Hingga Lingkaran Cerita Selanjutnya
Saat itu sedang bulan Ramadhan. Selain berpuasa dan meningkatkan ibadah, banyak kebiasaan yang dilakukan masyarakat ketika Ramadhan. Buka puasa bersama menjadi salah satunya. Tidak terkecuali pada kegiatan Pramuka, tak jarang kegiatan Pramuka ketika bulan Ramadhan terintegrasi dengan buka bersama. Tentu tidak hanya buka bersama, dalam kegiatan Pramuka harus ada asas manfaatnya. Maka kami berdiskusi, sambil duduk, sesekali berdiri dan sesekali bernyanyi.
***
Rabu, 6 Juni 2018, pada lingkaran diskusi Pramuka
“Berkemah di rimba, jelajah dan mengembara. ‘Tuk mengenal alam dan kebesaran Tuhan..”
Aku sebagai pemantik diskusi ketika itu bertanya kepada teman-teman yang duduk, “Ini hari apa?” Secara pekanan itu hari Rabu. Namun bukan itu maksudku, lalu kuberi tahu bahwa sehari sebelum hari itu adalah peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Maka dari itu diskusi akan kubawa mengenai lingkungan hidup. Tentunya akan dihubungkan dengan kepramukaan.
Lagu yang habis kami nyanyikan bersama di atas, Lihatlah di Sana, menjadi salah satu saja cerminan koneksi Pramuka dan alam. Lagu yang menceritakan tentang kegiatan berkemah itu menggambarkan kegemaran Pramuka untuk melakukan aktivitas di alam terbuka. Dan tidak hanya itu, tidak hanya menjelajah dan mengembara, melainkan harus diikuti dengan penjagaan alam. Secara prinsip, poin itu telah tertuang dalam ‘Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia’.Kemudian karena namanya diskusi, perbincangan akan dilempar kepada peserta. Juga, untuk memberikan kesempatan bagi tiap orang untuk berbicara, walaupun forum diskusi hari itu dihadiri tidak sampai 30 orang. Maka kubuat kelompok dan tiap kelompok dipersilakan berdiskusi, lalu berbicara tentang opininya. Hal pertama, mereka menjelaskan hal-hal apa saja yang menjadi isu lingkungan hidup saat itu. Tiap penjelasan dari perwakilan kelompok dapat ditanggapi oleh kelompok lainnnya.
Setelah itu, tidak asyik jika diskursus masalah tidak disusul dengan perancangan solusi. Maka, hal selanjutnya yang harus didiskusikan adalah ‘apa yang Pramuka dapat lakukan kepada lingkungan?’ Sekali lagi tiap kelompok berembug dan melingkar untuk berdiskusi, agar dapat memberikan penjelasan yang baik. Bukan hal yang sulit kupikir, karena tidak ada yang terbaik juga.
Penjelasan demi penjelasan sangat menarik. Tentu solusi yang mereka (dan kami) rumuskan bukan hal yang mutakhir dan langsung bisa diterapkan. Kegiatan diskusi dalam ruangan kadang hanya menghasilkan pertanyaan retorika, ‘Maka kita bisa apa?’ Karena ketika itu kami hanya anak SMA yang semangat ikut Pramuka. Usai membahas soal lingkungan, kami pun lanjut melakukan hal yang menjadi kebiasaan kami: bernyanyi. Yang penting ada awareness, yang penting kami senang.
***
Jumat, 5 Juni 2020, kontemplasi di ruang privat
Dengan latar waktu dan tempat yang berbeda, tentu kisah yang diceritakan berbeda dengan kisah sebelumnya. Hal-hal telah banyak berubah selama dua tahun. Bahkan pada tanggal ini aku tidak mengingat kejadian diskusi dua tahun sebelumnya itu. Namun isi otakku tentang lingkungan masih ada, dan tentu kuingat 5 Juni adalah Hari Lingkungan Hidup Sedunia atau World Environment Day (WED). Tahun ini, tema WED ialah “Time for Nature”.
