Rumah Kedua Enam Tahun: Labschool Rasa SMA


Tiga tahun di SMA Labschool Kebayoran, penggenap 6 tahun di lingkungan Labschool Kebayoran.




Masa jelang SMA terasa lambat, ya memang lama sih liburannya. Banyak hal yang dilakukan, walaupun akhirnya tak terasa juga waktu berjalan. Jumat, 24 Juli 2015, hari pertamaku kembali ke Labschool Kebayoran, kali ini bukan memakai celana biru lagi, namun langsung abu-abu. Seakan tak perlu lagi identitas sekolah asal, kami langsung memulai Pra-MOS dengan seragam yang sama. Aku menanti saja bagaimana pengalaman di SMA, tak berharap lebih dari SMP, dan mencoba memaknai tiap waktunya karena pengalaman SMP yang begitu dahsyat.
MOS SMA terasa lebih rasional, ada baik dan tidaknya. Jadi lebih tidak berwarna kesan Labschool dibanding SMP, namun lebih merasa tenang. Tak ada galak tingkat tinggi, dan beberapa ketegasan lebih longgar. Aku sudah lebih idealis, dengan memiliki beberapa tujuan di SMA, kita lihat saja bagaimana berjalannya. Dan akhirnya bertemu juga, belajar, kegiatan, dan memulai kehidupan di SMA—jenjang terakhir sekolah wajib seragam.
“Selamat datang di SMA,” kata seorang guru saat memulai pembelajaran pertama di kelas.
Kemudian ada yang namanya Bintak, tak lama setelah MOS. Model kajian Islam-nya, kali ini dikelola kerja sama dengan Daarut-Tauhiid. DT sedang tak asing bagiku karena Ramadhan lalu aku mengikuti sanlat DT di Ciputat. Tiga hari Bintak menggugah keaktifan peserta, namun ternyata aku tak cukup aktif untuk berusaha menjadi peserta terbaik. Dengan pengalaman kepercayaan diri dan SMP, seharusnya aku lebih pede, namun antara tidak mau banyak menonjolkan dan memang kurang aktif akhirnya biarlah. Terulang seperti SMP, dua teman sekelasku menjadi peserta terbaik.
Ekskul di SMA yang cukup menonjol adalah pecinta alam, Palabsky. Mungkin aku akan masuk, sudah bertekad. Di hari Expo Ekskul aku tidak terlalu bingung untuk menentukan. Pramuka sebagai ekskul belum berjalan, dengan latihan wajibnya. Dan sebagai peminat tetap keagamaan, dan dianggap potensi, aku masuk klub penghafal Al-Quran, tahfiz.
Jenjang SMA mungkin masanya bisa lebih berkecimpung di banyak komunitas. Sebagai anak SMA, bisa lebih percaya diri untuk beraksi dalam Koalisi Pejalan Kaki, walaupun sudah tidak akan dianggap terlalu dini lagi (cukup dini untuk kepedulian kan keren). Saat Expo juga datang komunitas pemungut sampah yang pernah populer masuk koran. Aku pun tertarik, hingga di masa mendatang sempat bergabung dengan aksinya.
Lalinju juga merupakan acara SMA. Sebagai kelas 10, kembali aku mengikuti upacara bendera, menyambut yang Lalinju. Beberapa kelas 10 mungkin sudah ada yang ikut, sebagai MPK. Tapi bukan itu yang menjadi perhatianku. Setelah semua selesai, ada lagi sekelompok komunitas menjalani pelantikan—selain OSIS dan MPK: Palabsky. Ya, insya Allah kami menjadi seperti itu tahun depan. Kalau OSIS? Kita lihat nanti, deh.
Berbeda dengan SMP, program kerja besar dan menunjukkan brand Labsky ada lebih banyak di SMA, maka itu butuh dukungan mulai dari kelas 10. Sehingga tak asing anak kelas 10 telah menjadi panitia proker, misalnya SkyAve. Yang cukup dikenal oleh kakak kelas bahkan hampir pasti menjadi panitia.
