Cerita Wayang: Lahirnya Pandawa dan Kurawa
Meninggalnya
Prabu Wicitrawirya membuat Setyawati khawatir Hastinapura tidak mempunyai
penerus lagi. Citragada yang haus kekuasaan dan Wicitrawirya yang lemah lembut,
keduanya telah tiada. Kendali kerajaan sementara dipegang oleh Bhisma
Dewabrata, namun Bhisma tidak bisa diharapkan, karena dia bersumpah tidak akan
menikah seumur hidup. Ya! Tiba-tiba dia teringat akan putranya dengan Palasara,
yaitu Begawan Abiyasa Kresna Dwipayana. Ia menjadi petapa, bersemayan di Pertapaan
Saptaarga, meneruskan dinasti buyut hingga ayahnya.
Sang Begawan sangat sakti. Ia langsung muncul di depan
Setyawati begitu Setyawati memanggilnya dalam batin. Setyawati menceritakan
permohonannya berdasarkan apa yang sedang terjadi di Hastina.
Maka diberitahulah Dewi
Ambika dan Dewi Ambalika tentang
kedatangan Begawan Abiyasa. Mereka akan didatangi kamarnya nanti malam untuk dibuahi.
Begawan Abiyasa lebih hebat dari ayahnya. Ia telah
menjadi begawan pada usia yang lebih muda, dan saat ini telah berhasil
mendapatkan anugerah Jamus Kalimasada. Setelah permintaan ibunya mungkin agak
terbuka tujuan anugerah tersebut, bahwa pusaka itu akan berguna untuk calon
raja.
Walau begitu, tubuh Begawan Abiyasa mengalami kecacatan.
Bau amis menurun dari ibunya, walaupun telah diobati oleh ayahnya sehingga tak
kentara. Serta matanya picak sebelah. Pada malam
hari, Begawan Abiyasa datang ke kamar Dewi Ambika. Dewi Ambika ketakutan
melihat muka Sang Begawan. Maka, sepanjang malam ia menutup matanya.
Keesokan
harinya, ia mendatangi kamar Dewi Ambalika. Tidak berbeda dengan Dewi Ambika,
ia juga ketakutan melihat muka Begawan Abiyasa. Mukanya menjadi pucat pasi. Dia
terus memalingkan mukanya sepanjang malam.
Paginya,
Abiyasa pamit kepada ibunya, kembali ke pertapaan, “Ibunda, saya pamit ke
pertapaan. Kalau ibu butuh bantuan, panggil saya saja.”
Setelah
beberapa minggu, terlihat kedua putri itu telah hamil. Sembilan bulan menunggu
kelahiran penerus takhta Hastinapura tersebut. Setelah lahir, ternyata keduanya
cacat. Putra Ambika matanya buta, akibat perbuatan ibunya yang terus menutup
matanya pada malam itu. Putra Ambalika mukanya agak miring ke kanan, akibat
perbuatan Ambalika yang terus memalingkan mukanya. Maka, Dewi Setyawati kembali
memanggil putranya. “Abiyasa, putramu cacat semua, tolong kamu berikan
keturunan lagi dari salah satu dari mereka,“
Mendengar
rencana tersebut, Dewi Ambika dan Dewi Ambalika mengutus seorang dayang bernama
Darti untuk menggantikan mereka ke kamar yang akan didatangi Begawan Abiyasa.
Malamnya,
kamar sengaja digelapkan agar muka sang dayang terlihat samar. Begawan Abiyasa
yang sakti mengetahui itu. Namun, ia seorang yang bijaksana, sehingga
membiarkan saja.
