Cerita Wayang: Narayana Jelajah


Pemuda berjubah gelap itu berjalan dengan tenang. Derap langkahnya seperti orang biasa berjalan. Namun tatapannya tajam, seperti memantau sesuatu. Kemudian ia terlihat gesit dan perkasa menghabisi sekelompok orang. Tetapi ternyata ia tak menyelesaikannya, hanya mengambil harta mereka lalu meninggalkannya.
Esoknya ia menemui masyarakat desa lagi, terlihat sengsara. Hasil rampasan itu ia bagi dengan proporsional sesuai perkiraan kebutuhan masing-masing dari mereka. Sebagian berbentuk bahan makanan dan pakaian. Tanpa memperkenalkan diri dan berlama-lama, ia langsung meninggalkan desa itu.
Prabu Baladewa baru dilantik menjadi raja Mandura, menggantikan ayahnya Basudewa. Sifat kepemimpinannya cukup setara dengan ayahnya, maka tak banyak yang berubah dari Mandura setelah hampir setahun ini, cukup stabil bisa dibilang. Belakangan saja ia mendapat laporan banyak terjadi perampokan. Menurut laporan Patih Pragota, sang perampok sangat gesit dan tak bisa dikenali.
Perampok itu adalah adiknya sendiri. Narayana, putra Prabu Basudewa—kini Begawan Basudewa dari Mandura. Usianya dua puluh empat tahun. Sejak kepemimpinan ayahnya berganti kepada kakaknya, ia mulai berani menjelajah negerinya untuk menelisik keadaan, yang katanya cukup banyak kekacauan dan ketimpangan sosial. Setelah menemukan kebenaran di lapangan, ia ingin langsung bertindak.
“Kalau ngambek tidak dapat takhta, bilang! Tapi aku yang tertua.”
“Saya tidak membelot, hanya melihat ketidakberesan yang dibiarkan.”
“Hal begini malah membuat malu istana!”
“Baik, saya izin saja. Setidaknya Kanda sudah lebih paham tentang keadaan.”
Narayana kembali meninggalkan istana. Kali ini tidak merampok lagi, tetapi menuju Astana Gandamadana. Ia menemui Resi Jembawan, penjaga Astana. Mereka pernah bertemu, dan kali ini ia datang untuk berguru. Mungkin Narayana akan tinggal beberapa saat di sana, ada hal lain juga yang ia ingin lakukan. Di tengah jalan, ia bertemu dengan Udawa.
Sesampainya di Astana Gandamadana, ia cukup kaget karena suasana sedang tidak baik. Ternyata Dewi Jembawati, putri Resi Jembawan sedang dibawa lari. Menurut informasi, ia dibawa oleh Prabu Wahudaya. Kemudian ia langsung melesat bersama Udawa. Setelah sampai di wilayah Prabu Wahudaya, ia berhasil membunuhnya dan membawa kembali Dewi Jembawati.
Setelah mengembalikan Dewi Jembawati, ia diizinkan untuk menikahinya. Walaupun Resi Jembawan seorang manusia monyet, namun kesadaran kramanya tinggi, itulah mengapa dia berumur panjang dan bisa menjadi resi. Resi Jembawan pun sangat menghormati Narayana, karena konon Narayana adalah titisan Batara Wisnu, dan ia teringat kepada Sri Rama dahulu.

***

Narayana pergi menjelajah lagi. Keberingasan Prabu Yudakalakresna terdengar dahsyat dibandingkan banyak penindasan lainnya. Kali ini bukan hanya orang kaya tak peduli sesama, namun pemimpinnya langsung. Dan ia malah dianjurkan oleh Resi Jembawan, artinya pemberontakannya kali ini memang harus dilakukan.
Berbagai pelosok wilayah Dwarakawestri didatangi, kembali dengan jubah khasnya. Sampai beberapa pekan, gerak-geriknya diketahui oleh Prabu Yudakalakresna. Ia justru memanfaatkan kesempatan itu, dan bergerak ke wilayah istana. Suatu kali ia benar tertangkap oleh ponggawa istana, dan dibawa ke istana dihadapkan kepada Sang Prabu. Namun ia malah melancarkan serangan lagi dan dapat menewaskan Prabu Yudakalakresna.
Keadaan berangsur tenang, namun Narayana diberitahu bahwa Yudakalakresna buka penguasa utama wilayah itu. Wilayah tetangga, dikuasai oleh kakaknya, Prabu Kunjarakresna, dan selalu siap sedia membantu keamanan wilayah adiknya itu. Narayana tak mau menanti lama, ia langsung minta diberi arah ke Dwarawatiprawa. Mengalahkan Prabu Kunjarakresna, akhirnya Narayana diangkat menjadi raja kedua wilayah itu yang digabung menjadi satu, bernama Dwarawati. Ia bergelar Prabu Sri Batara Kresna.