Masa 3 bulan bisa cukup untuk mengambil benang merah kisah, bagaimana rasa SMA ini. Memasuki bulan Oktober, mulailah ada aroma TO, suatu kegiatan terkenal di SMA. Kami akan tinggal di suatu kampung selama 5 hari. Lima hari itu menyenangkan katanya, namun sebelum yang lima itu ada rentetan yang agak menegangkan bernama Pra-TO, yang dikelola oleh kakak OSIS. Oke, Pra-TO pun menjadi kegiatan yang nantinya akan dikenang lucu bagi kami, namun sekali lagi tidak untuk diulang. Enak dikenang, tak enak diulang.
Ada lagu TO yang terkenal, memakai irama dari Hip-hip Hura, dari tahun ke tahun pasti untuk mengingat TO akan menyanyikan lagu itu. Trip Observasi ke Purwakarta selalu mempunyai kesan yang akan dikenang, adanya kebersamaan dengan khas Labschool (berkelompok, memakai nametag, ketegasan kakak OSIS) paling banyak terjadi di sini. Di sinilah anak kelas 10, yang laki botak bersamaan, masa-masa awal kesolidan angkatan, hidup di suasana lain. Lima hari itu mungkin memiliki kesan yang berbeda-beda bagi tiap orang, namun secara keseluruhan meninggalkan kesan yang tidak kosong. Selanjutnya Lampion, mengikuti kemah di akhir tahun, dan akhirnya berakhirlah semester pertama kelas 10.
Semester 2, semangat Pramuka mulai naik akibat telah berhasil mengikuti kegiatan pada bulan Desember. Dengan berbagai rintangan dan hambatan, ea, akhirnya sangga inti berhasil mengadakan pelantikan. Kami dilantik menjadi Penegak Bantara, akhirnya. Sebulan kemudian, sebuah takdir bahwa aku terpilih menjadi ketua Dewan Kerja Ranting Kebayoran Baru. Pendidikan Dasar Palabsky juga telah berlangsung, kami telah menjadi Anggota Muda. Ada perkumpulan Rohis se-Jakarta Selatan dalam bentuk Forjas (Forum Rohis Jakarta Selatan), dan beberapa dari anggota Rohis angkatanku ikut bergabung membantu kelanjutan pembentukan. Ya, awal yang sibuk untuk kelas 10.
Selanjutnya masing-masing kegiatan akan memenuhi kehidupan di kelas 10 ini. Cukup dini untuk harus menentukan prioritas kesibukan. Mungkin tak lagi seperti semester 1 yang bisa lebih bebas mencari kegiatan, karena justru sekarang kegiatan mengejar kita.
Ada lagi namanya Bintama, versi SMA dari Bimensi. Namun ini beda, kegiatannya bersama Kopassus. Sepertinya sudah lebih seram dari mendengarnya, namun tidak juga setelah merasakannya. Kisah Bintama agak seperti Bimensi yang tidak akan habis diceritakan lewat tulisan, dengan beberapa perbedaan yang mencolok. Namun tiap orang dan tiap angkatan punya kisah Bintama sendiri. Di Bintama suaraku habis, setiap hari menyanyi, namun bahagia. #TipsBintama nanti saja di Twitter jelang hari H. Yang jelas, enam hari kami dibina dan ditempa...
Kelelahan Bintama tak membuat beberapa orang berhenti melelahkan diri. Setelah mengikuti kompetisi Pramuka yang melelahkan, dua hari setelah Bintama, kaum-kaum yang ingin meningkatkan diri dalam kepemimpinan atau lebih khususnya ingin menjadi pengurus OSIS-MPK, mengikutkan diri dalam Lapinsi, Latihan Kepemimpinan Siswa. Kesibukan yang telah memuncak ini harus membuat diri berpikir, soal OSIS. Ini hal besar, karena saat SMP menjadi pengurus OSIS atau tidak itu suatu keputusan yang besar dan berpengaruh.
Tidak. Aku memilih untuk tidak. Lapinsi berisi pelatihan yang bermanfaat, tak rugi walau nantinya tak daftar pengurus OSIS. Oke, dan kisah pun tak habis walau demikian. Kelas 10 pun berakhir dengan cukup baik.