Berminggu-minggu
menunggu, Setyawati heran, karena diantara dua putri tersebut tidak ada yang
hamil, malah seorang dayang yang hamil. Untuk membuka rasa penasarannya itu,
Setyawati kembali memanggil putranya. “Abiyasa anakku, apa yang terjadi pada
malam itu? Mengapa malah Darti yang hamil, bukan Ambika atau Ambalika?“
“Ketahuilah
Ibunda, mereka, Ambika dan Ambalika menjadikan dayang Darti sebagai pengganti
mereka, karena mereka segan bertemu denganku. Mohon Ibunda jangan marah. Anggap
anak dayang Darti adalah cucumu juga, Ibunda, karena dia juga darah dagingku.“
“Sungguh
luhur budimu, Abiyasa. Baiklah, Ibunda akan tetap manganggap putra Darti
sebagai cucuku.“
“Sekarang
saya mohon pamit ke pertapaan kembali. Ada satu lagi saya sampaikan, berilah
nama yang buta dengan Destarastra, yang pucat pasi bernama Pandu Dewanata, lalu
yang akan lahir namailah Yama Widura, Ibunda.“
“Baik,
anakku. Hati-hati, anakku,“
Setelah
9 bulan, putra Darti lahir. Ternyata ia kakinya agak pincang. Mereka diasuh
oleh Setyawati dan Bhisma. Setelah agak besar, ia dibawa ke Pertapaan Saptaarga,
digembleng ilmu kesaktian oleh ayahnya, Begawan Abiyasa. Destarastra diwariskan
Aji Kumbalageni. Pandu Dewanata diberi ilmu dalam hal memanah. Yama Widura
diberi ilmu ketatanegaraan dan pemerintahan.
Pemerintahan
sementara dipegang oleh Bhisma. Kelak, Pandu yang akan menjadi raja, bukan
Destarastra sebagai putra sulung, karena ia buta.
Suatu
hari, Bhisma memberi kabar kepada Pandu bahwa di negara Mandura sedang diadakan
sayembara untuk memperebutkan Dewi Kunti Nalibrata. Sebagai calon raja, Pandu
harus terlebih dahulu mempunyai permaisuri. Maka, Pandu bersama kedua
saudaranya pergi ke Mandura.
***
Tersebutlah
negara Mandaraka, rajanya bernama Prabu Mandrapati, dengan permaisuri Dewi Sri
Untari. Prabu Mandrapati menyesal telah mengusir putranya, Narasoma, akibat
kesalahpahaman. Kini, hari-hari mereka selalu diliputi kesedihan. Suatu ketika,
masih dalam kesedihan Sang Prabu, Narasoma datang didampingi Pujawati putri Resi
Bagaspati, yang telah menjadi istrinya. Wajah mereka mendadak cerah. “Anakku
Narasoma, bagaimana kabarnya? Kini telah beristri. Maafkan ayahandamu yang
telah mengusirmu ini, Ngger.”
“Baik-baik
saja, Rama Prabu. Ini putra Resi Bagaspati, namanya Pujawati. Kini, Rama Resi
telah tiada.”
“Syukurlah.
Tapi sayang, Resi Bagaspati telah tiada. Aku mengaguminya, tetapi belum sempat
bertemu.” Prabu Mandrapati lalu menawarkan kepada Narasoma untuk mengikuti
sayembara di Mandura. Tetapi Narasoma menolak untuk beristri dua. Namun setelah
dipaksa, akhirnya Narasoma pergi, sekedar untuk menaikkan derajat Mandaraka.
Mandura
suatu negeri tersohor, sedang mengadakan sayembara memperebutkan satu-satunya
putri Sang Prabu, Dewi Kunti Nalibrata. Barangsiapa yang dapat memanah burung
di dalam sangkar yang sedang berputar, dialah yang dapat membawa pulang putri
Mandura tersebut. Sudah banyak ksatria yang mencoba, tetapi tidak ada yang
berhasil. Saat itu, Pandu bersama saudara-saudaranya telah sampai. Melihat
tidak ada yang berhasil, Pandu akhirnya mencoba. Pandu telah sangat mahir dalam
ilmu memanah. Dengan fokus, mata tertuju pada perut burung tersebut, disaksikan
beribu-ribu pasang mata menanti dengan berdebar bagaimana nasib si burung kali
ini. CEPP!!! Anak panah Pandu terlihat menembus sangkar. Setelah sangkar
diberhentikan, ternyata anak panah Pandu menusuk perut burung tersebut.
Pecahlah sorak-sorai penduduk Mandura, juga para raja dan ksatria yang telah
gagal maupun putus asa. Prabu Kuntiboja, ayah Dewi Kunti Nalibrata, terlihat
berdiri dan hendak berbicara.
“Tunggu dulu!“ Tiba-tiba, sorak-sorai itu
dihentikan oleh teriakan seorang ksatria yang sepertinya tidak puas atas hasil
sayembara. “Saya pun sanggup memanah seperti ksatria bule itu. Izinkan saya
mencobanya.”
“Siapa kau ksatria? Kau terlambat datang.
Lebih baik pulang, daripada terjadi keributan gara-gara kau,” Prabu Kuntiboja
merasa terganggu.