Aku yang tahun ini lebih banyak berefleksi mengenai lingkungan (mungkin juga pada banyak orang) akibat swakarantina, mengilhami term time for nature itu sebagai adanya pemberian waktu bagi alam untuk (seperti yang dikatakan banyak orang) beristirahat, dan rehat sejenak dari pengaruh manusia. Refleksi telah melalui banyak tahap, dan orang-orang pun telah cukup progresif dengan mengatakan ‘istirahat’ ini tidak benar-benar signifikan. Selain karena manusia akan kembali beraktivitas seperti sebelumnya, perbaikan yang dihasilkan tidak signifikan; pada emisi karbon, atau biodiversitas.
Begitu juga aku. Sempat kagum dengan pemberitaan kondisi langit yang begitu cerah, tetapi setelah beberapa hari dan berefleksi lagi, akhirnya cukup sepakat dengan orang-orang bahwa pemandangan tersebut akan segera hilang lagi. Juga sepakat soal yang menyelamatkan alam adalah aksi, bukan bencana. Seorang temanku juga mengusulkan term yang lebih reflektif, yaitu ‘bertanggung jawab kepada alam’, bukan ‘menyelamatkan’. Karena pada faktanya kita sendiri juga membuang emisi karbon ke alam.
Begitu juga aku. Sempat kagum dengan pemberitaan kondisi langit yang begitu cerah, tetapi setelah beberapa hari dan berefleksi lagi, akhirnya cukup sepakat dengan orang-orang bahwa pemandangan tersebut akan segera hilang lagi. Juga sepakat soal yang menyelamatkan alam adalah aksi, bukan bencana. Seorang temanku juga mengusulkan term yang lebih reflektif, yaitu ‘bertanggung jawab kepada alam’, bukan ‘menyelamatkan’. Karena pada faktanya kita sendiri juga membuang emisi karbon ke alam.
Tapi yang membuat aku teringat kembali pada hari diskusi itu, adalah ketika kubuka laman Facebook dan ada pos dari World Organization Scout Movement. Ada rilis tentang Earth Tribe (Suku Bumi?), katanya sebuah lanjutan kolaborasi antara WOSM dan UN Environment Programme sebagai wadah bagi pandu dunia untuk beraksi nyata kepada lingkungan. Dan memang, rilis Earth Tribe dilakukan dalam rangka WED tahun ini.
Begitu semangat melihat programnya, aku langsung menelusuri penjelasan program ini. Ternyata ada tiga wadah kecil dari ‘suku’ ini. Champions for Nature, Scout Go Solar, dan Tide Turners Plastic, dan sebagaimana kepanduan biasanya, tiap wadah memiliki challenge untuk diselesaikan.
Akhirnya aku menerawang kembali, ke Ruang FK3S Kwarran Kebayoran Baru kala itu, tempat terjadinya ruang diskusi sederhana mengenai lingkungan hidup. Ternyata di antara banyaknya kegiatan yang pernah kukelola, justru kegiatan di dalam ruangan yang memunculkan diskursus tentang lingkungan. Bahkan belum ada aksi ataupun implementasi, melainkan hanya diskusi dan wacana. Walaupun mungkin beberapa aksi kecil untuk lingkungan telah dilakukan oleh masing-masing pribadi peserta diskusi.
***
5 Juni atau tanggal lainnya, di masa datang atau sedari sekarang
Segala hal tentang pelestarian lingkungan sekarang, sejatinya adalah membicarakan masa depan. Yaitu tentang lingkungan dan bumi yang tidak dapat bertahan jika kita (manusia) terus hidup dengan cara seperti sekarang.
Saya sudah berbagi pengalaman soal perubahan iklim. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog "Perubahan Iklim" yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN). Syaratnya, bisa Anda lihat di sini.
Komentar
Posting Komentar