Cerita Rakyat: Mirah dari Marunda
Malam itu, terjadi perampokan di
rumah Babah Yong, Kemayoran. Kini, Babah Yong sedang terikat di ruang tengah.
Begitu juga para centengnya. Para perampok lantas kabur. Namun, seorang warga
sempat melihat secara sekilas wajah salah satu perampok tersebut. Si saksi mata
lalu mengabarkan hal tersebut kepada Tuan Ruys, penguasa Kemayoran.
Ddikatakannya bahwa si perampok terlihat seperti Asni. Para warga Kemayoran
sangat terkejut. Selama ini Asni terkenal berbudi pekerti baik dan suka
menolong. Untuk memastikannya, Tuan Ruys memerintahkan agar Asni diinterograsi.
Beberapa saat kemudian, muncullah
Asni diiringi para centeng Tuan Ruys. “Asni, tolong jawab dengan jujur. Apakah
kamu adalah salah satu orang yang merampok rumah Babah Yong tadi?”
“Maaf, Tuan Ruys, dari tadi saya
berdiam di rumah?” Para warga percaya omongan Asni, karena ia dikenal sebagai
pemuda yang jujur. Kecil kemungkinan dia melakukan perampokan itu.
“Baiklah, kalau begitu, agar kamu
dibebaskan, buktikan bahwa kamu bukan pelakunya. Carilah pelaku yang sebenarnya!”
“Siap, Tuan.” Asni kebingungan harus
mencari di mana. Namun, ia akan mencari sebisa mungkin.
Di suatu daerah di Jakarta Utara,
tepatnya Marunda, hidup seorang pendekar bernama Bang Bodong. Ia sangat
dihormati dan ditakuti oleh para penduduk di sana, karena ia memiliki ilmu
silat yang tinggi. Selain itu, Bang Bodong adalah seorang yang suka menolong
yang lemah. Jika terjadi perampokan di sekitar kampungnya, ia bersedia menumpas
para perampok tersebut.
Namun, seiring berjalannya waktu,
usia Bang Bodong semakin tua. Ia khawatir bakal tak ada penerusnya. Oleh karena
anaknya perempuan. Namanya Mirah. Ibu Mirah telah lama meninggal. Kini, ia
hanya tinggal bersama Bang Bodong.
Akhirnya, ia memutuskan, bahwa akan
menurunkan ilmu silat yang ia miliki kepada anak perempuannya. Ia melihat Mirah
memiliki bakat untuk bisa seperti dirinya. Ternyata benar, Mirah sangat cerdas
dalam menyerap pelajaran yang diberikan ayahnya. Lambat laun, Mirah menjelma
menjadi perempuan yang pandai dalam ilmu silat.
Namun, Bang Bodong sedikit cemas.
Mirah kini telah tumbuh menjadi perempuan cantik, pandai ilmu silat pula.
Namun, karena terlalu fokus merawat ayahnya dan membantu rakyat Marunda dari
perampok, Mirah tidak memikirkan soal pernikahan. Ia belum ingin berkeluarga.
Padahal, usianya sudah cukup. “Nanti, kalau kau tidak mempunyai keturunan,
siapa yang akan mewariskan ilmu silat kita?”
Akhirnya, Mirah bersedia menikah. Namun
dia memberikan syarat, bahwa calon suaminya itu harus dapat mengalahkannya
dalam ilmu silat. Lalu, ia mengadakan sayembara untuk mencari calon suami.
Kemudian, diberitahukanlah sayembara
tersebut kepada khalayak ramai. Beberapa hari kemudian, telah banyak pemuda
yang telah mendaftar sayembara. Masing-masing bergantian bertarung melawan
Mirah. Namun, telah berhari-hari sayembara diselenggarakan, belum ada yang
dapat mengalahkan Mirah.
Suatu ketika, datanglah seorang
pemuda asal Karawang mengikuti sayembara tersebut. Wajahnya mirip Asni, namun ia perilakunya tidak bagus. Ia
mengaku bernama Tirta. Ia sering merampok rumah-rumah rakyat Marunda dan
sekitarnya. Kali ini ia juga berminat memiliki Mirah. Lalu, mulailah bertarung
antara Mirah dengan pemuda tersebut. Namun, pemuda tersebut juga mengalami
kekalahan melawan Mirah.