           
***
Ada temanku yang sangat menanti kelas 11, tidak tahu kenapa. Yang jelas, kami kembali mempunyai adik kelas, mereka kelihatannya masih segar. Lagi, saat MOS, kami melihat diri kami setahun yang lalu. Perlahan adik kelass baru mulai beradaptasi dengan sekolah ini, dan kami harus memberikan impresi yang bagus untuk dirasakan mereka. Untuk menarik Pramuka, menarik Palabsky, Rohis, dan masing-masing kepentingan lainnya. Yang jelas, SMA berbeda dengan SMP, lagi. Ini lebih banyak tantangan untuk memberikan kesan dan impresi.
Kegiatan Pramuka cukup banyak di kelas 11, bukan karena di sekolah kami banyak membuat kegiatan, karena sebagai DKR aku mempunyai koneksi untuk ikut segala kegiatan, dan memang itu membuka koneksi. Jambore Nasional, ajang Pramuka Penggalang terbesar tiap 5 tahun, aku berkunjung 2 kali. Tahun depan ada Raimuna Nasional, berdoa saja ada takdir baik. Selain itu, aku makin mengenal banyak orang dari berbagai sekolah. Masa ini menyadarkanku bahwa dunia itu lebih luas dari sekadar sekolah.
Namun kesibukan Pramuka ini agak mengancam tanggung jawab lainnya. Pengalaman SMP mungkin membuat santai, karena tak ada kerawanan berarti, namun soal pelajaran terkesampingkan ini lebih parah dari SMP, haha. Tetapi memang ‘tahun kami’ kali ini diwarnai dengan ber-Pramuka. Itu juga yang menyadarkanku soal kesenangan dan kesan di SMA bukan lebih buruk atau lebih indah dari SMP, namun itu adalah kesenangan yang berbeda. Keseruan Pramuka Penggalang dengan pengalaman Labscout yang indah bukan mengalahkan juga bukan tergantikan dengan kepenegakan, namun itu adalah hal yang berbeda.
Tak terasa, kembali tak terasa. Semester 1 kelas 11 berakhir, berarti kami telah menyelesaikan 3 semester dari perjalanan 6 semester. “Lah udah semester 2 aja. Semester 1 kita ngapain aja??” Kata seorang teman sekelas. Perjalanan begitu cepat. Mencoba untuk membuat kesan saja jelang tahun terakhir. Aku mengikuti Malaysia Scout Jamboree bersama 12 teman Pramuka-ku, cukup membuat akhir tahun yang menyenangkan.
Awal tahun baru semangat baru, kembali belajar dengan tekad lebih baik. Tapi ada agenda besar angkatan, studi lapangan, yang membuat kesan tersendiri. Bagaimana naik kereta bersama seangkatan, bisa begadang di gerbong restorasi hingga hampir tidak tidur. Lalu enam hari di Yogyakarta. Angkatan kami dapat studlap di Yogya, mengunjungi universitas utama UGM, dan beberapa kunjungan studi lainnya. Walaupun dibebani tugas yang harus dikumpulkan setelah kegiatan, kami tetap merasakan kebahagiaan dalam kebersamaan. Selain menugas, masih banyak luang waktu berekreasi dan menikmati suasana ngangeni Yogya. Ini adalah perjalanan terbesar angkatan, tak terulang lagi. Bebas yang terkawal dan berada di suasana kota lain. Ada papan tulisan di Goa Pindul, “Kebersamaan itu selalu indah.”


Malam keakraban Studlap Patrasaka 2017
SMA ini berfokus pada program besar, dan cukup banyak yang besar di tahun ini garapan angkatan kami. Dimulai dari SkyBattle hingga program terakhir dan terbesar saat para pengurus OSIS sudah turun nanti, SkyAvenue. Bagi pegiat aktivitas lain, Palabsky punya Eksplorasi sebagai kegiatan puncak. Tim yang tidak terlalu besar ini menjadi sangat sibuk untuk mempersiapkan segalanya. Tahun ini Eksplorasi bernama JBL (Jawa, Bali, Lombok), dengan tujuan 3 puncak tertinggi dari tiga pulau tersebut. Dari latihan fisik hingga pengajuan sponsor dilakukan oleh angkatan pengurus dan anggota muda. Akhirnya, dengan keputusan seleksi, terpilihlah 26 orang berangkat dibagi tiga tim.
