Cerita Rakyat: Pan Kasim dan Ular Besar
Suatu
ketika, hiduplah sepasang suami istri yang sangat miskin. Mereka tidak
mempunyai anak. Namanya Pan Kasim dan Men Kasim. Mereka pun tinggal hanya di
sebuah gubuk tua. Pekerjaan mereka sehari-hari hanya petani dan peternak. Selain
itu, Pan Kasim juga mencari kayu bakar untuk dijual untuk pekerjaan sampingan.
Namun, itu tak bisa mencukupi kebutuhan hidup mereka. Perekonomian mereka hanya
begitu-begitu saja setiap tahun.
Suatu hari, Pan Kasim telah
mendapatkan kayu bakar di hutan. Lalu, dia akan menjualnya. Ketika dalam
perjalanan, dia melihat seekor ular yang besar terjatuh ke dalam lubang.
“Wahai, Pan Kasim. Tolong keluarkan saya dari sini. Jika kau menolongku, maka
apa yang menjadi permintaanku akan terlaksana.”
Awalnya, Pan Kasim ketakutan, karena
ular tersebut sangat besar. Ia takut digigit oleh ular tersebut. Akhirnya, ular
itu kembali bersorak. “Pan Kasim, tolonglah saya binatang malang ini. Saya
menjamin, keinginanmu pasti terwujud.”
Akhirnya, Pan Kasim memberanikan diri
untuk turun ke lubang tersebut dan mengeluarkan ular tersebut. “Terimakasih,
Pan Kasim. Sekarang, apa yang kau inginkan?”
“Wahai ular besar, telah
bertahun-tahun saya dan istri saya hidup merana dalam kemiskinan. Saya mohon,
jadikanlah saya orang yang kaya dan berkecukupan.”
“Baiklah, kau menjadi orang yang
kaya dan berkecukupan,” sanggup ular tersebut.
Kemudian, setelah berpamitan kepada
ular tersebut, Pan Kasim pulang ke rumahnya, tidak jadi menjual kayu bakar.
Begitu sampai di rumahnya, dia tak lagi melihat rumahnya dulu yang kecil dan
kumuh. Dia melihat istrinya memakai pakaian mewah, layaknya orang kaya.
Rumahnya terbuat dari tembok yang kokoh. Kini, kehidupan mereka serba
berkecukupan. Hampir semua yang mereka inginkan dapat dimilikinya.
Namun, lama-kelamaan, kekayaan itu tak
membuat mereka senang. Di sekitar tempat tinggal mereka, hidup sepasang raja
dan ratu. Mereka iri terhadap raja dan ratu tersebut. Mereka merasa, raja dan
ratu tersebut lebih berkuasa daripada mereka. Lalu, atas desakan Men Kasim, Pan
Kasim pergi ke hutan lagi untuk menemui ular tersebut.
Sesampainya di hutan, dan mencari ular
besar tersebut, akhirnya bertemulah pan kasim dengan ular yang dulu
ditolongnya. “Wahai ular, aku dan istriku iri dengan kekuasaan dan kemewahan
yang dimiliki raja dan ratu di perkotaan sana. Aku mohon, jadikanlah kami
sepasang raja dan ratu.”
“Baiklah, kau kini menjadi raja yang
memimpin sebuah kerajaan.” Ajaibnya, tempat pijak Pan Kasim seketika berubah
menjadi keramik bening, dan lingkungan sekitarnya berubah menjadi istana yang
sangat megah. Kemudian, istrinya datang dengan berpakaian seorang ratu.
“Sungguh bahagianya kita wahai suamiku.”
“Benar, istriku. Apa yang kita
inginkan dapat terwujud dengan seketika.” Akhirnya mereka hidup penuh kemewahan
di dalam istana tersebut, dengan dibantu para dayang dan pengawal kerajaan.
Pada suatu hari, istri Pan Kasim
berjalan keluar istana, diiringi para pengawal. Tiba-tiba, matanya tertuju pada
matahari, namun ia tak bisa melihatnya, karena terlalu silau. Lalu, muncullah
perasaan iri pada diri Men Kasim kepada matahari, yang dianggapnya lebih hebat
dan berkuasa darinya. Kemudian, dia menyuruh salah satu pengawalnya untuk
memanggil suaminya. Tak lama kemudian, datang suaminya. “Ada apa, istriku?”
Tanya suaminya. “Lihatlah matahari itu, suamiku. Dia terlihat lebih berkuasa
daripada kita. Tak ada yang bisa melihatnya dengan jelas, karena terang
cahayanya. Aku mohon, datanglah ke ular tersebut lagi dan mintalah agar kita
dijadikan matahari.”
“Tak mungkin kita bisa menjadi
matahari, istriku.”
“Coba saja dulu, suamiku.”
“Baiklah, saya akan menemui ular itu
lagi.” Akhirnya, Pan Kasim memenuhi permintaan istrinya. Ia pergi ke hutan
untuk menemui ular besar yang dulu lagi. Beberapa saat kemudian, ketemulah ular
besar tersebut oleh Pan Kasim. “Apa kabar, Pan Kasim?” Sapa ular tersebut.
“Baik, ular.” Jawab Pan Kasim.
“Ada apa kau menemuiku kembali?”
“Setelah beberapa lama menjalani hidup
sebagai raja, ternyata kami sudah mulai merasa bosan. Sepertinya matahari lebih
hebat dan berkuasa daripada raja. Wahai ular, tolong jadikan aku dan istriku
matahari.”
Mendengar permintaan Pan Kasim, si
ular menjadi geram. Kesabarannya telah habis. “Wahai Pan Kasim, ternyata kau
orang yang tak tahu bersyukur. Tak mungkin aku jadikan kau matahari. Yang ada
kau akan kembali miskin!” Setelah mengucapkan supata tersebut, si ular langsung
pergi menjauhi Pan Kasim. Pan Kasim sangat kaget dengan balasan si ular. Ia
lihat pakaiannya kembali kumuh dan reyot. Kini ia menyesali perbuatannya. Ia
pulang ke rumahnya, menemui istrinya. Sejak saat itu, Pan Kasim dengan istrinya
menjalani hidup seperti mula.
Komentar
Posting Komentar