Cerita Rakyat: Joko Kendil dan Si Gundul
Dikisahkan,
di sebuah desa di kota Yogyakarta, hidup seorang anak bernama Joko Kendil. Ia
bertubuh bulat dan pendek, seperti periuk, makanya disebut Joko Kendil. Karena
bentuk tubuhnya itu, ia sering diejek oleh masyarakat sekitar. Ia tak punya
teman. Tak ada anak lain yang mau bermain dengannya. Hanya ibunya yang dengan
setia selalu mendampinginya. Sehari-harinya selalu didampingi ibunya.
Namun,
ternyata ada orang lain di kampung yang sama yang bernasib tak jauh beda dengan
Joko Kendil. Ia bernama si Gundul. Sesuai namanya, ia berperawakan gundul,
kurus, dan tinggi. Si Gundul mempunyai banyak keahlian, diantaranya membuat
laying-layang dan memanah. Namun, karena gundulmya itu, ia juga sering dicemooh
warga kampong tempat tinggalnya.
Dua
orang bernasib sama, tak punya teman, Joko Kendil dan si Gundul. Suatu hari
mereka bertemu. Keduanya tidak saling mengejek ataupun mencemooh, melainkan
mereka menjadi akrab. Lambat laun, mereka menjadi teman karib. Akhirnya, sejak
hari itu, mereka menjadi sahabat kental. Setiap hari mereka selalu bermain
berdua. Joko Kendil sering diajari si Gundul cara memanah dan membuat layangan
yang bagus. Lama-kelamaan, Joko Kendil juga menjelma menjadi pemanah yang
ulung, seperti sahabatnya si Gundul.
Suatu
hari, Joko Kendil mendengar berita bahwa seorang raja sedang mencari meenantu
untuk ketiga putrinya. Lalu, Joko Kendil berniat meminang salah satu putri raja
tersebut. Namun, ibunya ragu, takut dicemooh oleh Sang Raja dan putrinya. Warga
sekitar juga mencemooh Joko Kendil begitu mendengar berita tersebut. Untuk
memantapkan keputusan, ia akan bertanya kepada sahabatnya, Si Gundul. “Aku
yakin kau berhasil. Yang penting kebaikan dan ketulusan hati, bukan bentuk
tubuh. Nih, bawalah busur ini untuk berjaga-jaga,”
“Baik,
terimakasih saranmu,” Dengan percaya diri, Joko Kendil berjalan menuju keraton
bersama ibunya.
Beberapa
jam kemudian, sampailah ia dan ibunya di keraton. Ia diterima dengan ramah oleh
Sang Raja. Sang Raja lalu memanggil ketiga putrinya. Begitu melihat Joko
Kendil, putri sulung dan kedua langsung menolak. Namun, putri bungsu malah
menerima lamaran Joko Kendil. Sebenarnya Sang Raja agak keberatan, akhirnya ia
menerima pinangan tersebut.
Telah
beberapa tahun sejak pernikahan Joko Kendil dengan putri sulung Sang Raja.
Putri sulung dan putri kedua belum juga mendapat suami. Maka, Sang Raja
mengadakan sayembara memanah untuk memperebutkan kedua putrinya.
Pada
sayembara tersebut, hadir seorang pemuda tampan. Ia sangat mahir memanah. Tak
ada satu pun bidikannhya yang meleset. Kedua putri tersebut terpikat. Akhirnya
pemuda tersebut memenangkan sayembara tersebut. Kedua putri tersebut amatlah
bahagia. Mereka mencibirkan adik bungsunya yang mau menikahi Joko Kendil yang
bulat dan pendek.
Sang
Putri menangis dan berlari ke kamar. Karena saking kesalnya, ia membanting
sebuah guci yang berada didekatnya. Tiba-tiba, muncul dihadapannya pemuda
tampan yang tadi memenangkan sayembara. “Sang Putri, sesungguhnya aku adalah
Joko Kendil, suamimu. Kini, guci itu telah kau pecahkan, sehingga aku tak dapat
berubah kembali menjadi wujudku sebagai Joko Kendil yang dulu, yang bulat dan
pendek. Apakah kau tetap mau menerimaku dengan wujud seperti ini?” Sang Putri
sungguh bahagia. Ia tentu mau menerima Joko Kendil dalam wujud tampan seperti
itu. Lalu, ia memberitahukan kepada ayahnya bahwa pemuda tampan yang
memenangkan sayembara adalah Joko Kendil.
Walaupun
wujudnya telah menjadi tampan, ia tak melupakan sahabat lamanya. Ia mencoba
pulang ke kampungnya dulu, menemui Si Gundul. Ia menunjukkan busur kesayangan
sahabatnya yang diberikan kepadanya dulu sebagai bukti bahwa ia adalah Joko
Kendil. Lalu, ia mengajak Si Gundul untuk ikut tinggal di istana. “Sahabatku,
apakah kau tidak malu memounyai sahabat sepertiku? Kau bukanlah Joko Kendil
yang dulu. Kau telah menjadi pemuda yang tampan dan gagah. Sedangkan aku
tetaplah Si Gundul yang gundul dan kurus,”
“Bukankah
kau juga pernah menasihatiku, bahwa bentuk tubuh tidak bernilai. Yang penting
adalah kepribadianmu. Tentu saja aku tidak malu,” Akhirnya Si Gundul mau diajak
tinggal di istana. Ia dijadikan pelatih memanah bagi prajurit kerajaan. Mereka
tetap hidup rukun dan saling menyayangi satu sama lain.
Komentar
Posting Komentar