“Saya Narasoma dari Mandaraka. Izinkan
sayembara ini diulang kembali.“
“Tidak mungkin, Narasoma. Dewi Kunti telah
ada yang punya. Dialah Pandu Dewanata dari Hastinapura.“
“Tidak apa-apa, Rama Prabu. Saya akan
memberi kesempatan kepada Narasoma,“ Pandu ternyata berbaik hati kepada ksatria
baru datang ini.
“Jika aku berhasil memanah burung tersebut.
Maka kita harus bitotama. Jika aku menang Dewi Kunti menjadi milikku. Jika kau
menang, adikku Dewi Madrim menjadi milikku. Setuju?” Pandu menyetujui
perjanjian tersebut. Sangkar dan burung disiapkan kembali. Narasoma akan membuktikan
mulut sombongnya. BLARR!!! Ternyata,
ia berhasil, bahkan lebih hebat, dia mengenai leher burung tersebut. Maka,
Pandu dan Narasoma harus bertanding memperebutkan Dewi Kunti.
Pertarungan dimulai dengan adu panah.
Keduanya memang terkenal jago panah. Tak ada panah yang mengenai tubuh lawannya
masing-masing. Lalu pertandingan dilanjutkan dengan tangan kosong.
Pukulan-pukulan sakti Pandu banyak merepotkan Narasoma. Tiba-tiba, dengan
kekuatan yang luar biasa, Pandu mengangkat tubuh Narasoma, lalu dilemparkan
kembali mengenai sebuah bangunan.
Narasoma sudah tidak sanggup melawan Pandu.
Dia mengeluarkan ajian Candrabirawa, sebuah ajian berupa seorang raksasa yang
keluar dari tubuh pemiliknya. Dulunya, ajian ini adalah milik mertuanya, Resi
Bagaspati. Resi Bagaspati kemudian mewariskan ajian ini kepada menantunya, yang
mengakibatkan dirinya meninggal. Sebelumnya, oleh Bagaspati, ajian ini tidak
pernah digunakan olehnya. Kali ini Narasoma menggunakannya. Saat itu Pandu
hendak menerkam kembali. Pada saat yang sama Narasoma sedang memanggil
Candrabirawa. Seketika tubuh Pandu terhempas kebelakang. Dilihatnya seorang
raksasa di belakang Narasoma, besarnya dua kali tubuhnya.
Pandu yang masih terheran segera bangun
lagi. Serangannya makin kuat dan berbahaya. Namun, si raksasa sangat tangguh.
Tiba-tiba, dari mulut si raksasa keluar semburan api. Tubuh Pandu lenyap
ditelan api. Namun, api itu tak berartiapa-apa bagi Pandu. Ia segera mengirim
lagi serangan balasan. Diangkatnya tubuh si raksasa, lalu dilemparkannya
mengenai sebuah tugu, lantas tugutersebut hancur. Namun, tubuh si raksasa tidak
mengalami luka sama sekali. Karena putus
asa, mencabut kerisnya. Secepat kilat, ia menghujam kerisnya ke arah perut si
raksasa. Perut si raksasa mengocorkan darah. Hal yang aneh terjadi, setiap
tetes darah si raksasa menjelma lagi menjadi kembaran si raksasa.
Kini, sekitar sepuluh orang raksasa melawan
Pandu. Pandu sedikit kewalahan. Ia
kembali menyambar salah satu raksasa dan menusukkan kerisnya. Seperti yang tadi
telah terjadi, tetesan darah si raksasa berubah menjadi raksasa yang sama. Kian
lama, kini telah berates-ratus raksasa yang melawan Pandu. Pandu terlihat sudah
sangat kewalahan.
Sementara itu, Yama Widura, adik Pandu,
yang melihat kejadian tersebut merasa cemas. Begitupula kakaknya, Drestarastra.
Drestarastra lalu mendapat ide, kemudian menyuruh Widura menyingkir beberapa
langkah. Widura yang tahu akan kesaktian kakaknya segera menyingkir. Pandu
melihat gelagat kakaknya yang akan membantu, juga menyingkir dari arena. Para
raksasa mengejar Pandu. Pada saat itulah Drestarastra maju dan merapalkan Aji
Kumbalageni, ditamparkan kepada para raksasa tersebut, dan hilanglah seketika.
Pandu tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia berlari secepat kilat, menggebrak
Narasoma yang hendak kabur. “Pandu Dewanata yang mahasakti, aku terima kalah.
