sari
(Iras dibalik) juga. Dia orangtuanya model yang ikut jalan-jalan juga, makanya
pernah suatu kali kami ke Mata Ie, bersama orangtua Iras juga.
Basecamp-ku tetap menjadi pusat, kami hanya berpindah-pindah destinasi
saja. Setelah masa-masa aku sadar akan banyaknya foto ada masa ini, aku justru
merasa hal yang terjadi lebih banyak daripada yang ada di foto. Jadi kami
sering bermain bola, tenis, kadang juga bulutangkis. Dan tentu tiap hari sekolah,
dan aku punya kisah masing-masing dengan ara orang ini.
Olahraga serunya dijadikan turnamen, dan kami memang penyuka
pemain dan tim olahraga, tipikal anak laki-laki. Semuanya kami jadikan
turnamen. Bahkan mainan, sedikit mobil-mobilan un bisa dijadikan olimpiade atau
tur balap. Selain itu, khayalan realita masih banyak lagi. Namun setelah bepergian
atau bermain sekadar di kamar, realita aslinya kembali, kami rehat untuk makan
bersama dan salat, dalam kebersamaan kami tetap bersahabat.
***
Ada satu hari yang kuanggap menjadi hari terseru pada
tahun itu. Itu bertahan di peringkat teratas hingga aku menemukan hari terseru
yang lainnya. Namun ini adalah salah satu yang kuingat. Jadi pada tahun 2008, 17
Agustus jatuh ada hari Minggu. Dampaknya, hari Senin besoknya juga ditetakan
libur. Libur, kesempatan bermain tentunya. Hari itu hanya Agus yang bisa.
Akhirnya kami bermain saja di kamar, Lego dan beberapa mainan lainnya.
Rumah sunyi sekali, suasana di dalam maupun di luar.
Biasanya ada saja motor lalu lalang yang terdengar hingga kamar. Lalu di dalam
rumah hanya ada satu pengasuhku. Maka ketika lapar bisalah kami makan, jam
salat kami salat, dan ketika bosan bermain ya berhenti dulu. Tak terasa hari
sudah sore, dan Agus pun harus pulang. Aku kembali ke kamar mengasyikkan diri
dengan mainan yang tadi dimainkan bersama. Walaupun hanya begini, seru lho..
***
Awal tahun 2009 aku sudah hampir memastikan rencana
kembali ke Jakarta. Seperti sudah beberapa kali, hari pertama sekolah diisi
dengan pengumuman eringkat. Kemudian hari-hari selanjutnya ya belajar. Tapi
kali ini belajarku terasa lebih hampa, dan terburu-buru. Seperti aku disugesti
bahwa aku tak lama lagi berada di sekolah ini maka aku tak terlalu serius.
Bahkan itu bukan jadi masalah, kata guruku.
Intensitas jalan-jalan sepertinya makin sering. Selama
dua tahun ini Aceh cukup berubah, dan tempat-tempat yang dikunjungi sudah
banyak. Jadi banyak tempat-tempat yang diulang untuk kenangan, dan berfoto
kalau dulu belum sempat berfoto. Juga.. Museum Tsunamu sudah jadi!
Akhirnya aku mengadakan perpisahan di rumahku ada 1
Februari 2009. Banyak yang datang, kelasku dan beberapa teman yang kukenal dari
SDN 63. Di sana kami bermain banyak permainan ringan. Perpisahan kemudian
menjadi hari yang ceria. Hingga langit makin terlihat gelap, dan acara pun
usai. Aku menyaksikan teman-teman berpamitan dan berkesan yang baik. Tinggallah
para sahabatku yang masih menemani hari itu. Tak ada yang ditakuti dari
gelapnya Maghrib, sudah biasa bahkan sampai malam.
Dulu kita sahabat teman
begitu hangat, mengalahkan sinar mentari
Dulu kita sahabat
berteman bagai ulat, berharap jadi kupu-kupu
Beberapa pekan setelah kembaliku ke Ibu Kota, aku sempat
balik lagi ke Banda Aceh untuk menyelesaikan perpindahan barang yang belum
tuntas, dan menemui kembali para sahabat. Guru dan kawan di SDN 50 tak lupa
kukunjungi lagi, belum banyak yang berubah, hanya saja Abiyyi sudah bukan bagian
dari kelas. Labi-labi masih ada dan masih menarik sebagai angkutan kota
sederhana di Banda Aceh. Sempat lomba makan mi terakhir dan jalan-jalan hampir tiap
hari, kala itu seakan bolosku selama hampir sepekan di Jakarta tak kupikirkan,
hanya soal saat-saat terakhir bersama mereka. Lagu populer sudah mulai
berganti, “Inilah saat terakhirku melihat kamu...” Lagu ST12, mereka lesetkan
jadi, “Inilah saaat terakhirku melihat Abi.”
“Inilah saaat terakhirku melihat Abi.. Jatuh air mataku,
menangis pilu.”
“Menangis pilu Ndre, bukan Pirlo.”
“Oma jago ‘li Andrea Pirlo.”
Akhirnya aku benar-benar selesai pindah barang, tak ada
lagi kembali ke Banda Aceh. Hingga janjiku untuk kembali sebelum 5 tahun,
persahabatan 8 di Aceh akan dikenang menjadi seperti lagu Samsons, walaupun
kini kami telah saling terbang seperti kupu-kupu.
Komentar
Posting Komentar