Kisah Tokoh Wayang: Hanoman


Ini adalah kisah hidup Sang Anjani Putra, Hanoman. Ia monyet putih lucu yang terlahir dari rahim ibunya, Dewi Anjani, yang bermuka monyet, dengan sang penguasa Kahyangan, Batara Guru; namun nantinya tumbuh menjadi ksatria tanpa tandingan, kepercayaan titisan Batara Wisnu, dan pemberantas angkara murka, Rahwana Dasamuka. Ia amat dikenal sebagai tokoh dalam cerita pewayangan, sudah sering menjadi maskot atau simbol budaya Indonesia di kancah internasional. Di balik ketenaran itu, ia merupakan pribadi yang bijaksana dan menjadi panutan. Setelah mahacerita Ramayana, ia berumur panjang, dan tetap memantau jagat pewayangan.

***

“Dewi Anjani, putra Gotama.”
“Tapanya keras, sudah pantaslah anaknya nanti demikian.” Batara Guru mendekat bersama Batara Narada, membangunkan tapa Dewi Anjani.
“Anjani, putra Gotama. Sudah suratan takdir kau akan melahirkan anakku, melalui daun yang kau telan tadi kau akan hamil. Jaga baik-baik anakmu, karena dia akan menjadi insan penting. Juga olehmu, Saraba. Aku akan kembali lagi.”
Dewi Anjani dan Kapi Saraba mengucapkan terima kasih kepada kedua Dewata tersebut. Setelah kedua adiknya sudah lebih dulu didatangi Dewata untuk diuji kesaktiannya dengan tugas melawan penguasa Goa Kiskenda, kini ia akhirnya didatangi juga, tugasnya justru lebih berat, menjaga dan merawat bibit yang akan menjadi insan penting dalam jagat pewayangan. Apalagi putranya nanti adalah putra Batara Guru, betapa istimewanya.
Perut Anjani terus membesar. Bayinya akan lahir. Setelah sembilan bulan, lahirlah ia, monyet berkulit putih bersih. Anjani seperti mendapat wangsit, bayinya ia beri nama Hanoman. Lalu ia rawat dengan baik sebagaimana titah Batara Guru. Hanoman melalui masa kanak-kanaknya di hutan bersama ibunya dan Kapi Saraba. Setelah agak besar, mereka dibawa ke Kahyangan Suralaya untuk tinggal di sana. Di Suralaya, Hanoman bergaul dengan Dewata, menjadi didikan dan teman bermain. Ia menjadi murid taat Batara Bayu, hingga banyak kemampuan dapat dimilikinya. Ia memperoleh Aji Bayubraja dan Aji Bandawasa, dan mendapat gelar Bayusuta.

Sang Hanoman, Sang Hanoman.. Telah lahir ke dunia
Kera putih, kera putih, masih kecil sudah sakti
Tingkah laku, tingkah laku.. Menyenangkan, suka lucu
Dia menawan, dia menawan
Dia menawan, dia menawan.. Dia dia dia.. Dia menawan!