Eksplorasi JBL menjadi kisah penutup kelas 11, pemenuh keinginan menuju Mahameru, dan pembayar tak ikut pada Eksplorasi Toraja tahun sebelumnya. Aku tergabung dalam tim Jawa, mendaki Mahameru. Dengan pelatih, dengan teman tim, dari bermalam di basecamp hingga turun lagi dari puncak, dan bergabung dengan seluruh tim di Bali menjadi pengalaman tak terlupakan. Dan tulisan ini bukan tempat satu bagian cerita saja dituturkan.
Sebagai Pramuka, ada Raimuna Nasional XI 2017, yang kali ini ketempatan di Jakarta. Tak menjadi perhatian kebanyakan orang, namun sejatinya Pramuka Penegak yang bersemangat tentu tak ingin melewatkan ini. Setelah mengikuti seleksi di tingkat ranting dan cabang, al-hamdu lillah aku terpilih menjadi bagian dari Kontingen Cabang Jakarta Selatan, yang akan berangkat berkemah pada Agustus nanti. Maka dua agenda besar memenuhi garis waktu tahun ini. Sebelum segalanya tentang belajar dan mempersiapkan setelah lulus, kegiatan ini bisa menjadi kesenangan dahulu.
OSN, olimpiade sains nasional. Tingkat SMA lebih ramai dan banyak variasi pelajaran dibanding SMP, namun mungkin SMA Labsky belum banyak menciptakan peraih medali atau menjadi langganan. Tahun 2016 saja al-hamdu lillah sedang banyak panen dengan 3 medali dari 3 peserta yang lolos ke tingkat nasional. Namun tahun ini tidak tahu, bagaimana takdir. Bagian angkatanku.
Bersama 9 orang lainnya, aku berjuang hingga tingkat provinsi. Dimulai dari Oktober sebenarnya, seleksi tingkat sekolah. Lalu berlanjut seleksi lagi untuk peserta tingkat kota. Tiga orang mewakili Labsky untuk tiap mata pelajaran, al-hamdu lillah 15 orang lolos tingkat pra-provinsi. Tiga hari mendapat pelatihan di berbagai tempat, sebelum tes lagi, Pra-OSP. Kamis, 6 April, pengumuman Pra-OSP keluar, dan 10 orang lolos. Suatu pencapaian, anak IPS yang lolos cukup tinggi di mapel Matematika. Ya jalani saja deh.
Hari-hari mengenai hal ini diisi dengan tidak belajar di kelas, suatu hiburan saat banyaknya kegiatan diiringi banyaknya tugas pelajaran menumpuk. Teman sepermainanku di OSN minimal ber-3, kami juga bersama dalam Pramuka dan Palabsky. Jadi mudah, kalau perizinan untuk rapat dan sebagainya atau urusan OSN. Ruang audio visual menjadi ruangan kenangan tempat kami belajar. Ruang yang nyaman itu sebentar lagi sudah tidak ada karena bagian koridor gedung SMA akan mengalami renovasi untuk penambahan tingkat lantai.
Peserta OSP juga menjalani pelatihan di tempat-tempat berbeda. Kali ini lebih lama, 10 hari. Selain untuk menambah ilmu tentang mapel olimpiadenya, pengalaman ini juga menambah koneksi dan kenalan dari pelatihan. Ada 50 siswa tiap mapel, tiap hari belajar bersama, namun akhirnya bersaing. Namun kami saling membantu dalam belajar, dan pada akhirnya ketika hanya sebagian dari kami yang lolos, kami saling mengucapkan selamat. OSN bukan persaingan abadi yang ambisi itu harus menjadi pemicu untuk saling menjatuhkan. Karena bisa jadi di luar ruangan seleksi, kami berteman. Saat penyelenggaraan OSP, kutemui banyak teman SMP, wah hebat-hebat juga mereka.
Setelah OSP, akhirnya kami kembali ke kelas. Tugas yang perlu dikejar kami kejar. ‘Yang perlu’, haha.. Karena ada guru yang berbaik hati kepada anak OSN sampai provinsi. Tak terasa, Ramadhan kembali akan datang, dan.. Tahun kedua jelang tahun terakhir ini akan berakhir, sebentar lagi UKK!