Adikku Dewi Madrim boleh menjadi milikmu.“
“Terimakasih, Narasoma. Sekarang baliklah
ke negaramu.” Narasoma pulang ke negaranya, Mandaraka, untuk menjemput adiknya
Dewi Madrim.
Sesampainya di Mandaraka, ternyata Dewi
Madrim telah menunggu kakaknya dengan sabar. “Kanda Narasoma, bagaimana sayembaranya.
Menangkah, Kanda?“
“Kebetulan Yayi Madrim telah menunggu di
sini, sehingga Kanda tidak perlu mencari lagi.“
“Memang ada apa, Kanda?“
“Telah Yayi ketahui bahwa aku mengikuti
sayembara di Mandura. Tetapi yang mendapat jodoh adalah Yayi Madrim sendiri.“
“Lho, kok aku? Enak saja Kanda main-main
menjodohkan aku, memangnya aku ini kambing?“
“Lho, dahulu Yayi minta calon suamimu
adalah pilihan Kanda. Ya sudah, tak apa-apalah, calonmu itu tampan dan sakti,
lho, Yayi,”
“Memang bagaimana ceritanya sampai aku yang
mendapat jodoh?”
“Aku mengakui kekalahan terhadap Pandu
Dewanata dari Hastinapura.” Lalu tak lama Dewi Madrim diantar ke Hastinapura
dan dipertemukan dengan Pandu. Ternyata Kunti dan Madrim merupakan sahabat
lama, sehingga keduanya senang ketika bertemu dan tahu akan tinggal bersama.
Akhirnya Narasoma balik ke Mandaraka dan hidup bersama Pujawati.
Pandu berada dalam perjalanan menuju
Hastina. Namun di tengah jalan, ada seorang ponggawa lagi yang menghentikan
lajunya. Ialah Sangkuni. Ia juga ingin mengikuti sayembara itu namun terlambat
oleh Pandu. Merasa heran, Pandu hanya menantang Sangkuni beradu perang, dan tak
lama pun Sangkuni kalah dan tersungkur. Kemudian Sangkuni disuruh kembali ke
negaranya dan membawa kakaknya ke Hastina, dengan perjanjian yang sama.
Dewi Gandhari menyusul ke Hastina, bersama
Arya Sangkuni. Pandu berencana memberi salah satu perempuan yang ia dapat
kepada kakaknya, Destarastra. Juga sebagai terima kasih karena telah
menemaninya ke Mandura bersama Widura. Setelah terjadi pemilihan oleh Destarastra
yang buta, Gandhari secara mengejutkan terpilih. Ia telah memakai minyak ikan
yang amis, namun tercium oleh Destarastra yang mengagem Aji Kumbalageni, jadi
terasa harum. Kemudian, Gandhari pun menjadi istri Destarastra. Untuk
kesetiaannya kepada calon suaminya, ia bersumpah tidak akan melihat sinar
matahari lagi, jadi hanya akan membuka penutup mata pada malam hari.
Pandu telah bahagia mendapat dua istri
sekaligus, dan dia tinggal di Hastina. Bhisma akhirnya menyarankan agar takha
cepat diberikan kepada Pandu karena dia telah memiliki permaisuri. Maka
dibuatlah penobatan Pandu, yang akhirnya berjalan dengan lancar. Kini Hastina
memiliki raja baru yang pandai dan gagah.
Suatu ketika Pandu dengan istri-istrinya
sedang berjalan-jalan ke hutan, bermaksud untuk berburu. Dia menemukan dua
kijang dan berhasil memanah salah satunya. Namun ketika dipanah, mendadak sang
kijang berubah menjadi seorang Begawan. Ternyata kijang tersebut adalah Begawan
dengan istrinya yang mengubah ujud menjadi kijang agar lebih bebas dalam
berhubungan badan, dan ketika sedang melakukan, Sang Begawan terpanah oleh
Pandu. Akhirnya Sang Begawan mengucapkan kutukan terhadap Pandu yaitu ketika
Pandu bersetubuh dengan istrinya maka seketika juga dia akan menemui ajalnya.
Petir menggelegar tanda Dewata menjadi saksi kutukan tersebut. Pandu kembali
kepada istrinya dan mengajak pulang ke istana.