Sosok monyet putih menjadi perhatian para Dewata, karena sangat unik dan lucu. Usia tujuh tahun dan sudah pandai banyak hal. Hal ini membuat dewa yang lain tertarik juga untuk menciptakan monyet mereka sendiri. Batara Narada atas seizin Batara Guru menciptakan Hanila. Ia berkulit biru dan bentuknya seperti Batara Narada, gemuk dan bulat. Namun kemampuannya jangan diragukan, karena di kemudian hari ia akan menjadi jago Sri Rama dalam menghadapi pasukan Rahwana.
Kemudian Hanoman seorang anak yang cerdas. Ia mempertanyakan keberadaan, sampai pernah menutupi matahari untuk sampaikan cahayanya ke bumi, hingga membuat geger Jonggringsaloka. Hal tersebut membuatnya cekcok dengan Batara Surya.
Bertahun-tahun berada di bawah didikan Dewata dan beranjak remaja, kemudian ia disuruh turun ke Marcapada mencari pamannya yang bernama Sugriwa. Bersama Kapi Saraba, ia mendatangi istana Goa Kiskenda dan bertemu pamannya, Prabu Sobali. Saat itu ia mengetahui bahwa pamannya, Sugriwa, telah tersiksa terjepit di dahan pohon selama bertahun-tahun, karena kalah tanding oleh Sobali, yang kini telah menggantikannya menjadi raja di Goa Kiskenda. Bahkan istrinya, Dewi Tara, juga menjadi milik Sobali.
Dewi Tara telah melahirkan anaknya dari Sobali, bernama Hanggada. Ia berkulit merah dan sedikit lebih muda daripada Hanoman. Inilah pertemuan pertama Hanoman dengan Hanggada. Ia menjadi teman bermain masa kanak-kanak jelang remajanya. Kemampuan bertarung Hanggada hampir setara dengan Hanoman, berkat didikan ayahnya yang gagah sakti. Namun Hanoman adalah hasil didikan Dewata dengan segala ajiannya. Keduanya walau sepupu dan teman sepermainan, sering berselisih pendapat dan tak jarang bertengkar.
Hanoman dan Kapi Saraba tinggal di Goa Kiskenda bersama keluarga Sobali. Pada suatu kesempatan, Hanoman diam-diam menjelajah hutan dan mencari Sugriwa. Ditemukannyalah di atas batang pohon, terjepit dengan miris. Sugriwa masih hidup, namun tubuhnya sangat kurus dan lemah. Hanoman memperkenalkan diri sebagai keponakannya, dan sudah bertemu pamannya yang lain, Sobali. Ia mencoba membebaskan Sugriwa, namun segala kekuatannya tak mampu melepaskan dahan pohon tersebut. Sepertinya memang akan ada takdirnya Sugriwa dibebaskan. Akhirnya Sugriwa menyuruhnya kembali ke Goa Kiskenda, menunggu saatnya tiba Sugriwa kembali meminta keadilan kepada Sobali.
Sri Rama bersama adiknya, Laksmana, yang sedang dalam pencarian menemukan Dewi Shinta, menemukan Sugriwa di batang pohon dengan tersiksa. Ternyata panah Sri Rama dapat membebaskan Sugriwa dari batang pohon tersebut. Kemudian Sri Rama membantu Sugriwa berkonsiliasi dengan Sobali, hingga panah Gowaawijaya Sri Rama memilih untuk membunuh Prabu Sobali. Setelah dibantu Sri Rama, Sugriwa kembali menjadi raja di Goa Kiskenda, dan bersedia mengabdi kepada Sri Rama. Kemudian Hanoman bersama Kapi Saraba kembali bertemu dengan Sugriwa dan ikut berjuang untuk memperebutkan Dewi Shinta dari tangan Rahwana.
Hanoman menjadi duta ketika mengunjungi Dewi Shinta di keputren Alengka, yang sedang bersama Trijata. Hanoman menjadi jatuh cinta dengan Trijata hingga pada suatu kesempatan Hanoman dapat punya kesempatan berdua dengan Trijata sambil terbang mengangkasa. Spremanya jatuh ke lautan hingga tercipta Trigangga. Pada suatu kesempatan, ia bertemu anaknya yang rupanya sangat mirip dengannya itu. Mereka bertengkar kemudian dilerai oleh Batara Narada.
Keberadaan Dewi Shinta telah diketahui oleh Sri Rama, begitu pula Sri Rama telah diketahui ingin merebut istrinya kembali oleh Rahwana sejak Hanoman menjadi duta. Menyatakan perang, Sri Rama hendak memberikan surat ancaman resmi kepada Alengka. Kali ini Hanggada yang bersedia mengantarkannya. Hanggada berjalan jauh menuju istana Alengka, dan bertemu langsung dengan Prabu Rahwana. Diterimalah surat itu, namun Rahwana mengetahui bahwa Hanggada adalah putra Sobali. Rahwana memakai kesempatan itu untuk mengacaukan pikiran Hanggada. Dipanas-panasi ia soal Sri Rama adalah pembunuh ayahnya dan pamannya Sugriwa telah merebut takhta ayahnya, sambil diajak minum arak, sehingga pikiran Hanggada tak jernih. Hanggada terpengaruh, dan kembali ke perkemahan Pancawati dengan amarah.
Setibanya di perkemahan, Hanggada langsung mengamuk dan memanggil-manggil Sri Rama dan antek-anteknya. Hanoman dan Sugriwa langsung keluar dan melihat apa yang terjadi. Meredam Hanggada, Hanoman maju menahan serangan Hanggada, sambil berusaha meringkusnya untuk disadarkan kembali. Hanggada kini sangat kuat karena disertai amarah, namun Hanoman masih bukan tandingannya. Sepupunya itu dapat dibuat tak berkutik, dibantu Sugriwa menyiramkan air ke kepalanya. Hanggada perlahan kembali sadar, dan perjuangan merebut Shinta dilanjutkan. Peristiwa ini sering disimbolkan sebagai perseteruan Hanoman – Hanggada, di mana Hanoman yang sebelumnya menjadi duta berhasil mengobrak-abrik Alengka, sedangkan Hanggada malah terpengaruh hasutan raja angkara murka tersebut, hal ini menunjukkan perbedaan di antara keduanya, dan pertarungan pun tak terelakkan.
Usaha demi usaha hingga pertarungan mereka jalani. Sri Rama memerintahkan pembangunan tambak di Selat Bandalaya untuk menyeberang ke negeri Alengka. Banyak rintangan menghadang dari antek-antek Rahwana, namun berhasil dienyahkan. Hanoman berperan banyak menjaga kelancaran pembangunan tambak tersebut.