UKK berlangsung di bulan Ramadhan. Kami harus memakai baju muslim, bebas. Pada hari Jumat ya seragam Jumat. Sudah cukup lama sejak aku bersekolah dengan baju muslim di Labsky, karena belakangan Ramadhan bentrok dengan hari liburan, jadi tidak ada sekolah saat Ramadhan. Ini UKK terakhir, karena tahun depan sudah bukan UKK lagi. Ketika UKK selesai, kegiatan dan jadwal bukber mulai banyak. Dari Pramuka, jadwal latihan Palabsky, hingga bukber tiap ‘institusi’ dijadwalkan.
Ramadhan kali ini cukup sibuk jadwalku, di samping tetap ingin mengejar safari masjid dan ibadah. Seleksi Rainas tingkat cabang berlangsung hingga buka puasa, dan berbagai latfis jelang Eksplorasi juga ditutup dengan berbuka. Suatu hal yang nikmat, berpuasa tanpa malas-malasan karena sedang berkegiatan, dan penutup kegiatan tersebut adalah penantian berbuka. Eksplorasi berangkat saat 3 hari setelah Lebaran, jadi segala persiapan akan dilakukan sebelum Lebaran, yang membuat Ramadhan kali ini makin seru.
Kutempel di dinding kamar, agenda besar yang menjadi penanda garis waktu. Eksplorasi, makin dekat. Rainas, menanti. Dan pada akhirnya, pada masa setelah Lebaran yang diriku tidak pulkam tahun ini, kami berangkat Eksplorasi. Pagi-pagi sekali ke Bandara Halim. Petualangan 10 hari pun dimulai. Kami pulang persis sehari sebelum masuk sekolah. Bahkan pada hari saat masuk sekolah, karena kami sampai di sekolah pukul 1 malam.
           
***
“Kita kelas 12, cuy.” Pembicaraan di bus dari pesawat menuju bandara. Perjalanan dari Denpasar ke Jakarta malam hari dan delay cukup membuat lelah dan terlelap di perjalanan. Keluar pesawat, kami dapati telah hampir berganti hari.
Keluarga dan sahabat menyambut di terminal kedatangan. Eksplorasi tahun ini telah selesai, 26 orang. Lalu? Lalu peserta Eksplorasi menatap realita bahwa esok hari telah naik satu tingkat, dan akan disambut oleh seisi SMA Labsky dan anak barunya, adik kelas 10! Ya, kami mendapat adik kelas lagi. Sekarang aku adalah yang tertua di Labsky, SMP maupun SMA.
Menjadi yang tertua bukan penantian 6 tahun, karena mau dapat apa dengan menjadi yang paling tua? Namun ini mengisyaratkan bahwa sebuah perjalanan panjang telah dilalui, dan sekarang benar-benar mencapai tahap akhirnya. Kalau lulus SMP masih akan bertemu di SMA, karena satu gedung pula. Setelah ini apa? Ya itulah, yang membuat satu tahun terakhir ini harus.. Ya harus begitu deh.
Kelas 12 awal-awal masih masa transisi. Masih ada SkyLite Musicals, ajang drama terbesar Labsky, melebihi Sky On Stage milik SMP, karena sudah bisa di luar sekolah (iyalah SMA). Pengurus OSIS-MPK dan Palabsky akan turun di Lalinju. Belum selesai, karena tugas terakhir di SkyAvenue menanti. Kali ini di ICE BSD, dahsyat, semoga lancar. Dan.. Diriku masih akan menjalani kemah terpanjang dan harusnya terhebat: Raimuna Nasional XI 2017, ehehe.
SkyLite terakhir ini tidak dapat kesempatan jadi panitia, selain kesibukan Rainas juga, maka kami nonton saja. Lalu setelah itu tiap akhir pekan aku sibuk pertemuan Koncab. Ternyata seru juga, mengenalkan dengan perwakilan tiap kecamatan, yang orangnya bisa berbeda sekali. Pekan demi pekan kami lalui hingga tiba waktu Rainas. Yang jelas kisah Rainas tak akan dijabarkan panjang, karena bagaimana dahsyatnya, haru dan bahagianya. Bukan membandingkan, namun jika kukatakan, tahun ini ada agenda besar: Eksplorasi itu seru banget, tapi Rainas itu dahsyat. Itu kukatakan kepada teman Pramuka-Palabsky-ku.