Pandu memutuskan untuk mengasingkan diri
sejenak ke hutan bersama kedua istrinya. Kemudian roda pemerintahan ia serahkan
kepada Destarastra, kakaknya, untuk sementara. Walaupun dengan berat hati,
Destarastra menerima itu dan melepas kepergian sang adik.
Yama Widura mendampingi Destarastra dalam
menjalankan pemerintahan karena memang Widura yang pandai dalam hal itu, namun
ia tidak mau menduduki takhta. Bhisma juga masih di sekitaran untuk mengawal
segala sesuatu.
Dewi Gandhari, ia masih ditemani Sangkuni adiknya.
Seakan juga telah menjadi keluarga Hastina, Sangkuni dengan setia selalu
menemani kakaknya itu. Namun sepertinya kekecewaan yang lalu tak pernah
benar-benar hilang. Jadi manusia Gandhara itu seperti duri dalam daging
Hastina. Sangkuni sehari-harinya banyak berbincang dengan Gandhari tentang apa
yang tidak akan diberitahu kepada keluarga Hastina. Pandu sudah tidak berkuasa,
mereka sedikit tenang.
Suatu ketika Gandhari duduk bersemedi di
ruangnya. Malam itu ia memohon kepada Dewata agar dikaruniai anak yang banyak.
Ia mempunyai keinginan untuk terlindungi di masa yang datang, dengan proteksi
dari anak-anaknya sendiri.
Hingga tiba Gandhari telah mengandung 9
bulan. Hari-hari akan melahirkan telah ia rasakan. Destarastra ikut berdebar
menanti anaknya lahir. Namun malam itu datang ketika tidak ada yang bersiap.
Gandhari sedang tak bisa tidur dan berjalan-jalan ke taman. Tiba-tiba ia
merasakan sakit perut dan kandungannya keluar dengan cukup cepat. Namun apa
daya ia melihat yang keluar hanyalah seonggok daging! Ia kecewa dan malah
menendang daging tersebut. Makin ngeri lagi karena daging itu jadi terbagi-bagi.
Detik itu ia mendengar suatu wangsit, untuk menutupi daging-daging tersebut dengan
daun. Maka ia baru memanggil para dayang untuk mencarikan daun dan ditutupilah daging-daging
itu. Kemudian mereka semua tidur dan menunggu pagi.
Paginya, dimulai dari seorang dayang yang
kaget lalu diikuti sebagian besar warga istana yang sudah terbangun. Terdengar
ramai sekali suara bayi di taman. Ternyata daging-daging tersebut sudah berubah
menjadi bayi-bayi! Sekali lagi, dayang-dayang diperbantukan untuk mengangkut
bayi-bayi tersebut. Dan setelah dihitung, jumlahnya pas 100. Ada satu yang
khas, ia paling gagah dibanding yang lainnya. Gandhari menamainya Duryudhana.
Kemudian ada satu lagi yang menjadi perhatian, ia paling besar dan gemuk, lalu
diberni nama Dursasana. Juga ditemukan ternyata hanya satu yang perempuan,
kemudian dinamai Dursilawati. Sisanya masih ada 97 bayi yang perlu diberi nama.
Hati Gandhari kini tenang. Ia merasa takjub
doanya sejak berbulan-bulan lalu dikabulkan.
***
Latar kini di hutan. Kehidupan bagi Pandu
sedikit berbeda, namun ia menikmatinya Bersama istri-istrinya. Suatu sore, Madrim sedang mandi dan terlihat oleh
Pandu, sehingga
tidak dapat menahan hasratnya. Madrim pun tak menolah dan di tengah mereka melakukan
Pandu menemui ajalnya.
Kejadian tersebut sebenarnya hanya tinggal
menunggu waktu. Begawan Abiyasa di Saptaarga telah waspada akan hal tersebut.
Ia kemudian menyarankan kepada Ibu Suri Setyawati untuk memohon kepada Dewata
untuk istri Pandu diberi keturunan. Kemudian Batara Guru mengutus para Dewa
untuk membuahi Rahim istri Pandu.
Pada tahun pertama, Batara Dharma turun
untuk memberikan benih kepada Kunti. Kemudian setelah sembilan bulan, Kunti
melahirkan. Bayinya cakap dan terlihat tenang. Kedua kali, Batara Bayu juga
memberikan benihnya kepada Dewi Kunti.
Setelah waktunya melahirkan, Kunti melahirkan sebuah bola, yang tak bisa
dibuka, sangat kuat. Di kemudian hari bola itu bisa dibuka oleh seekor gajah,
bernama Gajah Sena.