Hanoman dan Hanggada mendampingi Prabu Sugriwa membantu Sri Rama, Ramayana AR (14-06-12)


Akhirnya pasukan Pancawati dapat menyeberangi selat dan siap menggempur Alengka. Peperangan pun tak terhindarkan. Masing-masing kubu mengeluarkan pasukan terbaiknya. Raksasa dihadapkan pada monyet kecil namun jumlahnya berkali lipat dari Pancawati. Dibantu senapati termahsyur kekuatannya, pasukan Alengka terlihat semakin terdesak. Rahwana telah membangun keluarga besar dengan menikahi banyak wanita dari berbagai wilayah dan golongan, sehingga keturunannya pun banyak dan semuanya membantu. Namun satu per satu pun gugur di tangan para senapati Pancawati yang gagah sakti.
Sarpakanaka adalah adik perempuan Rahwana satu-satunya, anak ketiga Wisarawa. Dari semua adiknya, Sarpakanaka-lah yang paling serupa dengan Rahwana sifatnya, yaitu licik dan jahat. Keinginannya saat bertapa dahulu adalah ingin menjadi wanita penguasa dunia dengan telapak tangannya. Akhirnya ia mendapatkan kuku Pancanaka, yang kekuatannya sangat dahsyat. Ketika turun menghadapi pasukan monyet dari Pancawati, Sarpakanaka menggunakan kuku Pancanaka tersebut dan membunuh ribuan monyet. Prabu Sugriwa merasa khawatir anak buahnya banyak yang mati. Kemudian Hanoman memberanikan diri untuk menghadang Sarpakanaka satu lawan satu. Ia kemudian berdiri tegar menghadang Sarpakanaka, sedangkan Sarpakanaka terus menggunakan kuku saktinya.
Ternyata Hanoman sangat kuat, ia tetap bergeming. Sarpakanaka heran dan makin dekat menuju ke arah Hanoman agar dampak kesaktiannya terasa. Namun Hanoman tak juga bergerak, seperti patung. Hingga jarak mereka telah dekat, akhirnya Hanoman bisa meringkus Sarpakanaka dengan melilitkan ekornya yang bisa memanjangkan diri. Kemudian ia berhasil memotong kuku sakti Pancanaka, dan seketika Sarpakanaka meraung dan tak lama kemudian tewas. Ada hal yang terjadi, kemudian kuku Pancanaka tersebut berpindah ke ibu jari Hanoman. Di sini Hanoman mendapatkan kekuatan baru, dan semakin menunjukkannya sebagai anak didik Batara Bayu.

***

Kumbakarna yang sudah puluhan tahun tidur di Gunung Gokarna juga dibangunkan untuk membela benteng pertahanan Alengka. Akhirnya Kumbakarna gugur juga oleh senjata Laksmana. Kemudian Hanoman membantu Sri Rama dalam adu jago dengan Rahwana. Dengan panah Gowawijaya, Sri Rama telah berhasil membunuh Rahwana, namun ia segera hidup lagi. Ketika Sri Rama mulai putus asa, ia menyendiri ke hutan, dan Hanoman bertarung satu lawan satu dengan Rahwana. Kesaktiannya hampir setara, hanya saja Rahwana tidak akan bisa dibunuh.
Kemudian Batara Wisnu dalam Sri Rama memakai senjata Kiai Dangu. Panah itu akan mengejar dan menyakiti Rahwana namun tidak membunuhnya, yang membuatnya tersiksa berkepanjangan. Akhirnya Rahwana menemukan gunung yang di tengahnya bisa menjadi tempat bersembunyi. Namun takdir, gunung itu ialah puntranya, Samodra dan Saputra, yang dulu dibunuh olehnya. Maka gunung itu menjepit Rahwana, dan Hanoman membantunya dengan menekan Rahwana ke dalam hingga tak bisa melepaskan diri. Seluruh kesaktian Rahwana tak dapat membuatnya melepaskan diri.
Setelah peristiwa terbesar dalam sejarah berakhir, dengan dikurungnya Rahwana Sang Angkara Murka, Hanoman memilih mengasingkan diri menjadi petapa di Gunung Kandalisa. Sri Rama telah menjadi raja di Ayodya. Ketika Sri Rama membutuhkannya ia tinggal memanggilnya, juga ketika merasakan istrinya, Trijata, dalam bahaya.
Delapan tahun Sri Rama mencari Dewi Shinta yang kembali menghilang, yang pada akhirnya ditemukan bersama anak mereka, Luwa dan Kusa. Apesnya, terjadi insiden Jembawan merebut istrinya, Trijata. Hingga dengan kebijaksanaan, Hanoman merelakan Trijata menjadi milik Jembawan. Jembawan dan Trijata kemudian juga berumur panjang, menetap menjadi petapa di Astana Gandamadana. Hingga zaman Mahabharata mereka juga masih hidup, di mana anak mereka, Dewi Jembawati, menjadi istri Prabu Sri Kresna, titisan Batara Wisnu selanjutnya.
Prabu Sri Rama meninggal, Batara Wisnu kembali ke kahyangan. Kursi kepemimpinan Ayodya digantikan oleh Lawa, yang bergelar Prabu Ramabatlawa. Sedangkan Kusa kemudian meneruskan takhta negara Mantili, bergelar Prabu Kusiya. Tokoh-tokoh Ramayana satu per satu juga wafat, dan Resi Hanoman tetap menjadi petapa di tempatnya. Bukan lagi eranya angkara murka Rahwana.