Tugas terakhir di SkyAve menanti, sebagai seksi Konsumsi, haha. Menyenangkan, mengurus semua makanan, dan tetap bisa menonton dari kaca. Orang berdatangan mengambil makanan dan kami Konsumsi melihat semuanya, dari yang semangat hingga lelah, dari makan pagi, camilan, hingga makan malam. Dari khawatir makanan akan tidak cukup, sampai ternyata makanan sisa banyak. Kami menginap di hotel dekat ICE, hingga satu hari setelah acara. Setelah itu pulang.
Sekarang, kelas 12, Patrasaka, belajar! Oke, ini rangkaian jadwal belajar yang harus kami lalui. Selesaikan dulu karya tulis di semester 1. Lalu masih banyak ujian di semester 2 yang menanti. Kami harus yakin, usaha tidak akan mengkhianati hasil. Lepas dari itu, mungkin kami punya cara berusaha tersendiri dalam mencapai hasil. Jadi, nikmatilah belajar dahulu.
Selain urusan belajar, tanggung jawabku di DKR masih banyak, dan akan kuatur sampai bisa diseimbangkan dengan belajar, walau sekali lagi itu sulit, diriku lebih payah dari SMP. Ada regenerasi baru, untuk mengganti beberapa tempat di DKR yang kosong. Sekarang di DKR punya adik pula.
Semester 2 datang, dan kami sudah dinantikan oleh ujian praktik di awal tahun. Lanjut lagi berbagai uji coba UN dan try out. Ajang terbesar kelas 12 sekarang adalah USBN, yang merupakan penentu kelulusan. Jadi doa bersama dan persiapan lainnya dilakukan sebelum USBN. Toh UNBK, UN berbasis komputer, juga hanya 2 pekan setelah USBN.
USBN berlangsung selama 7 hari, beberapa hari aku memimpin doa sebelum ujian. Ujian itu menyenangkan, jika pelajarannya seru, berjalan lancar, dan ketika mendapat hasilnya. Hasilnya pun menyenangkan jika bagus kan, haha. Tidaklah, ujian itu tetap penting dan seru, karena mengukur diri kita.
Hari-hari USBN dan jelang UNBK ini benar-benar kembali tidak ada yang dipikirkan selain pelajaran ujian. Teman-teman lain dari lama pun banyak yang mengikuti bimbel untuk persiapan SBMPTN. Kami tinggal punya waktu belajar satu pekan sebelum UNBK. Kelas bukan lagi kelas normal. Ada kelas sesuai kemampuan, kemudian kelas sesuai pelajaran peminatan UNBK. Kami kembali menjalani jadwal khusus UNBK. Doa dan zikir bersama Patrasaka sudah sebelum USBN kemarin, dan keluarga abadi itu kembali. Twalverio Viscarra, kami mengadakan doa bersama menjelang UNBK. Kami kembali bertemu guru-guru SMP. Guru-guru yang ketika itu menyemangati kami UN, kembali berbicara di depan kami. Mereka menyatakan keyakinannya, seperti tak beda dengan ketika itu. Aku juga jadi teringat masa itu. Ketika sedih hampir berpisah dengan mereka, guru kami. Dan sekarang tiga tahun berlalu, mereka kembali mewejang kami, untuk pergi ke tujuan yang lebih tinggi lagi. Pak Ukim, kepala sekolah kebanggaan kami, tak bisa hadir. Namun beliau menyampaikan pesan dan doanya lewat video, juga guru BK kesayangan kami. Terima kasih, semua guru, memang kalian tak pernah hilang dari ingatan kami.

Doa bersama menuju ujian

Tiba juga saat UN. Tak bisa ada doa bersama sebelum ujian dalam kebersamaan angkatan, karena UNBK membuat kami dibagi menjadi 2 sesi. Namun tak apa, seangkatan pasti saling mendoakan, yakin kami. Hari demi hari UN dilalui, mungkin tak semulus SMP. Secara nasional juga paham sepertinya, ada mapel yang membuat harus bersabar. Namun tawakal tetap harus, apapun kami telah berusaha.