Ketiga kali, Batara Indra menurunkan kepada
Kunti. Yang ketiga ini bayinya sangat cakap. Kemudian untuk Madrim, yang
menjadi penyebab meninggalnya Pandu, Dewata memberikan dewa kembar yang akan
memberikan benih dua putra bagi Madrim. Batara Aswan dan Aswin turun untuk membuahi
Dewi Madrim, dan ketika lahirnya juga kembar.
Putra Prabu Pandu Dewanata ini menjalani
kehidupan di hutan, di kemudian hari kelima putra ini disebut Pandawa. Yang
tertua dinamakan Yudhistira, ia tumbuh menjadi anak yang taat dan berperilaku
baik. Sebagai yang tertua, dapat mengayomi adiknya agar hidup rukun. Yang kedua
tumbuh menjadi seorang yang tinggi besar, setelah keluar dari bungkus dan
bertarung dengan Gajah Sena. Tubuhnya sangat keras dan tenaganya sangat kuat,
di jarinya ia memiliki kuku Pancanaka yang berasal dari gading Gajah Sena.
Putra ketiga Pandu bernama Arjuna. Sejak
kecil sudah terlihat cakap dan memiliki kharisma tersendiri. Ia suka berlari ke
sana ke mari dan lincah, serta memiliki keinginan yang kuat. Kemudian dua putra
Dewi Madrim diberi nama Nakula dan Sadewa. Setelah bertahun-tahun, kelima putra
tersebut tumbuh dewasa dan dinamakan Pandawa. Mereka kembali ke Hastina, dan
bertemu Kurawa, saudara sepupu mereka yang lebih tua setahun dari Pandawa
tertua, Yudhistira. Pandawa dan Kurawa dirawat dan dibesarkan dalam bimbingan
Bhisma, dan diajari ilmu tentang kehidupan.
***
Pandawa dan Kurawa sedang bermain bola di
lapangan. Suatu kesempatan bola yang mereka pakai jatuh ke sumur. Mereka
terdiam dan tak sedikit yang bicara bernada menyalahkan, terutama dari para
Kurawa. Mereka tak ada
yang bisa mengambilnya. Kemudian di bawah pohon terlihat sesosok tubuh pria
sedang duduk, dan menyindir para putra istana yang tak dapat mengambil bola.
Kemudian pria itu melemparkan daun yang ujungnya tajam dan masuk ke dalam
sumur, begitu seterusnya hingga daun itu saling menancap dan bola dapat diambil
dari sumur. Pandawa dan Kurawa terkagum.
“Kalian para putra Hastina tidak bisa mengambil bola
itu?”
“Paman sepertinya bisa mengajari kami.”
“Bawa saya kepada eyang kalian, Resi Bhisma.”
Sambil membawa bola yang telah kembali, putra Hastina
mengawal sesosok pria bertubuh bungkuk itu menghadap Resi Bhisma. Ternyata Resi
Bhisma mengenalnya, ialah Bambang Kumbayana. Orang telah mengenalnya sebagai
Resi Dorna. Ilmunya telah tinggi, hampir setara Resi Bhisma, kekurangan
tubuhnya kini tak membuat dirinya berkurang kemampuannya. Akhirnya Resi Dorna
diangkat menjadi guru putra Hastina. Pandawa dan Kurawa yang masih beranjak
remaja disatukan oleh guru agung untuk digembleng ilmu yang tinggi. Namun massa
depan mereka tergantung oleh mereka sendiri, yaitu tingkat kemampuan mereka
menerima ilmu.
http://taipannnewsss.blogspot.com/2018/01/4-cara-perbaiki-kesan-pertama-yang-gagal.html
BalasHapushttp://taipannnewsss.blogspot.com/2018/01/jangan-kuncir-rambut-saat-berkeringat.html
http://taipannnewsss.blogspot.com/2018/01/semua-hal-yang-perlu-anda-ketahui.html
QQTAIPAN .ORG | QQTAIPAN .NET | TAIPANQQ .VEGAS
-KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
1 user ID sudah bisa bermain 7 Permainan.
• BandarQ
• AduQ
• Capsa
• Domino99
• Poker
• Bandarpoker.
• Sakong
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• WA: +62 813 8217 0873
• BB : D60E4A61
• BB : 2B3D83BE
Come & Join Us!