Pada saat itu, pencarian Asni telah
sampai di Marunda. Ia melewati tempat sayembara Bang Bodong. Para centeng Bang
Bodong juga telah mendengar kisah perampokan di Kemayoran. Karena mencurigai
Asni, mereka serentak menyerang Asni. “Eh, itu dia perampok di Kemayoran!”
“Oh, iya. Tangkap!” Namun, para
centeng Bang Bodong masih kalah jauh dengan Asni. Walaupun Asni sendiri, ia
dapat mengalahkan mereka dengan mudah. Salah satu centeng Bang Bodong pergi
untuk melaporkan kejadian tersebut kepada Bang Bodong. Bang Bodong marah
mendegar anak buahnya dikalahkan. Ia segera berlari menuju tempat kejadian. Sampai
di sana, dia langsung menyerang Asni. Asni waspada, karena ia tahu Bang Bodong
merupakan pendekar hebat. Ia tak melawannya secara bersungguh-sungguh karena ia
tahu Bang Bodong merupakan orang yang baik. Akhirnya, karena Bang Bodong sudah
tua, Asni dapat mengalahkannya. Bang Bodong jatuh pingsan. Lalu, anak buah Bang
Bodong melaporkan hal tersebut kepada Mirah. Mirah langsung pergi menuju tempat
kejadian.
Mirah langsung menantang Asni
berkelahi. Namun, karena Mirah perempuan, Asni segan melawannya. Ia tak mau
menyerang, hanya bertahan saja. Tetapi, karena didesak terus, akhirnya Asni
melawan. Karena Asni lebih berpengalaman, Asni dapat mengalahkan Mirah. Pada
saat itu, Bang Bodong bangun dari pingsannya. Ia melihat bahwa Asni telah dapat
mengalahkan Mirah. Oleh karena itu, Asni berhak memperistri Mirah. Asni bangga,
dapat beristri perempuan cantik juga jago silat.
Beberapa minggu kemudian, pesta
pernikaan dilangsungkan. Ppesta pernikahan berlangsung meriah. Ternyata, Tirta
juga hadir di pernikahan itu. Ia tahu bahwa Mirah akan menikah. Ia hendak
memberikan pending emas sebagai hadiah kepada Mirah. Bek Serayan juga hadir
dalam pernikahan tersebut. Sejenak dia memperhatikan Tirta. Setelah yakin bahwa
Tirta adalah perampok, dia langsung menyerang Tirta. Dalam waktu singkat pesta
meriah ini telah berubah menjadi keributan dengan adanya perkelahian. Bang
Bodong bermaksud melerai. Namun, tubuhnya tergores golok Tirta, sehingga
pingsan. Ternyata, Bek Serayan bukan tandingan Tirta. Ia akhirnya tewas di
tangan Tirta.
Mirah yang melihat kejadian tersebut,
Mirah segera menanggalkan perhiasan pernikahannya. Dia langsung menuju tempat
perkelahian. Melihat Mirah datang mendekat, Tirta hendak kabur, karena dia
pernah kalah dengannya. Namun, Tirta dapat terkejar. Terjadilah perkelahian
antara Mmirah dan Tirta untuk yang kedua kalinya. Sama seperti saat sayembara,
Tirta tak dapat menahan serangan Mirah. Ketika sudah sakaratul maut, Mirah
menghentikan serangannya.
Asni menghampiri Tirta. Ternyata, Asni
mengenal Tirta. Mereka adalah saudara satu ayah beda ibu. Ibu Asni dari Cakung,
sedangkan ibu Tirta dari Karawang. Mmereka berpisah setelah ayah mereka
meninggal. Lalu, Tirta memberikan pending emas yang ia bawa sebagai hadiah
pernikahan. Tak lama kemudian, Tirta menghembuskan napas terakhirnya di
pangkuan saudaranya.
Komentar
Posting Komentar