UN selesai, badan agak lega. Namun setelah ini bukan plong seperti SMP. Kami harus memperjuangkan penerimaan perguruan tinggi, selain berjuang untuk lulus. Bagi pendaftar SNMPTN, kami punya empat hari untuk menunggu pengumuman, setidaknya sebelum pasti akan belajar untuk SBMPTN atau tidak. Jika tidak lolos, ya belajar. Itu menjadi pengisi waktu kami hingga sebulan kemudian kami diwisuda.
Hampir sebulan vakum urusan sekolah, akhirnya kami datang lagi ke Labsky. Kamis, 3 Mei 2018, nilai USBN dan UNBK diumumkan. Patrasaka dikumpulkan di hall basket, dengan pertama-tama wejangan dari Pak Risang. Hasil UN tak terlalu sensasional, memang kami tak banyak berharap. Peringkat di DKI saja turun, terutama yang IPS. Namun apapun itu kami bersyukur, telah melewati jenjang ini dan lulus, 100%.
Satu mapel yang agak horor dalam UNBK itu Matematika, favoritku. Semua orang sebenarnya mengharapkanku mendapat nilai sempurna, di tengah banyak mereka yang sangat pesimis dan tak acuh. Pak Anto, guru itu, pun mengharapkanku. Sebulan penuh dengan keyakinan karena belum ada yang salah sejauh ini. Namun ibuku keluar dari ruang kelas dan bilang bahwa kok aku tidak sempurna, Matematika. Yak! Selain penasaran siapa yang mendapat sempurna, aku ingin langsung menemui Pak Anto. Beliau belum ditemui hari itu karena sedang mengajar. Maka aku akan menunggu jam keluar siang.
Suatu kesempatan, seorang sahabat kelasku menunjukkan, “Biy, lihat deh,” Astaghfir, aku tidak tahu sama sekali! Hardiyanto Spd berulang tahun, di notif Facebook milik sahabatku itu. Oke, aku benar harus menemuinya hari itu. Sekarang terjadi lagi, setelah saat SMP Pak Ucok berulang tahun saat pengumuman nilai! Beliau guru terbaikku, dan sekarang pun SMA tak beda yang sedang ulang tahun. Takdir, deh.. Oke singkat waktu, akhirnya aku berhasil menemui Pak Anto, kutunggu di depan kelas mengajarnya. Kami lalu berbincang cukup panjang. Di akhir kata.. Ah, tapi aku tak bisa meneteskan sekarang, maka hanya kuucapkan selamat ulang tahun dan terima kasih, dan kami berpisah. Kutatap beliau hingga hilang dari pandangan. Dia guru Matematika, pelajaran favoritku, yang membimbingku dalam OSN dengan sangat telaten, yang bersedia menggantikan guru Matematika Peminatan karena cuti, dan guru yang bisa ku-chat panjang di LINE.
Setelah pengumuman, kami gladi untuk wisuda. Kemudian bubar. Tak ada pertemuan lagi sampai tanggal wisuda, 11 Mei. Sejenak aku menatap lapangan sekolah. Tak tahu lagi kapan di hari nanti akan kemari. Yang jelas masaku sebagai siswa sebentar lagi. Ini juga urusan terakhir datang ke sekolah, setelah itu wisuda langsung di gedung.
Akhirnya tiba hari sebelum wisuda, aku merasa perlu ada yang harus dipersiapkan. Untuk hari terakhir itu, untuk guru yang akan melepasku. Akhirnya bersama beberapa kawan, kami akan belanja keperluan esok hari, persembahan terakhir untuk guru. Itu Kamis, 10 Mei 2018. Kami janjian di Labsky. Sekolah cukup sepi, ada adik kelas latihan SkyLite di Plaza SMA. Sudah waktu Ashar, yang lain belum sampai, aku menyempatkan dulu ke masjid. Setelah salat, di tangga masjid aku memandang kembali luasnya lapangan, dengan latar belakang gedung sekolah kami itu.
Seorang adik kelas menghampiri, dia salah satu teman obrolan antusias kepadaku sejak SMP. Kami berbincang cukup banyak hal, terutama tentang perjalanan SMA, aku banyak berkesan tentang esok hari yang akan menjadi hari terakhirku menjadi siswa sekolah ini. Satu poin bahwa kami merasakan bahwa Labschool di SMA itu beda, namun ya sudahlah.
“Tapi saya tetap bersyukur, jika melihat dan membandingkan dengan SMA lain. Ya ini tetap SMA, rasa Labschool.”