***

Setahun ia membersihkan dan merapikan keadaan Dwarawati. Pada awal kepemimpinan ia tak langsung memberitahukan kepemimpinannya kepada kakaknya. Masih sibuk juga mengurus pergantian kepemimpinan dan memperbaiki sistem yang salah pada pemerintahan sebelumnya, juga kakaknya tak begitu peduli juga dengan kabarnya.
Anak pertamanya lahir, ia beri nama Gunadewa. Namun wujudnya berupa monyet, turunan kakeknya. Sri Kresna dan Jembawati agak terenyuk, lalu sekalian berkunjung ke Astana Gandamadana, mereka hendak meminta petunjuk kepada Resi Jembawan. Kemudian Resi Jembawan menyarankan agar Gunadewa dibesarkan di Gandamadana saja. Sri Kresna manut saja saran mertua dan gurunya, maka ia kembali mengurus negara.
Titel Kresna sebagai raja Dwarawati mulai dikenal, dan Kresna menjadi sering berkumpul dengan sepupunya, para Pandawa. Amartapura juga baru berdiri, ia ikut membantu merancang tata desa. Tak lama berselang peristiwa besar berlangsung, putra Bima calon pelindung negara lahir, Gatotkaca. Terakhir adalah kedekatan Arjuna dan Subadra yang berakhir di pelaminan. Urusan yang terakhir ini Kresna agak bersilat dengan kakaknya, persoalan negara dan lebih besarnya soal cinta Arjuna dan Subadra. Namun itu cepat berlalu dan berakhir baik saja. Mandura dan Dwarawati kemudian beriringan menjadi negara saudara yang saling membantu.
Ternyata takdir jodohnya bukan hanya Dewi Jembawati. Ia mendapat wangsit bahwa ia juga akan menikahi sepupunya. Maka dari itu, mengenang kegemarannya menjelajah, sekarang ia bisa lebih leluasa karena berstatus sebagai pemimpin kerajaan. Tentunya kali ini lebih beradab menjelajahnya.

***

Dipertemukan dengan Dewi Rukmini, sang putri pamannya itu juga sudah memasuki usia siap menikah. Dewi Rukmini minta dijelaskan makna sejati laki-laki dan perempuan. Kresna dapat menjelaskannya, kemudian diterima oleh Rukmini. Mereka melangsungkan pernikahan dan Kresna berdiam di Kumbina bersama Rukmini, sambil membantu pengelolaan Kumbina karena ia dirasa pandai dalam pengelolaan negara.
Tahun berikutnya ia berkunjung ke Lesanpura, mengunjungi adik sepupunya, Satyaki. Satyaki mempunyai kakak bernama Dewi Setyaboma. Kresna juga berniat meminang Setyaboma, tetapi pada saat itu Lesanpura juga sedang dibuat bingung dengan lamaran dari Hastina atas nama Resi Dorna. Resi Dorna ternyata juga ingin meminang Dewi Setyaboma, oleh karena Krepi istrinya baru meninggal tahun sebelumnya dan Duryudhana memedulikan gurunya itu.
Akhirnya diadakan perang tanding antara Kresna dan Resi Dorna. Dorna kalah dan Kresna berhak untuk memperistri Dewi Setyaboma. Satyaki diajak ke Dwarawati untuk membantunya mengurus Dwarawati. Akhirnya, Kresna kembali dari jelajah panjangnya ke Dwarawati. Kini ia berkumpul bersama tiga istrinya.
Syukuran pernikahan juga dilangsungkan begitu Sri Kresna pulang ke Dwarawati. Ternyata ketiga istri Sri Kresna adalah titisan tiga istri Batara Wisnu, dan kini lengkap sudah Batara Wisnu berkumpul bersama istrinya di Marcapada. Syukuran dihadiri banyak rakyatnya, juga dilakukan untuk memutar ekonomi demi menyejahterakan rakyat Dwarawati.
“Sri Kresna, titising Wisnu, Dwarawati ini memang dianugerahkan Dewata untukmu. Untukmu menjaga kesejahteraan dan kebajikan Marcapada. Banyak angkara yang masih bertebaran, itu merupakan kodrat. Namun persoalan untuk yang baik adalah, tetap berusaha mengajak kepada kebaikan juga.”
“Ampun, Pukulun Batara Narada dan Batara Indra. Ini tanggung jawab berat. Semesta pewayangan penuh dinamika, saya hanya orang yang menunjukkan sifat diri.”
“Kami yakin jeneng siro bisa, Ngger.”

***

Dwarawati makin makmur, kebahagiaan tertebar. Prabu Sri Batara Kresna dikenal bijaksana dalam mengayomi banyak orang. Bukannya Dwarawati disegani lalu ditakuti kerajaan lain, namun para negara tetangga dijadikan mitra dalam pengelolaan. Begitu juga Amartapura yang dipimpin oleh sepupu baiknya Prabu Yudhistira, kerajaan baru yang juga gemah ripah loh jinawi. Tak terasa Dewi Rukmini mengandung, beberapa bulan lagi lahir anaknya. Begitu lahir, ia beri nama Partajumena. Kemudian tiap dua tahun berselang Jembawati kembali melahirkan, diberi nama Samba; dan Setyaboma juga melahirkan Satyaka dua tahun kemudian.
Rentang sepuluh tahun bagi Narayana, dalam begal, kembang, dan kridha. Ia kini adalah Prabu Sri Batara Kresna, titisan Batara Wisnu dengan tiga istri dan empat keturunan. Transformasi tersebut mendewasakannya, namun pada dasarnya ia sedari kecil cerdas dan berwibawa.

Komentar