***

Tanah sekitar pertapaan bergetar. Resi Hanoman peka, ia menengok keluar. Terlihat sesosok tubuh tinggi besar tampak kebingungan. Hanoman menegurnya. Ia mengaku sebagai ksatria Hastina, bernama Bima. Sedang menjalankan tugas dari Resi Dorna untuk mencari kesempurnaan hidup.
“Bratasena, Bayusuta, mengapa kau mau saja dipermainkan oleh resi yang hanya menipumu? Ketahuilah bahwa Resi Dorna bukanlah resi yang benar berbudi luhur, ia dipenuhi kepentingan duniawi.”
“Eee kau monyet putih, jangan menghina guruku! Aku berguru kepadanya untuk menimba ilmu yang akan kupergunakan untuk kebaikan.” Saat itu Bima muda memang cukup lugu menerima perintah dari gurunya tersebut, di samping ia memang sangat ingin mendalami ilmu yang lebih tinggi. Namun mendengar hinaan monyet putih ini hatinya menjadi panas.
“Kau didikan Batara Bayu, dan resi ternama, harusnya memiliki keinginan dan kekuatan yang besar.” Resi Hanoman menantang Bima, dan diladeni. Sebagai sesama didikan Batara Bayu, kekuatan keduanya cukup setara. Hanoman menjadi murid Batara Bayu semasa tinggal di Kahyangan, sedangkan Bima merupakan putra Dewi Kunti Nalibrata yang berasal dari benih Batara Bayu. Resi Hanoman tidak mengeluarkan seluruh kekuatannya karena memang hanya menguji keteguhan tekad Bima muda, Bratasena.
“Aku tak punya waktu menghadapimu, Monyet Putih! Ada hal yang lebih penting kujalani daripada meladeni omongan dan pertarunganmu.”
“Kita akan bertemu lagi, Bratasena.” Resi Hanoman bangga dengan keteguhan tekad Bima, ia hanya mengujinya. Lalu Sang Resi kembali ke pertapaan, merenungkan diri. Beberapa tahun kemudian, mereka kembali bertemu ketika jelang pernikahan Arjuna dan Dewi Wara Subadra. Ketika itu Pandawa hendak meminjam kereta kencana untuk hari pernikahan, dan hanya bisa dikusiri oleh Sang Hanoman. Kemudian Hanoman bersedia membantu dan hadir di pernikahan Arjuna dan Subadra.

< --- >

“Janaka, ksatria panengah Pandawa. Sifatmu sopan dan bertata krama. Guruku Begawan Kesawasidi tak lama lagi akan bangun. Sungguh kau ksatria penyabar.”
Resi Hanoman menerima Arjuna untuk menemui Begawan Kesawasidi. Tak seperti sebelumnya ia harus kelelahan terlebih dahulu menghadapi para Kurawa dipimpin Adipati Karna karena datang dengan tak memerhatikan tata krama. Akhirnya kedatangan mereka ia tolak.
Sebelum menemui gurunya, Resi Hanoman juga sedikit memberikan wejangan kepada panengah Pandawa tersebut. Tak lama kemudian, Begawan Kesawasidi bangun dan menghampiri mereka. Raut mukanya bahagia melihat siapa yang hadir di pertapaannya. Ia tak ragu mengajarkan Hastabrata kepadanya, bekal raja-raja di masa depan. Ia titising Wisnu, tak lain adalah Sri Kresna. Hanoman merasa tenteram, sambil menyimak pengajaran Hastabrata, ia teringat kepada Sri Rama dahulu.

Komentar