Cerita Wayang: Kakrasana dan Erawati


Di sebuah kerajaan bernama Giri Kedasar, hidup seorang raja bernama Prabu Geni. Ia mempunyai anak bernama Kartapiyaga. Anaknya ini telah lamaingin memperistri Erawati, putrid prabu Salya, dari Mandaraka. Namun, Erawati mau dinikah asal dimadu dengan kedua adiknya, yaitu Surtikanti dan Banowati. Akhirnya, Kartapiyaga memutuskan untuk menculik Erawati. “Jangan bertindak gegabah, anakku. Mungkin saja itu suatu perangkap dari mereka,” Prabu Geni menasihati anaknya agar jangan terlalu ceroboh. Bisa saja ini memang direncanakan oleh pihak Mandaraka.
            “Saya akan lakukan apapun demi mendapatkan Erawati, sekalipun harus memberikan nyawa saya, Rama,”
            “Janganlah, anakku. Aku masih ingin bertemu denganmu, Ananda,”
            “Permisi, Ramanda Prabu.”
            “Kartapiyaga, jangan, Kartapiyaga!” Tetapi terlambat, Kartapiyaga sudah berlari ke luar istana. Tekadnya sudah bulat untuk menculik Erawati.
            Singkat saja, Kartapiyaga telah sampai di Mandaraka. Dicarinya Erawati di keputrennya. Ternyata, Erawati sedang bercengkerama bersama para dayangnya. Karena tak ada jalan lain, maka ia langsung saja menggebrak menculik Erawati. Toh, para dayangnya tak mungkin ada yang bisa melawan. Dengan cepat, diangkatlah Erawati ke luar istana. Para dayangnya kebingungan. Mereka tak mungkin bisa mengejar lari Kartapiyaga. Akhirnya, mereka mengadu kepada Prabu Salya. “Sampurasun, Gusti Prabu Salya. Sebelumnya kami mohon ampun. Gusti Dewi Erawati baru saja diculik oleh seorang ksatria tak dikenal,”
            “Diculik?! Mengapa bisa diculik?!”
            “Kejadiannya begitu cepat, Gusti. Saat itu, kami sedang duduk bersantai dengan Gusti Dewi. Tiba-tiba, dari arah belakang muncul ksatria tersebut.”
            “Yo wis, sekarang panggil Patih Rukmarata!”
            “Baik, Gusti.” Para dayang Erawati mencari Patih Rukmarata. Setelah beberapa saat, akhirnya datang patih Rukmarata. “Ada apa Ramanda Prabu memanggil saya?”
            “Ada persoalan penting, Ananda. Erawati diculik, tetapi kita tidak tahu siapa penculiknya,”
            “Yunda Erawati diculik? Lalu bagaimana, Rama?”
            “Sekarang kita buat sayembara saja. Barangsiapa yang dapat menemukan dan mengembalikan Erawati, maka ia berhak memperistri Erawati. Wis, umumkanlah di depan rakyat!”
            “Baik, Rama.” Maka, dikumpulkanlah para prajurit oleh Rukmarata. “Wahai para prajurit! Sekarang juga saya minta tolong kumpulkan para rakyat!”
            “Siap, Gusti!” Para prajurit berpencar ke daerahnya masing-masing. Prabu Salya berharap, dengan diadakannya sayembara ini, putri sulungnya itu dapat diselamatkan
            Esok harinya, para rakyat sudah berkumpul di depan istana. Rukmarata tampak keluar dari balkon istana lantai dua. “Wahai para rakyat Mandaraka! Kami umumkan perihal sayembara yang akan diadakan oleh Gusti Prabu Salya, bahwa dikarenakan diculiknya Gusti Dewi Erawati, maka barangsiapa yang dapat mengembalikannya akan dipersunting dengannya!”
            Tak sampai satu minggu, berita itu sudah menyebar ke berbagai penjuru negeri, bahkan hingga ke luar Mandaraka. Pandawa Lima juga sudah mendengar berita tersebut. Arjuna didorog keempat saudaranya untuk ikut mencari Erawati, tak harus mengikuti sayembara. Maka, Arjuna pergi mengembara ke luar Indraprasta, mencari keberadaan Erawati dan penculiknya. Di tengah jalan, ia bertemu Kakrasana. “Eh, Arjuna, sedang apa kau, pergi sendirian?”
            “Saya ditugaskan mencari Erawati yang diculik, Kanda,”
            “Diculik? Mengapa bisa?”
            “Saya pun kurang tahu, Kanda. Prabu Salya mengadakan sayembara untuk mencari Erawati, yaitu barangsiapa yang dapat mengembalikan Erawati, maka ia berhakmemperistri Erawati.”
            “Jadi kau sedang mengikuti sayembara, begitu, Yayi?”
            “Tidak, Kanda. Saya mencari dengan sukarela. Jika saya berhasil, maka Erawati akan saya berikan kepada orang lain.”
            “Kalau begitu aku ingin mengikuti sayembara itu, Yayi. Izinkan aku ikut denganmu, Yayi.”
            “Baiklah, mari, Kanda.” Arjuna dan Kakrasana akhirnya mencari bersama.
            Sementara itu, di Mandaraka, kedua adik Erawati, Surtikanti dan Banowati, cemas memikirkan kakak sulungnya itu. Prabu Salya pun ikut prihatin. Pada saat itu, datanglah Arjuna bersama Kakrasana. “Hai Arjuna, bagaimana? Apakah putriku sudah ketemu?”