“Atau jadinya Labschool rasa SMA kali, Kak. Hahaha..” Labschool rasa SMA? Selama ini aku hanya terpikir soal perjalanan dan soal semua ini, bahwa ada kesan berbeda yang mungkin sangat kuat rasanya di SMP, namun di SMA tak lagi kami dapatkan. Dan aku tetap bersyukur ber-SMA di Labsky, karena melihat teman-temanku di negeri misalnya, atau sekolah lain. Tapi ya kan tiap orang beda-beda. Tetapi ini satu hal lagi, Labschool rasa SMA. Waw! Aku baru terpikirkan. Bisa jadi, ini tetap Labschool, dengan segala pendidikan karakternya dan pembiasaan budayanya, namun suasananya adalah SMA. Anak usia SMA yang sudah tidak sepolos SMP, anak usia SMA yang sudah bercampur dengan anak yang bukan dari SMP Labsky.
Itu 10 Mei, hari makin jelang sore. Beberapa kawanku itu sudah sampai juga. Aku berpamit kepada adik kelas antusias, dan berpesan beberapa hal mungkin, mengenai perjalanan dia yang masih 2 tahun lagi, haha. Lalu kami pergi, meninggalkan Labschool Kebayoran. Itu terakhir aku ke sekolah dengan masih berstatus sebagai siswa.



10 Mei 2018
Akhirnya, hari Jumat 11 Mei. Tadinya 9 Mei, namun dengan berbagai urusan siswa yang telah diterima maupun yang habis SBMPTN, khawatir tidak menjangkau semua. Akhirnya diundur dan dipilih tanggal ini. Pagi hari Patrasaka mulai berdatangan, sebagian mengambil foto. Teman-teman berpenampilan yang terbaik, sebagai hari terakhirnya. Ini hari terakhir kami menjadi siswa SMA Labschool Kebayoran, akhir dari kisah di Labschool Kebayoran. Hari makin siang seiring berjalannya rangkaian acara wisuda. Berbagai penampilan hingga pemberian penghargaan ditampilkan, dari keseruan penampilan yang menggembirakan hingga saat-saat haru yang menjadi penutup kisah ini.
Bunga diberikan kepada guru yang dipilih, sesuai tiap siswa. Bunga besar dipersembahkan kepada wali kelas, oleh ketua kelasnya. Terakhir, siswa diserahkan kembali oleh sekolah kepada orang tua, simbolis berakhirnya penitipan tanggung jawab mendidik. Terima kasih guru, tak dapat kami sebut satu per satu. Terima kasih teman, juga tak bisa disebut, banyaknya kalian dan banyaknya kisah, membuat terlalu banyak kata bahkan untuk dirangkum. Ruang wisuda, gedung Bidakara, mulai berantakan. Acara telah selesai, sebelum terpotong salat Jumat, tiap orang mengambil kesempatan berfoto dengan siapa pun, sebelum semuanya berakhir. Menyempatkan berbicara dan menyampaikan, sebelum tak lagi bisa bertemu tiap hari dengan mudah.
Jumat, 24 Juli 2015. Angkatan 15, belum menjadi Patrasaka, dipanggil saja Pancadasa. Kemudian 10 Oktober 2015, nama Patrasaka lahir, keren namanya juga maknanya. Rambut akan dipotong sepatu satu, tiga kali dalam setahun. Tenang, tahun kedua sudah bebas. Tapi, itu pun sudah lewat lama. Ini tahun ketiga, yang juga sudah berakhir. Jumat, 11 Juni 2018, kalau kata orang umum, namanya angkatan 2018 karena tahun lulusnya. Namun kami Patrasaka, ksatria angkatan 15 dengan persahabatan abadi yang tak terbatas cakrawala. Namun ini Labschool, kawan. Tempat karakter ditempa di samping kecerdasan intelektual. Tempat kami berkata terima kasih atas semua yang dilalui. Terima kasih, Labschool.

***

Tiga tahun lalu, 13 Juni 2015, pelulusan SMP Labschool Kebayoran menandakan berakhirnya aku menjadi siswa sekolah itu. Sekarang, aku menjadi bagian dari keluarga besar Labschool Kebayoran, sebagai alumni.

Komentar