            “Maaf, Paman. Saya belum menemukan Erawati. Tetapi saya membawa orang yang berminat mengikuti sayembara, Paman.”
            “Hmm, baiklah, siapa namamu, ksatria?”
            “Saya Kakrasana, putra Prabu Basudewa, dari Mandura. Saya berjanji akan mengembalikan Erawati, Paman.”
            “Yo wis, saya tunggu kemempuan sampeyan!” Prabu Salya keluar. Kakrasana dan Arjuna lalu merencanakan siasat menghadapi si maling. “Arjuna, nanti malam kita sembunyi, siapa tahu si maling balik kemari, hendak menculik Surtikanti dan Banowati.”
            “Kalau begitu saya lebih baik menjaga mereka saja, Kanda,”
            “Oh yo wislah, terserah sampeyan,”
            Ternyata, dugaan Kakrasana tepat, Kartapiyaga kembali ke Mandaraka, hendak menculik Surtikanti dan Banowati, sesuai permintaan Erawati. Dia masuk ke dalam istana, mencari kedua adik Erawati itu. Tanpa sepengetahuannya, Kakrasana mengintai dari balik tirai. Pada saat yang dikiranya tepat, Kakrasana lantas menyerang Kartapiyaga dari belakang. Namun, dengan sigap, Kartapiyaga masih dapat menghindar. Ia mendengar hentakan kaki Kakrasana dari belakang. Maka, terjadilah pertarungan seru antara Kakrasana dengan Kartapiyaga. Kartapiyaga terlihat kewalahan. Karena itu, dia merasa lebih baik mengambillangkah seribu. Dia meninggalkan Mandaraka, kembali ke negaranya, Giri Kedasar, akan menysun kekuatan. “Duh, kabur! Arjuna, cepat kemari, Yayi! Malingnya kabur!”
            Tak sampai sepuluh detik, Arjuna telah berada di hadapan Kakrasana. “Tadi ada malingnya, Kanda?”
            “Iya, benar, Yayi. Namun telah kabur lagi.”
            “Mari kita ikuti, Kanda.”
            “Ayo, Yayi!” Arjuna dan Kakrasana mengejar Kartapiyaga.
            Singkat saja, Kartapiyaga telah kembali berada di negaranya, Giri Kedasar, menemui ayahnya. “Ananda Kartapiyaga, cepat sekali kembali. Apakah sudah berhasil menculik kedua adiknya, Ngger?”
            “Belum, Rama. Malah saya kepergok, Rama,”
            “Nah, itulah akibat dari perilaku cerobohmu, Ngger. Tobatlah, Ngger,” Tiba-tiba, muncul Arjuna dan Kakrasana memhunus kerisnya masing-masing. “Awas, Ngger!” Kartapiyaga segera bersiap menerima serangan Arjuna dan Kakrasana. “Prajurit, serang mereka!” ajak Kartapiyaga. Para prajurit Giri Kedasar segera menyerang Arjuna dan Kakrasana. Walaupun jumlah prajurit mereka tak sebanding dengan jumlah mereka berdua, mereka dapat mengatasi semua prajurit itu.
            Melihat kekalahan itu, Kartapiyaga segera maju ke pertempuran, menyerang Kakrasana. Sedangkan, Arjuna beralih ke hadapan Prabu Geni. Maka, terjadilah dua pertempuran hebat antara ksatria-ksatria pilih tanding. Semua mengeluarkan kesaktiannya. Namun, tampaknya pihak Giri Kedasar agak terdesak. Kartapiyaga hampir tak punya kesempatan lagi untuk menyerang. Sebaliknya, Kakrasana mendapat kesempatan emas, dan ia tak mungkin menyia-nyiakannya. Ditusukkanlah kerisnya ke perut Kartapiyaga. Kartapiyaga mengerang kesakitan. Lama-kelamaan, tenaganya mulai terkuras, dan akhirnya matilah ia.
            Sementara itu, Arjuna sedang membidik panahnya ke arah Prabu Geni. BLARR!!! Anak panah Arjuna menancap di dada Prabu Geni. Seketika itu juga Prabu Geni tewas. “Kanda Kakrasana, mari kita jemput Erawati, Kanda,”
            “Ayo, Yayi. Kita cari di keputren.” Arjuna dan Kakrasana mencari Erawati ke keputren.
            Di keputren, Erawati sedang tertunduk sedih. Namun, kesedihannya itu segera hilang begitu melihat Arjuna datang. “Yunda Erawati, jangan bersedih lagi, Yunda. Malingnya telah tewas,”
            “Oh, Arjuna, terimakasih ya, Yayi,”
            “Ini berkat bantuan Kanda Kakrasana, Yunda,”
            “Kangmas Kakrasana, saya mengucapkan terimakasih atas pertolongan Kakang,”
            “Iya, sama-sama, Dinda,”
            “Kanda, mari kita kembali ke Mandaraka,”
Akhirnya Erawati berhasil dikembalikan kepada Prabu Salya. Kakrasana pun berhak menikahi Erawati. Diadakanlah pesta pernikahan yang sangat megah selama tujuh hari tujuh malam. Wasi Jaladara telah beristri, dan ia dipanggil oleh ayahnya, Basudewa. Beberapa bulan kemudian, raja baru Mandura dilantik, putra sulung sang raja. Kakrasana, atau Wasi Jaladara, kini bergelar Prabu Baladewa.

Komentar